BAB I
PENDAHULUAN
Istilah pemerolehan dipakai untuk padanan
istilah inggris acquisition, yakni,
proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia
belajar bahasa ibunya (native language).
Istilah ini dibedakan dari pembelajaran
yang merupakan padanan dari istilah inggris learning.
Dalam pegertian ini proses itu dilakukan dalam tatanan yang formal, yakni
belajar di kelas dan diajar oleh seorang guru. Dengan demikian, proses dari
anak yang belajar menguasai bahasa ibunya pemerolehan,
sedangkan proses dari orang (umumnya dewasa) yang belajar di kelas adalah
pemerolehan.
Memahami ujaran orang lain merupakan unsur
pertama yang harus dikuasai manusia dalam berbahasa. Begitu pula manusia hanya
memproduksi ujaran apabila dia mengetahui aturan-aturan yang harus diikuti yang
diperoleh sejak kecil. Pertanyaannya, mengapa pemerolehan bahasa yang berbeda
pada umur dewasa daripada pemerolehan sejak anak masih kecil berkaitan erta
dengan struktur serta organisasi otak manusia.
Pada pembahasan kali ini, penulis akan
menguraikan langkah-Iangkah yang diambil manusia pada waktu memperoleh bahasa
ibunya dan mengapa langkah-Iangkah itu bersifat universal.
BAB II
PEMEROLEHAN BAHASA
1. Sejarah Kajian Pemerolehan Bahasa
Minat terhadap bagaimana anak memperoleh
bahasa sebenarnya sudah lama sekali ada. Konon, raja mesir pada abad 7 sebelum
masehi, psammetichus I, menyuruh bawahannya untuk mengisolasi dua orang anaknya
untuk mengetahui bahasa apa yang akan dikuasai anak-anak itu. Sebagai raja
mesir dia mengharapkan bahasa yang keluar dari anak-anak itu adalah bahasa
Arab,meskipun akhirnya dia kecewa.
Ingram (1989) membagi perkembangan studi
tentang pemerolehan bahasa menjadi tiga tahap: periode buku harian, periode sampel
besar, dan periode kajian longitudinal.
Periode buku harian adalah dari tahun 1876
sampai tahun 1926. Pada masa ini kajian pemerolehan bahasa anak dilakukan
dengan peneliti mencatat apa pun yang diujarkan oleh anak dalam suatu buku
harian. Tulisan H. Taine pada tahun 1876 yang dalam bahasa Inggrisnya berjudul
"On the Acquisition of Language by
Children" adalah tulisan pertama mengenai pemerolehan bahasa anak.
Periode sampel
besar adalah dari tahun 1926 sampai tahun 1957. Periode ini berkaitan dengan
munculnya aliran baru.
Periode kajian
longitudinal, menurut Ingram, dimulai dengan munculnya buku Chomsky Syntactic Structures
(1957) yang merupakan titik awal dari tumbuhnya aliran mentalisme atau
nativisme pada ilmu linguistik. Aliran yang berlawanan dengan behaviorisme ini
menandaskan adanya bekal kodrati yang dibawa pada waktu anak dilahirkan. Bekal
kodrati inilah yang membuat anak di mana pun juga memakai strategi yang sama
dalam memperoleh bahasanya.
Clark dan Clark (1977) menyarankan bahwa ada tiga tipe umum pelajaran
bahasa untuk anak-anak.
1)
Pelajaran tentang bagaimana melakukan percakapan, tukar
pendapat, mengembangkan topik, membuat permintaan dan sebagainya. Pelajaran
tersebut dalam bentuk perhatian, direktif dan ketepatan.
2)
Pelajaran tentang makna kata yaitu menyediakan kata-kata
ketika kebutuhan anak jelas.
3)
Pelajaran tentang dimana kata-kata dan konstituen lain
mulai dan berakhir. Ini dalam bentuk jedah, pengulangan dan bentuk yang
familiar untuk kata baru.
Dari segi literatur yang ada, pembagian menjadi tiga tahap oleh Ingram ini
rasanya tidak terlalu pas karena banyak kajian yang tidak cocok dengan ciri
periode-periode di atas. Karya Leopold yang monumental ditulis tahun 1939
padahal datanya adalah dari buku harian yang menurut Ingram, berakhir pada
tahun 1926. dalam kenyataannya, banyak penelitian longiodunal yang subjeknya
adalah si keluarga peneliti yang menurut Ingram, harusnya bukan sanak-kandung.
