Selasa, 29 Mei 2012

Contoh Proposal Eksperiment


BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam membentuk kepribadian manusia seutuhnya dikarenakan seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mengakibatkan persaingan hidup semakin ketat. Untuk menghadapi persaingan tersebut setiap individu perlu dibekali kemampuan untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri, mandiri, dan dapat menjawab tantangan global agar berhasil di masa yang akan datang. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat diperoleh dan dikembangkan melalui pendidikan, karena pendidikan merupakan suatu upaya mempersiapkan individu melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang. Menurut Sudirman dalam Herlina (2006) pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang untuk mempengaruhiseseorang atau sekelompok orang lain agar lebih dewasa atau mencapai tingkathidup dan penghidupan yang lebih tinggi.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal, sebagai berlangsungnya kegiatan belajar mengajar dimana terjadi interaksi timbal balik antara guru dan siswa saat pengajaran berlangsung. Oleh karena itu sekolah harus senantiasa berusaha menciptakan suasana belajar sebaik-baiknya agar tujuan pendidikan bisa tercapai.
1
 
Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan yang menjadi identitas bangsa Indonesia. Untuk menjaga kelestarian dan kemurnian bahasa Indonesia maka diperlukan berbagai upaya. Contoh upaya untuk menjaga kemurnian bahasa Indonesia adalah dengan menuliskan kaidah-kaidah ejaan dan tulisan bahasa Indonesia dalam sebuah buku yang disebut dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). EYD dapat digunakan sebagai pedoman dalam kegiatan berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dengan benar, baik komunikasi secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan upaya lain yang dapat digunakan untuk melestarikan bahasa Indonesia adalah dengan menanamkan bahasa Indonesia sejak dini.
Penanaman bahasa Indonesia sejak dini adalah memberikan pelatihan dan pendidikan tentang bahasa Indonesia sejak anak masih kecil. Pelaksanaan pendidikan bahasa Indonesia pada anak dapat dilakukan melalui pendidikan informal, pendidikan formal, maupun pendidikan nonformal. Pendidikan informal dilakukan oleh keluarga di rumah. Pendidikan ini dilakukan saat anak berada di rumah bersama dengan keluarganya. Sedangkan pendidikan formal dilaksanakan di dalam lembaga pendidikan resmi mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi. Dalam pendidikan formal ini gurulah yang berperan penting dalam menanamkan pengetahuan akan bahasa Indonesia. Sedangkan pendidikan nonformal dilaksanakan di luar rumah dan sekolah, dapat melalui kursus, pelatihan-pelatihan, pondok pesantren dan lain sebagainya.
Pendidikan bahasa Indonesia di lembaga formal dimulai dari SD. Jumlah jam pelajaran bahasa Indonesia di SD kelas I, II dan III sebanyak 6 jam pelajaran. Sedangkan kelas IV, V dan VI sebanyak 5 jam pelajaran. Banyaknya jumlah jam pelajaran Bahasa Indonesia dimaksudkan agar siswa mempunyai kemampuan berbahasa Indonesia yang baik serta mempunyai kemampuan berpikir dan bernalar yang baik yang dapat disampaikan melalui bahasa yang baik pula.
Bahasa Indonesia merupakan salah satu materi penting yang diajarkan di SD, karena bahasa Indonesia mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat penting bagi kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia sebagaimana dinyatakan oleh Akhadiah  dalam Kurnia Septa (2011) adalah agar siswa ”memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar serta dapat menghayati bahasa dan sastra Indonesia sesuai dengan situasi dan tujuan berbahasa serta tingkat pengalaman siswa sekolah dasar”.
Dari penjelasan Akhadiah tersebut maka tujuan pembelajaran bahasa Indonesia dapat dirumuskan menjadi empat bagian.
(1)     Lulusan SD diharapkan mampu menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.
(2)     Lulusan SD diharapkan dapat menghayati bahasa dan sastra Indonesia.
(3)     Penggunaan bahasa harus sesuai dengan situasi dan tujuan berbahasa.
(4)     Pengajaran disesuaikan dengan tingkat pengalaman siswa SD.
Butir (1) dan (2) menunjukkan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia SD yang mencakup tujuan pada ranah kognitif dan afektif. Butir (3) menyiratkan pendekatan komunikatif yang digunakan. Sedangkan butir (4) menyiratkan sampai di mana tingkat kesulitan materi pelajaran Bahasa Indonesia yang diajarkan.
Dari tujuan tersebut jelas tergambar bahwa fungsi pengajaran bahasa Indonesia di SD adalah sebagai wadah untuk mengembangakan kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi bahasa itu, terutama sebagai alat komunikasi. Pembelajaran bahasa Indonesia di SD dapat memberikan kemampuan dasar berbahasa yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikan di sekolah menengah maupun untuk menyerap ilmu yang dipelajari lewat bahasa itu. Selain itu pembelajaran bahasa Indonesia juga dapat membentuk sikap berbahasa yang positif serta memberikan dasar untuk menikmati dan menghargai sastra Indonesia. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia perlu diperhatikan pelestarian dan pengembangan nilai-nilai luhur bangsa, serta pembinaan rasa persatuan nasional.
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia dalam BSNP (2006) dijabarkan menjadi beberapa tujuan. Tujuan bagi siswa adalah untuk mengembangkan kemampuannya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya. Adapun tujuan bagi guru adalah untuk mengembangkan potensi bahasa siswa , serta lebih mandiri dalam menentukan bahan ajar kebahasaan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan siswanya. Tujuan bagi orang tua siswa adalah agar mereka dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program pembelajaran. Tujuan bagi sekolah adalah agar sekolah dapat menyusun program pendidikan kebahasaan sesuai dengan keadaan siswa dan sumber belajar yang tersedia. Sedangkan tujuan bagi daerah adalah agar daerah dapat menentukan sendiri bahan dan sumber belajar kebahasaan dengan kondisi kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan sosial.
Berdasarkan observasi pendahuluan di Sekolah Dasar , yaitu di SD Negeri Ganrang Jawa I dan SD Inpres Teamate tentang pembelajaran Bahasa Indonesia, hasil wawancara antara penulis dengan guru kelas V yaitu bapak Ismail dan bapak Kamaruddin adalah penulis mengetahui bahwa di  SD Negeri Ganrang Jawa I dan SD Inpres Teamate menggunakan metode pembelajaran tradisional, yaitu guru hanya menjelaskan sesuai konsep yang ada dan nilai ulangan bahasa indonesia yang diperoleh siswa  masih  belum  memuaskan. Penulis mencoba  melakukan  wawancara dengan salah satu siswa SD Negeri Ganrang Jawa I dan SD Inpres Teamate , penulis mengetahui bahwa selama pembelajaran berlangsung siswa merasa bosan, mengantuk, mengobrol dengan teman sebangkunya, bolak-balik ke toilet. Hal inilah yang mengakibatkan nilai ulangan harian siswa kurang memuaskan. Bahkan terkadang dalam ulangan harian ataupun ujian, siswa cenderung melihat pekerjaan temannya (menyotek) karena pelajaran yang diajarkan sulit untuk dipahami. Berdasarkan uraian tersebut, hasil belajar siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia  sampai saat ini kurang memuaskan disebabkan karena siswa sulit mengerjakan soal bahasa Indonesia karena metode pengajaran yang monoton. Dalam hal ini guru hanya menjelaskan sesuai buku paket  bahasa Indonesia. Pembelajaran merupakan suatu proses belajar dimana proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotoryang terjadi dalam diri siswa Muhibbin Syah dalam Kurnia Septa (2011). Dalam proses belajar pasti ada metode pembelajaran, salah satunya adalah metode permainan. Permainan  merupakan  kegiatan yang disukai semua kalangan  khususnya kalangan  anak-anak usia sekolah dasar. Karena didalamnya kita bebas berekspresi, bebas dari aturan “harus selalu berhasil”. Meski pada dasarnya dalam permainan pasti ada persaingan atau kompetisi, tetapi kesalahan yang ada dapat dijadikan motivasi untuk menang dalam permainan selanjutnya. Jika anak-anak dilarang bermain dan dipaksakan saja belajar, hatinya akan menjadi mati, kepintarannya akan tumpul dan mereka akan merasakan kepahitan  hidupnya Rohani dalam Kurnia Septa (2011).