Penelitian oleh Weir, Dromi, dan Tomasello di atas adalah penelitian tentang
anak mereka masing-masing. Echa. Yang diteliti Dardjowijojo, adalah cucu
peneliti.
2. Metode Penelitian dalam Pemerolehan Bahasa
Dengan kemajuan teknologi, data diperoleh
dengan merekam ujaran maupun tingkah laku anak saat berujar, baik secara visual
maupun auditori. Untuk bahasa Indonesia, Dardjowidjojo telah mengikuti perkembangan cucunya dari lahir sampai
umur lima tahun (Dardjowidjojo 2000).
Data rekaman untuk berbagai bahasa di
dunia telah dikumpulkan pada tahun 1985 dalam koleksi yang dikenal dengar nama CHILDES - Child
Language Exchange Data System.
Metode yang lain
adalah metode wawancara. Metode itu berguna untuk mengecek atau mengecek ulang
sesuatu yan ingin diketahui oleh peneliti. Kadang-kadang peneliti terkejl karena anak tidak
menjawab apa yang ditanyakan.
Metode ketiga yang
dapat dipakai adalah eksperimen. Metode ini dipakai kalau peneliti ingin jawaban terhadap
suatu masalah. Desain
penelitian dapat longitudinal atau cross-sectional.
Bahasa sebagai suatu sistem mengisyaratkan adanya kaidah yang mengatur
suatu bahasa. Bahasa bersifat dinamis dengan pengertian bahwa bahasa itu
berkembang sesuai dengan perkembangan penutur bahasa. Sehingga bahasa dapat
pula dilihat sebagai tingkah laku antar personal. Setiap pembicara menampakkan
keperibadiannya salah satunya melalui bahasa. Sebagai suatu sistem bahasa
menampakkan wujudnya dalam bunyi dan simbol-simbol.
Sebagai suatu tingkah laku antarpersonal, bahasa dapat dilihat melalui
komunikasi pada situasi tertentu. Misalnya apabila sesorang bertanya dan lawan
bicara menjawab dengan memuaskan ini berarti bahwa komunikasi berhasil baik.
Sebaliknya, kalau sesorang memberikan perintah kepada lawan bicara dan lawan
bicara diam saja maka komunikasi tidak berhasil. Dengan demikian apabila ingin
mengetahui suatu bahasa tertentu, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah
dengan mendengarkan tuturan penutur bahasa yang bersangkutan. Berdasarkan
pandangan psikolinguistik, tuturan dapat dilihat dari tiga tingkatan, yakni a)
struktural, b) intensional, dan c) motivasioal (Foos dan Hakes, 1978: 100)
3. Universal Bahasa
Pandangan Chomsky
terhadap konsep universal bahasa mengatakan bahwa bila suatu entitas mengandung
unsur-unsur hakiki tertentu, maka unsur-unsur itu pasti ada pada entitas itu
dimana pun juga. Sebagai contoh, bila paruh merupakan bagian dari hakiki dari
seekor ayam, ayam dimana pun juga pasti memiliki paruh itu. Kita tidak harus
menyelidiki 1000 ayam untuk mengambil kesimpulan seperti itu.
Dengan landasan
seperti ini Chomsky hanya membedakan dua macam universal, yakni universal
substantif dan universal formal. Universal substantif berupa unsur atau elemen
yang membentuk bahasa. Jadi, nomina, verba, dan adjektiva, misalnya contoh dari
universal substantif.
Universal formal
berkaitan dengan cara bagaimana universal substantif itu diatur. Pengaturan
elemen-elemn ini berbeda dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Karena itulah,
mskipun pada dasarnya bahasa itu sama, wujud lahiriahnya berbeda-beda.
Menurut Chomsky
(1999: 34), manusia mempunyai faculties of the mind, yakni, semacarn
"kapling-kapling intelektual" dalarn benakJotaknya. Salah satu
kapling itu adalah untuk bahasa. Kapling kodrati yang dibawa sejak lahir itu
oleh Chomsky dinarnakan Language
Acquisition Device, LAD, yang telah diterjemahkan menjadi Piranti
Pemerolehan Bahasa, PPB (Dardjowidjojo 2000: 19). PPB menerima masukan dari
lingkungan di sekitarnya dalarn bentuk kalimat yang tidak semuanya apik (well-formed).