Dikaitkan dengan pembelajaran, pembelajaran merupakan salah satu upaya untuk menata lingkungan agar proses belajar dapat terlaksana dengan optimal. Dan proses pembelajaran yang baik hendaknya diarahkan untuk memotivasi siswa agar memiliki keinginan untuk belajar dan mengembangkan proses belajarnya sendiri. Dalam hal ini, guru harus mempunyai cara-cara untuk menarik perhatiansiswa agar mau belajar, yaitu menggunakan variasi gaya mengajar, variasi penggunaan media dan variasi pada interaksi Susanto dalam Kurnia Septa (2011). Menurut Ruseffendi dalam Nurhani dalam Kurnia Septa (2011) agar pelajaran menarik bagi siswa,maka dalam pelajarannya kita dapat memasukkan permainan dan teka-teki, dikaitkan dengan persoalan sehari-hari, cara penyampaian materinya berganti-ganti, dan memberi kesempatan pada siswa untuk membawa seseuatu yang dapat dipelajarinya di sekolah. Jika siswa menyukai pelajaran bahasa indonesia, maka siswa akan senang belajar bahasa indonesia. Jika siswa sudah senang belajar bahasa indonesia, maka siswa akan selalu belajar. Sehingga hasil belajar siswa diharapkan lebih memuaskan. Permainan yang digunakan penulis adalah permainan Teka Teki Silang (TTS).
Berdasarkan uraian diatas, penulis mengadakan penelitian yang berjudul “PENGARUH METODE PERMAINAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR DAN HASIL BELAJAR  BAHASA INDONESIA SISWA KELAS V SD SE-GUGUS I KECAMATAN PATTALLASSANG” 
B.     MASALAH PENELITIAN
1.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah bahwa rendahnya motivasi dan hasil belajar bahasa Indonesia  siswa kelas V SD Negeri Ganrang jawa I dan SD Inpres Teamate Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa yang disebabkan karena hal-hal sebagai berikut:
a.       Guru selama ini hanya menggunakan metode ceramah, tanya jawab, latihan, dan tugas. Guru belum menggunakan alat peraga yang memadai, sehingga pembelajaran sangat verbalistik dan monoton.
b.       Guru hanya berperan mentransfer ilmu tanpa memperhatikan aspek kesiapan siswa.
2.     Pemecahan Masalah
Masalah tentang rendahnya motivasi dan hasil belajar bahasa indonesia siswa kelas V SD Negeri Ganrang jawa I dan SD Inpres Teamate Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa akan dipecahkan dengan menggunakan metode permainan Teka Teki Silang dalam pembelajaran.
3.     Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
1.      Apakah metode permainan mempunyai pengaruh positif terhadap hasil belajar bahasa indonesia siswa kelas V SD se gugus I Kecamatan Pattallassang?
2.      Apakah metode permainan mempunyai pengaruh positif terhadap motivasi belajar bahasa indonesia siswa kelas V SD se gugus I Kecamatan Pattallassang?
3.      Apakah metode permainan dan motivasi belajar bahasa indonesia secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar bahasa indonesia siswa kelas V SD Se gugus I Kecamatan Pattallassang?
C.      TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar bahasa Indonesia  dengan menggunakan metode Teka Teki Silang pada siswa kelas V SD Se-Gugus I Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa.
D.        MANFAAT PENELITIAN
Penelitian yang dilaksanakan di SD Negeri Ganrang jawa I dan SD Inpres Teamate Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa ini, menurut peneliti memiliki beberapa manfaat, yaitu :
1. Bagi Siswa
Dengan penelitian ini diharapkan motivasi hasil belajar bahasa Indonesia  siswa dapat meningkat
2.  Bagi Guru
Jika hasil penelitian ini dirasakan dapat membantu proses pembelajaran menjadi lebih baik, maka diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan para guru agar dapat menerapkan metode TTS sebagai usaha memperbaiki dan menyempurnakan proses pembelajaran.


3.  Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk  melaksanakan kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A.       KAJIAN PUSTAKA
1.  Pengertian Belajar
Belajar merupakan key term (istilah kunci) yang paling penting dalam pendidikan.Belajar merupakan suatu kegiatan mental yang tidak dapat diamati dari luar. Apa yang terjadi dalam diri seseorang tidak dapat diketahui secara langsung hanya dengan mengamati orang tersebut. Hasil belajar hanya bisa diamati, jika seseorang menampakkan kemampuan yang telah diperoleh melalui belajar. Karenanya, berdasarkan perilaku yang ditampilkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang telah belajar.
9
 
Menurut Morgan dalam Tanwein (2004) belajar dapat didefenisikan sebagai setiap perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan dan pengalaman. Sedangkan menurut Gagne dalam Suprijono, (2009) berpendapat bahwa belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Dan menurut Djamarah dalam Husniabdillah (2007) Belajar adalah  serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang relatif tetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
2.     PERMAINAN
a.            Pengertian Bemain
Dunia anak adalah dunia bermain, dalam kehidupan anak-anak, sebagian besar waktunya dihabiskan dengan aktivitas bermain. Filsuf Yunani, Plato, merupakan orang pertama yang menyadari dan melihat pentingnya nilai praktis dari bermain. Anak-anak akan lebih mudah mempelajari aritmatika melalui situasi bermain. Bermain dapat digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Mariani (2008) mengemukakan bahwa bermain diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan mempergunakan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian, memberikan informasi, memberikan kesenangan, dan dapat mengembangkan imajinasi anak.
Menurut Mariani (2008) mengemukakan bahwa di dalam bermain anak memiliki nilai kesempatan untuk mengekspresikan sesuatu yang ia rasakan dan pikirkan. Dengan bermain, anak sebenarnya sedang mempraktekkan keterampilan dan anak mendapatkan kepuasan dalam bermain, yang berarti mengembangkan dirinya sendiri. Dalam bermain, anak dapat mengembangkan otot kasar dan halus, meningkatkan penalaran, dan memahami keberadaan lingkungannya, membentuk daya imajinasi, daya fantasi, dan kreativitas.
Menurut Singer dalam Mariani (2008) mengemukakan bahwa bermain dapat digunakan anak-anak untuk menjelajahi dunianya, mengembangkan kompetensi dalam usaha mengatasi dunianya dan mengembangkan kreativitas anak. Dengan bermain anak memiliki kemampuan untuk memahami konsep secara ilmiah, tanpa paksaan.
Bermain menurut Mulyadi dalam Mariani (2008), secara umum sering dikaitkan dengan kegiatan anak-anak yang dilakukan secara spontan. Terdapat lima pengertian bermain :
1.      Sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai intrinsik pada anak
2.      Tidak memiliki tujuan ekstrinsik, motivasinya lebih bersifat intrinsik
3.      Bersifat spontan dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak
4.      Melibatkan peran aktif keikutsertaan anak
5.      Memilikii hubungan sistematik yang khusus dengan seuatu yang bukan bermain, seperti kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial dan sebagainya
Menurut Mariani (2008) menyatakan bahwa bermain, jika ditinjau dari sumber kegembiraannya di bagi menjadi dua, yaitu bermain aktif dan bermain pasif. Sedangkan jika ditinau dari aktivitasnya, bermain dapat dibagi menjadi empat, yaitu bermain fisik, bermain kreatif, bermain imajinatif, dan bermain manipulatif. Jenis bermain tersebut juga merupakan ciri bermain pada anak usia pra sekolah dengan menekankan permainan dengan alat (balok, bola, dan sebagainya) dan drama.
b.     Tahapan Perkembangan Bermain
Pada umumnya para ahli hanya membedakan atau mengkatergorikan kegiatan bermain tanpa secara jelas mengemukakan bahwa suatu jenis kegiatan bermain lebih tinggi tingkatan perkembangannya dibandingkan dengan jenis kegiatan lainnya.
Adapun tahapan kegiatan bermain menurut Jean Piaget dalam Mariani (2008) adalah sebagai berikut:
1) Permainan Sensori Motorik (± 3/4 bulan – ½ tahun)
Bermain diambil pada periode perkembangan kognitif sensori motor, sebelum 3-4 bulan yang belum dapat dikategorikan sebagai kegiatan bermain. Kegiatan ini hanya merupakan kelanjutan kenikmatan yang diperoleh seperti kegiatan makan atau mengganti sesuatu. Jadi merupakan pengulangan dari hal-hal sebelumnya dan disebut reproductive assimilation.