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Bahasa
Pada pembahasan ini akan dijelaskan faktor yang mempengaruhi akuisisi atau
pemerolehan bahasa pertama. Faktor – faktor dapat dibagi menjadi tiga kategori
yaitu:
a)
Neurological
b)
Psychological
c)
Environmental
Semua proses perkembangan, faktor neorologis dan psikologis mempunyai
peranan penting dalam perkembangan bahasa. Organisme manusia didesain dan
diprogramkan secara biologis untuk mempelajari bahasa. Mulai sejak lahir, bayi
tidak dapat membuat bunyi ujaran tertentu sebab neorologis dan anatomis mereka
belum siap memproduksi bahasa. Sejumlah muturasi fisikis harus muncul sebelum
bahasa dapat dihasilkan.
Sebagaimana telah dijalaskan bahwa perkembangan mofologi dan makna terdapat
dua meknisme dasar psikologi yang bekerja pada pemerolehan atau akuisis
bahasa. Mekanisme tersebut berinteraksi
dengan penglihatan sesorang baik dalam proses maupun produksi ujaran. Mekanisme
lain dalam perkembangan bahasa adalah integrasi. Hal ini berhubungan dengn
perkembangan prase struktur dalam diri anak-anak yang mampu mengembangkan
langkah-langkah menuju perkembangan grammer.
Mungkin faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan bahasa
adalah bahasa yang digunakan oleh orang dewasa ketika mereka berbicara kepada anak-anak. Orang dewasa mengggunakan
tiga tipe strategi komunikasi Yaitu expansion, modeling dan reduction (Titton
& Danise 1985:76)
3.1 Kontroversi antara Nurture dengan
Nature
Manusia di manaa
pun juga pasti akan dapat menguasai, atau lebih tepatnya memperoleh, bahasa
asalkan dia tumbuh dalam suatu masyarakat. Proses pemerolehan ini merupakan
suatu hal yang kontroversial di antara ahli bahasa. Mereka mempermasalahkan apakah
pemerolehan itu bersifat nurture atau nature. Mereka yang
menganut aliran behaviorisme mengatakan bahwa pemerolehan bahasa itu bersifat nurture,
yakni, pemerolehan itu ditentukan oleh alam lingkungan. Menurut aliran ini,
manusia dilahirkan dengan suatu tabula rasa, yakni, semacam piring
kosong tanpa apa pun.
Pada tahun 1959,
Chomsky menulis resensi yang secara tajam menyerang teori Sknner. Pada dasarnya,
comsky berpandangan bahwa pemerolehan bahasa itu bukan didasrkan pada nurture
tetapi nature. Anak memperoleh kemampuan untuk berbahasa seperti dia memperoleh
kemampuan untuk berdiri dan berjalan. Anak tidak dilahirkan sebagai piring
kosong, tabula rasa, tetapi dia telah dibekali dengan sebuah alat yang
dinamakan piranti pemerolehan bahasa. Piranti ini bersifat universal, artinya anak mana pun memliki piranti ini.
Ini terbukti adanya kesamaan antara satu anak dengan anak yang lain dalam
proses pemerolehan bahasa mereka. Nurture, akni, masukan yang berupa bahasa
hanya akan menentukan bahasa mana yang akan diperoleh anak, tetapi prosesnya
itu bersifat kodrati (innate) dan inner-directed.
Baik nature maupun
nurture diperlukan untuk pemerolehan bahasa. Nature diperlukan karena tanpa
bekal kodrati makhluk tidak mungkin dapat berbahasa. Nurture juga
diperlukan karena tanpa adanya input dari alam sekitar bekal yang
kodrati itu tidak akan terwujud.
4. Universal dalam Pemerolehan Bahasa
Dari berbagai
macam universal serta proses pemerolehan bahasa seperti digambarkan di
atas tampak bahwa pemerolehan bahasa seorang anak berkaitan erat dengan konsep
universal. Sejauh mana konsep universal itu mempengaruhi pemerolehan
kelihatannya tergantung pada sifat kodrati komponen bahasa.
4.1 Universal pada Komponen Fonologi
Dalam masalah
kaitan antara konsep univeral dengan pemerolehan fonologi, ahli yang
pandangannya sampai kini belum disanggah orang adalah Roman Jakobson. Dialah
yang mengemukakan adanya universal pada bunyi bahasa manusia dan urutan
pemerolehan bunyi-bunyi tersebut. Menurut dia, pemerolehan bunyi berjalan
selaras dengan kodrat bunyi itu sendiri. Bunyi pertama yang keluar waktu anak
mulai berbicara adalah kontras antara konsonan dan vokal. Dalam hal vokal,
hanya bunyi la!, Iii, dan Iul yang akan keluar duluan. Dari tiga
bunyi ini, Ia! akan keluar lebih dahulu daripada Iii atau Iul.
Mengapa demikian? Sebabnya adalah bahwa ketiga bunyi ini membentuk apa yang
dia namakan Sistem Vokal Minimal (Minimal Vocalic System): bahasa mana
pun di dunia pasti memiliki minimal tiga vokal ini (Jakob son 1971: 8-20). Dari
tiga bunyi ini bunyi Ia!lah yang paling mudah diucapkan.
4.1 Universal pada Komponen Fonologi
Mengenai konsonan
Jakobson mengatakan bahwa kontras pertama yang muncul adalah oposisi antara
bunyi oral dengan bunyi nasal (/p-bl dan Im-n/) dan kemudian disusul
oleh kontras antara bilabial dengan dental (/pl - It/). Sistem
kontras ini dinamakan Sistem Konsonantal Minimal (Minimal Consonantal System). Ada pula urutan universal yang umumnya
diikuti anak. Prinsip yang dinamakan sini dan kini (here and now) tampaknya
universal. Artinya, di mana pun juga kosakata yang dikuasai anak pertama-tama
adalah kosakata dari objek yang ada di sekelilingnya (=sini) dan yang
saat itu ada (=kini). Anak belum bisa membayangkan benda yang tidak ada,
atau peristiwa yang sudah atau belum terjadi.
5. Rerata
Panjang Ujaran
Untuk mengukur
perkembangan sintaksis anak, banyak dipakai temuan Brown (1973) yang dikenal
dengan nama Mean Length of Utterance, MLU, yang telah diterjemahkan
menjadi Rerata Panjang Ujaran, RPU (Dardjowidjojo 2000: 40). Cara menghitung panjang
ujaran anak adalah: (a) ambil sampel sebanyak 100 ujaran, (b) hitung jumlah
morfemnya, dan (e) bagilah jumlah morfem itu dengan jumlah ujaran. Jadi,
seandainya ada 253 morfem, maka RPU adalah 253 : 100 = 2.5.
Oleh Brown RPU ini
dipakai untuk menentukan tahap pemerolehan: Tahap I =
RPU antara 1.0 - 2.0, sekitar umur 12-26 bulan; Tahap II = RPU antara
2.0-2.5, sekitar umur 27-30 bulan.
6. Bahasa
Ibu Versus Bahasa Sang Ibu
Untuk menghindari
kesalah-fahaman, perlu dibedakan istilah bahasa ibu dari bahasa sang ibu.
Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai atau diperoleh anak. Bahasa ibu
adalah padanan untuk istilah Inggris native language.sedangkan. Bahasa sang ibu adalah bahasa yang
dipakai oleh orang dewasa pada waktu berbicara dengan anak yang sedang dalam
proses memperoleh bahasa ibunya.
Bahasa sang ibu
mempunyai ciri-ciri khusus: (a) kalimatnya umumnya pendek-pendek, (b) nada
suaranya biasanya tinggi, (c) intonasinya agak berlebihan, (d) laju ujaran agak
lambat, (e) banyak redundansi (pengulangan), dan (f) banyak memakai kata sapaan (Moskowitz 1981; Pine 1994: 15;
Barton dan Tomasello 1994: 109).
Menurut Chomsky, bahasa sang ibu itu ”amburadul” (degenerate), artinya,
bahasa yang kita pakai tidak selamanya apik. Akan tetapi, dari input yang tidak
apik ini anak dapat menyaringnya menjadi sistem yang apik. Kualitas input ini
menjadi bahan yang kontroversial. Orang-orang gleitman (1977) dan snow (1997)
menemukan dalam penelitian mereka bahwa bahasa sang ibu itu ternyata tidak
sejelek seperti yang dinyatakan chomsky-bahkan lebih banyak baiknya daripada
amburadulnya!