2) Permainan Simbolik (± 2-7 tahun)
Merupakan ciri periode pra operasional yang ditemukan pada usia 2-7 tahun ditandai dengan bermain khayal dan bermain pura-pura. Pada masa ini anak lebih banyak bertanya dan menjawab pertanyaan, mencoba berbagai hal berkaitan dengan konsep angka, ruang, kuantitas dan sebagainya . Seringkali anak hanya sekedar bertanya, tidak terlalu memperdulikan jawaban yang diberikan dan walaupun sudah dijawab anak akan bertanya terus. Anak sudah menggunakan berbagai simbol atau representasi benda lain. Misalnya sapu sebagai kuda-kudaan, sobekan kertas sebagai uang dan lain-lain. Bermain simbolik juga berfungsi untuk mengasimilasikan dan mengkonsolidasikan pengalaman emosional anak. Setiap hal yang berkesan bagi anak akan dilakukan kembali dalam kegiatan bermainnya.

3) Permainan Sosial yang Memiliki Aturan (± 8-11 tahun)
Pada usia 8-11 tahun anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan games with rules dimana kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh peraturan permainan.
4) Permainan yang Memiliki Aturan dan Olahraga (11 tahun keatas)
Kegiatan bermain lain yang memiliki aturan adalah olahraga. Kegiatan bermain ini menyenangkan dan dinikmati anak-anak meskipun aturannya jauh lebih ketat dan diberlakukan secara kaku dibandingkan dengan permainan yang tergolong games seperti kartu atau kasti. Anak senang melakukan berulang-ulang dan terpacu mencapai prestasi yang sebaik-baiknya.
Jika dilihat tahapan perkembangan bermain Piaget maka dapat disimpulkan bahwa bermain yang tadinya dilakukan untuk ketenangan lambat laun mempunyai tujuan untuk hasil tertentu seperti ingin menang, memperoleh hasil kerja yang baik.
Adapun tahapan perkembangan bermain menurut Hurlock dalam Mariani (2008) adalah sebagai berikut:
1) Tahapan Penjelajahan (Exploratory stage)
Berupa kegiatan mengenai objek atau orang lain, mencoba menjangkau atau meraih benda disekelilingnya lalu mengamatinya. Penjelajahan semakin luas saat anak sudah dapat merangkak dan berjalan sehingga anak akan mengamati setiap benda yang diraihnya.
2) Tahapan Mainan (Toy stage)
Tahap ini mencapai puncaknya pada usia 5-6 tahun. Antara 2-3 tahun anak biasanya hanya mengamati alat permainannya. Biasanya terjadi pada usia pra sekolah, anak-anak di Taman Kanak-Kanak biasanya bermain dengan boneka dan mengajaknya bercakap atau bermain seperti layaknya teman bermainnya.
3) Tahap Bermain (Play stage)
Biasanya terjadi bersamaan dengan mulai masuk ke sekolah dasar. Pada masa ini jenis permainan anak semakin bertambah banyak dan bermain dengan alat permainan yang lama kelamaan berkembang menjadi games, olahraga dan bentuk permainan lain yang dilakukan oleh orang dewasa.
4) Tahap Melamun (Daydream stage)
Tahap ini diawali ketika anak mendekati masa pubertas, dimana anak mulai kurang berminat terhadap kegiatan bermain yang tadinya mereka sukai dan mulai menghabiskan waktu untuk melamun dan berkhayal. Biasanya khayalannya mengenai perlakuan kurang adil dari orang lain atau merasa kurang dipahami oleh orang lain.
Dari penjelasan di atas maka dapat dipahami, bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh anak dengan spontan, dan perasaan gembira, tidak memiliki tujuan ekstrinsik, melibatkan peran aktif anak, memiliki hubungan sistematik dengan hal-hal diluar bermain(seperti perkembangan kreativitas), dan merupakan interaksi antara anak dengan lingkungannya, serta memungkinkan anak untuk beradaptasi dengan lingkungannya tersebut. Masa bermain pada anak memiliki tahap-tahap yang sesuai dengan perkembangan anak, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor dan sejalan juga dengan usia anak.
c.      Bermain dan Kreativitas Pada Anak
Bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan dan spontan sehingga hal ini memberikan rasa aman secara psikologis pada anak. Begitu pula dalam suasana bermain aktif, dimana anak memperoleh kesempatan yang luas untuk melakukan eksplorasi guna memenuhi rasa ingin tahunya, anak bebas mengekspresikan gagasannya melalui khayalan, drama, bermain konstruktif, dan sebagainya. Maka dalam hal ini memungkinkan anak untuk mengembangkan pearasaan bebas secara psikologis
Rasa aman dan bebas secara psikologis merupakan kondisi yang penting bagi tumbuhnya kreativitas. Anak-anak diterima apa adanya, dihargai keunikannya, dan tidak terlalu cepat di evaluasi, akan merasa aman secara psikologis. Begitu pula anak yang diberikan kebebasan untuk mengekspresikan gagasannya. Keadaan bermain yang demikian berkaitan erat dengan upaya pengembangan kreativitas anak.
Bermain memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan kreativitasannya. Ia dapat bereksperimen dengan gagasan-gagasan barunya baik yang menggunakan alat bermain atau tidak. Sekali anak merasa mampu menciptakan sesuatu yang baru dan unik, ia akan melakukan kembali pada situasi yang lain. Kreativitas memberi anak kesenangan dan kepuasan pribadi yang sangat besar dan penghargaan yang memiliki pengaruh nyata pada perkembangan pribadinya. Menjadi kreatif juga penting artinya bagi anak usia dini, karena menambah bumbu dalam permainannya. Jika kreativitas dapat membuat permainan menjadi menyenangkan, mereka akan merasa bahagia dan puas
Bermain memberikan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan dorongan-dorongan kreatifnya sebagai kesempatan untuk merasakan obyek-obyek dan tantangan untuk menemukan sesuatu dengan cara-cara baru, untuk menemukan penggunaan suatu hal secara berbeda, menemukan hubungan yang baru antara sesuatu dengan sesuatu yang lain serta mengartikannya dalam banyak alternatif cara. Selain itu bermain memberikan kesempatan pada individu untuk berpikir dan bertindak imajinatif, serta penuh daya khayal yang erat hubungannya dengan perkembangan kreativitas anak
Berbagai bentuk bermain yang dapat membantu mengembangkan kreativitas, antara lain:
1.      Mendongeng
2.      Menggambar
3.      Bermain alat musik sederhana
4.      Bermain dengan lilin atau malam
5.      Permainan tulisan tempel
6.      Permainan dengan balok
7.      Berolahraga

d.     Permainan Teka Teki Silang (TTS)
1.      Pengertian Teka Teki Silang
Teka-teki silang merupakan sebuah permainan yang cara mainnya yaitu mengisi ruang-ruang kosong yang berbentuk kotak dengan huruf-huruf sehingga membentuk sebuah kata yang sesuai dengan petujuk . Selain itu mengisi teka-teki silang atau biasa disebut dengan TTS memang sungguh sangat mengasikan , selain juga berguna untuk mengingat kosakata yang populer , selain itu juga berguna untuk pengetahuan kita yang bersifat umum dengan cara santai. Melihat karakteristik TTS yang santai dan lebih mengedepankan persamaan dan perbedaan kata , maka sangat sesuai kalau misalnya dipergunakan sebagai sarana peserta didik untuk latihan dikelas yang diberikan oleh guru yang tidak monoton hanya berupa pertanyaan-pertanyaan baku saja.
Teka-teki silang yang menjadi kegemaran lintas generasi ini, sesungguhnya merupakan hal baru, tetapi tidak begitu baru. Artinya, hal ini sudah berlangsung dari zaman ke zaman dengan format dan bentuk yang serupa tapi tak sama. Catatan sejarah menyatakan bahwa format TTS seperti sekarang sudah ada sejak zaman kuno. Bentuknya masih cukup sederhana, yaitu sebuah bujur sangkar berisi kata-kata, huruf-huruf yang sama pada bujur sangkar itu menghubungkan kata-kata secara vertikal dan horizontal. Hampir serupa dengan TTS yang kita kenal sekarang.