7. Komprehensi dan Produksi
Manusia, baik
anak maupun dewasa, mempunyai dua tingkat kemampuan yang berbeda dalam
berbahasa. Sebagai orang dewasa, kita menyadari jumlah kosakat yang kita pakai
secara aktif lebih rendah daripada kata-kata yang dapat kita mengerti. Begitu
juga anak: di mana pun juga kemampuan anak untuk memahami apa yang dikatakan
orang jauh lebih cepat dan jauh lebih baik daripada produksinya. Sebagian peneliti
mengatakan bahwa kemampuan anak dalam komprehensi adalah lima kali lipat
dibandingkan dengan produksinya (Benedict 1979 dalam Fletcher dan Garman 1981:
6). Sementara itu, Fenson dkk (dalam Barret 1995: 363) mengatakan bahwa pada
saat anak dapat memproduksi 10 kata, komprehensinya adalah 110 kata; jadi, 11
kali lipat daripada produksinya. Ketidak seimbangan antara komprehensi dengan
produksi ini tampak pada perilaku bahasa sehari-hari si anak.
8. Proses Pemerolehan Bahasa
Pada umur sekitar
6 minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip dengan bunyi konsonan
atau vokal. Bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya karena memang belum terdengar
dengan jelas. Proses mengeluarkan bunyi-bunyi seperti ini dinamakan cooing, yang
telah diterjemahkan menjadi dekutan (Dardjowidjojo 2000: 63). Anak mendekutkan
bermacam-macam bunyi yang belum jelas identitasnya.
8.2 Pemerolehan dalam Bidang Sintaksis
Dalam bidang
sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata (atau
bagian kata). Kata ini, bagi anak, sebenamya adalah kalimat penuh, tetapi
karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya mengambil
satu kata dari seluruh kalimat itu.
Bahwa dalam ujaran yang dinamakan Ujaran Satu Kata, USK, (one word
utterance) anak tidak sembarangan saja memilih kata itu; dia akan memilih
kata yang memberikan informasi barn.
8.2.1 Bentuk Tatabahasa pada Anak
Pada tahun 1963
Martin Braine, Universitas California di Santa Barbara, mendapati dalam
penelitiannya bahwa urutan dua kata yang dipakai anak ternyata mengikuti aturan
tertentu. Kata-kata tertentu selalu berada pada tempat tertentu pula dan ada
katakata
yang tidak pernah muncul sendirian.
Tatabahasa seperti
ini kini dikenal dengan nama Pivot Grammar. Dengan tatabahasa seperti
ini anak akan mengucapkan kalimat seperti (5) atau (6).
Bahwa anak
mengikuti pola universal juga tampak pada aspek-aspek gramatikal yang lain.
Brown, misalnya, menemukan bahwa pemerolehan 14 morfem bahasa Inggris mengikuti
urutan tertentu.
8.3 Pemerolehan pada Bidang Leksikon
Sebelum anak dapat
mengucapkan kata, dia memakai cara lain untuk berkomunikasi: dia memakai tangis
dan gestur (gesture, gerakan tangan, kaki, mata, mulut, dsb). Pada awal
hidupnya anak memakai pula gestur seperti senyum dan juluran tangan untuk
meminta sesuatu. Dengan cara-cara seperti ini anak sebenamya memakai
"kalimat" yang protodeklaratif dan protoimperatif (Gleason
dan Ratner 1998: 358).
Pada kasus Echa,
anak indonesia mulai memakai bentuk yang dapat dinamakan kata agak belakangan.
Echa baru mengeluarkan bunyi yang dapat dikenal sebagai kata pada sekitar umur
1:5. penentuan ini berlandaskan pada pandangan Dromi (1987:15) yang mengatakan
bahwa untuk suatu bentuk dapat dianggap telah dikuasai anak, maka bentuk itu
harus memiliki a) kemiripan fonetik dengan bentuk kata orang dewasa, dan b)
korelasi yang ajeg antara bentuk dengan referen atau maknanya.
8.3.1 Macam Kata yang Dikuasai Anak
Macam kata yang
dikuasai anak mengikuti prinsip sini dan kini. Dengan demikian kata-kata
apa yang akan diperoleh anak pada awal ujarannya ditentukan oleh lingkungannya.
Dari macam kata
yang ada, yakni, kata utama dan kata fungsi, anak menguasai kata utama lebih
dahulu. Karena utama ada paling tidak tiga, yakni, nomina, verba, Ahli seperti
Bloom (1975 dan 1993) dan Tardif (1995) menyatakan bahwa anak menguasai verba
lebih awal dan lebih banyak daripada nomina. Sebaliknya, ahli seperti Gentner
(1982) berpandangan lain, yakni, anak menguasai nomina lebih dahulu dan
jumlahnya pun paling banyak.
8.3.2 Cara Anak Menentukan Makna
Cara anak
menentukan makna suatu kata bukanlah hal yang mudah. Dari masukan yang ada,
anak harus menganalisis segala macam fiturnya sehingga makna yang diperolehnya
itu akhirnya sama dengan makna yang dipakai oleh orang dewasa.
Dalam hal
penentuan makna suata kata, anak mengikuti prinsip-prinsip universal, salah
satu di antaranya adalah yang dinamakan overextension yang telah
diterjemahkan menjadi penggelembungan makna (Dardjowidjojo 2000). Diperkenalkan
dengan suatu konsep bam, anak eenderung untuk mengarnbil salah satu fitur dari
konsep itu, lalu menerapkannya pada konsep lain yang memiliki fitur tersebut.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa penggelembungan dapat berdasarkan bentuk,
ukuran, gerakan, bunyi, dan tekstur (texture).
8.3.3 Cara Anak Menguasai Makna Kata
Anak tidak
menguasai makna kata secara sembarangan. Ada strategi-strategi tertentu yang
diikuti (Golinkoff dkk 1994 dalam Gleason dan Ratner 1998: 361). Anak memakai,
misalnya, strategi referensi dengan menganggap bahwa kata pastilah merujuk
pada benda, perbuatan, proses, atau atribut. Dengan strategi ini anak yang baru
mendengar suatu kata baru akan menempelkan makna kata itu pada salah satu dari
referensi tersebut.
Strategi lain adalah strategi cakupan objek (object sope).
Pada strategi ini kata yang
merujuk pada objek itu secara keseluruhan, tidak hanya sebagian dari objek itu.
Strategi ketiga adalah strategi peluasan (extendability). Strategi ini mengasumsikan bahwa kata tidak
hanya merujuk pada objek aslinya saja tetapi juga pada objek-objek lain dalam
kelompok yang sama itu.
Strategi
keempat adalah eakupan kategorial (categorical scope). Strategi ini menyatakan bahwa katadapat
diperluas pemakaiannya untuk objek-objek yang termasuk dalam kategori dasar
yang sama.
Strategi kelima adalah strategi "nama-baru - kategori
takbemama" (novel name-nameless category). Anak yang mendengar kata dan setelah dicari dalam leksikon mental dia
ternyata kata itu tidak ada rujukannya, maka
kata itu akan dianggap kata baru danmaknanya ditempelkan pada objek, perbuatan,
atau atribut yang dirujuk oleh kata itu.
Strategi keenam adalah strategi konvensionalitas (conventionality).
Anak berasumsi bahwa pembicaraa
memakai kata-kata yangtidak terlalu umum tetapi juga tidak terlalu khusus.
Dalam penguasaan
makna kata anak menghadapi banyak kendala karena kata memiliki derajat kesukaran yang berbeda-beda. Pada
umumnya kata-kata yang kongkrit lebih mudah daripada yang abstark dan karenya
lebih mudah serta lebih dapat dipercaya.
8.4
Pemerolehan dalam Bidang Pragmatik
Karena pragmatik
merupakan bagian dari perilaku berbahasa maka penelitian mengenai pemerolehan
bahasa perlu pula mengamati bagaimana anak mengembangkan kemampuan pragmatiknya.
Nino dan Snow (1996: 11) menyarankan agar kita mengamati (a) pemerolehan niat
komunikatif (communicative intents) dan pengembangan ungkapan bahasanya,
(b) pengembangan kemampuan untuk bercakap-cakap dengan segala urutannya, dan
(c) pengembangan piranti untuk membentuk wacana yang kohesif.
8.4.1 Pemerolehan Niat Komunikatif
Dari
minggu-minggu pertama sesudah lahir, anak mulai menunjukkan niat komunikatfnya
dengan antar lain tersenyum, menoleh bila dipanggil, menggpai bila diberi
sesuatu, memberikan sesuatu kepada orang lain. Semua ini ditemukan pada saat
pra vokalisasi dansering dirujuk dengan istilah protodeklaratif dan proto
imperatif (ninio dan Snow, 1996: 47). Setelah perkembangan
biologisnyamemungkinkan anak mulai mewujudkan niat komunikatifnya dalam bentuk
bunyi. Dari penelitian nino dan snow didapati bahwa arah ujaran-ujaran awal
adalah ke diri anak, artinya semua ujaran yang dikeluarkan diarahkan untuk
kepentingan diri sendiri, bukan untuk orang lain. Karena itulah, pada awal
hidupnya anak kelihatan egois dan egonsentris.
8.4.2 Pemerolehan Kemampuan Percakapan
Mengenai kempuan percakapan, anak juga secara bertahap
menguasai aturan-aturan yang lain. Seperti dinyatakan sebelumnya, percakapn
mempunyai struktur yang terdiri dari tiga komponen (1) pembukaan, (20 giliran,
(3) penutup. Secara naluri anak akan tahu kapan pembukaan percakapanm itu
terjadi.
Dari penelitian Pan dan Snow (1999:233) didapati bahwa
pada umur 1,8 anak hanya menanggapi sekitar 33% dari apa yang ditanyakan oleh
oangtuanya. Presentase ini naik menjadi 56,7% pada umur 2,5 – 3,00. begitu pula
relevansinya, hanya sekitar 19% dari tanggapan anak yang relevan dengan topik
yang sedang dibicarakan (owens, 1996:275).
8.5 Pengembangan Piranti Wacana
Pada anak wacana umumnya
berbentuk percakapan antara anak dengan orang dewasa atau dengan anak lain.
Percakapan seperti ini dapat berjalan cukup lancar karena interlokutor anak
adalah orang-orang dekat yang umumnya memberikan dukungan kalimat-kalimat
penyambung (Habis itu, ke mana si Kanci/ pergi?, dsb), dan yang
dibicarakan adalah hal-hal yang dikenal anak
8.6 Waktu Pemerolehan Bahasa Dimulai
Melalui saluran intrauterine
anak telah terekspos pada bahasa manusia waktu dia masih janin (Kent dan
Miolo 1996: 304). Kata-kata dari ibunya tiap hari dia dengar dan secara
biologis kata-kata itu "masuk" ke janin. Kata-kata ibunya ini rupanya
"tertanam" pada janin anak. Itulah salah satu sebabnya mengapa di
mana pun juga anak selalu lebih dekat pada ibunya daripada ayahnya. Seorang
anak yang menangis akan berhenti menangisnya bila digendong oleh ibunya.
Dengan memkai alat yang
dinamakan High amplitude Sucking Paradigm (HASP) anak umur di bawah umur 3
bulan ternyata sudah dapat membedakan VOT. Pada eksperimen ini akan diberi dot
khusus lalu diperdengarkan bunyi, misalnya, /ba/. Pada saat mendengar bunyi
itu, jumlah denyutan naik, tapi kemudian menurun. Kemudian diberikan bunyi lain
/pa/, dan denyutannya naik lagi. Dari ini disimpulkan bahwa anak telah dapat
membedakan bunyi sangat awal.
BAB III
KESIMPULAN
Psikolinguistik adalah suatu
bidang ilmu yang membahas hubungan bahasa dengan dengan otak dalam memores dan
menghasilkan ujaran dan dalam pemerolehan bahasa. Hal ini berarti bahwa
psikolinguistik menekankan tentang bagaimana sesorang memores dan menghasilkan
ujaran dan pemerolehan bahasa itu berlangsung.
Pada umumnya anak memperoleh
kecakapan berbahasa melalui bunyi-bunyi bahasa yang ia dengar di sekelilingnya
tanpa disengaja atau diperintah. Kecakapan berbahasa berkembang secara terus
menerus sesuai dengan perkembangan intelegensi dan latar belakang sosial-budaya
yang membentuknya.
Ada tiga masalah dalam
pemerolehan bahasa, yaitu masalah kesinambungan, masalah pembawaan lahir dalam
bahasa, dan masalah pemahaman dan produksi.
thanks y bos.... membantu bgt buat tgs kuliah :)
BalasHapusthanks
BalasHapusTerima kasih
BalasHapussyukron
BalasHapus