Kedua, pengertian media . Dalam buku Prof.Sri Anitah, M.Pd. dalam Sitti (2012) beberapa ahli yang berpendapat tentang pengertian media diantaranya Menurut Webster Dictonary dalam Sitti (2012) media atau medium adalah segala sesuatu yang terletak di tengah dalam bentuk jenjang , atau alat apa saja yang digunakan sebagai perantara atau penghubung dua pihak atau dua hal . Menurut Association for Educational Communications and Technology dalam Sitti (2012) , mendefinisikan media sebagai segala bentuk yang digunakan untuk menyalurkan informasi . Berbeda dengan pendapat Briggs dalam Sitti (2012) yang mengatakan bahwa media pada hekekatnya adalah peralatan fisik untuk membawakan atau menyempurnakan isi pembelajaran . Termasuk di dalamnya , buku , vidiotape, slide suara, suara guru atau salah satu komponen dari suatu sistem penyampaian. Di dalam tercakup segala peralatan fisik pada komunikasi seperti buku, slide, buku ajar, tape recorder. Gerlach dan Ely dalam Sitti (2012) menjelaskan pula bahwa media adalah grafik, fotografi, elektronik , atau alat-alat mekanik untuk menyajikan , memproses , dan menjelaskan informasi lisan atau visual . Smaldino, dkk dalam Sitti (2012) mengatakan bahwa media adalah suatu alat komunikasi dan sumber informasi . Berasal dari bahasa Latin yang berarti “antara” menunjuk pada segala sesuatu yang membawa informasi antara sumber dan penerima pesan .Dalam buku Media Pengajaran pengarang Dr. Nana Sudjana dan Drs. Ahmad Rivai dalam Sitti (2012) menerangkan bahwa media pengajaran mempunyai kedudukan sebagai alat bantu mengajar ada dalam komponen metodologi, sebagai salah satu lingkungan belajar yang diatur oleh guru.
Dari uraian di atas dapat saya simpulkan bahwa media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat mengantarkan pesan pembelajaran antara pengajar dan pebelajar agar pebelajar dapat menerima atau menangkap suatu pesan tersebut dengan mudah sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Teka Teki Silang atau disingkat TTS adalah suatu permainan di mana kita harus mengisi ruang-ruang kosong (berbentuk kotak putih) dengan huruf-huruf yang membentuk sebuah kata berdasarkan petunjuk yang diberikan. Petunjuknya biasa dibagi ke dalam kategori 'Mendatar' dan 'Menurun' tergantung posisi kata-kata yang harus diisi.
2.      Teka-Teki Silang sebagai Media Pembelajaran
Belajar bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja dan tidak selamanya bersentuhan dengan hal – hal yang kongkrit, baik dalam konsep maupun faktanya. Belajar dalam realitasnya seringkali bersentuhan dengan hal-hal yang bersifat kompleks, maya dan berada di balik realitasnya. Oleh sebab itu suatu media memiliki andil yang besar dalam menjelaskan hal – hal yang abstrak dan menunjukan hal – hal yang tersembunyi. Dalam pembelajaran sering terjadi ketidakjelasan atau kerumitan bahan ajar sehingga dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Terkadang peran media dapat mewakili kekurangan pengajar dalam menyampaikan atau mengkomunikasikan materi pelajaran kepada pengajar . Tetapi kadang peran media tidak sepenuhnya menunjang proses pengajar sebab penggunaanya yang tidak sejalan dengan tujuan pengajaran . Karena itu tujuan pengajaran harus dijadikan sebagai dasar atau acuan untuk menggunakan suatu media. Apabila hal tersebut diabaikan maka media bukan lagi sebagai alat bantu pengajaran tetapi sebagai penghambat dalam pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. Media memang penting dalam proses pengajaran akan tetapi tidak bisa menggeser peran guru di dalam kelas, sebab media hanya berupa alat bantu yang fungsinya memfasilitasi guru dalam pengajaran.
Saat ini masih banyak permasalahan yang muncul dalam kegiatan pembelajaran di sekolah . Misalnya Peserta didik kurang tertarik pada pelajaran, Peserta didik cenderung pasif dalam proses pembelajaran , Peserta didik merasa bosan untuk belajar dan sebagainya. Hal tersebut dikarenakan proses pembelajaran umumnya tidak menggunakan media , guru biasanya menggunakan metode ceramah sehingga yang aktif hanya gurunya saja , sedangkan peserta didik pasif. Padahal seiring berjalannya waktu , media pembelajaran saat ini sangat beragam jenisnya di pasaran. Para pendidik bisa mudah mendapatkannya . Namun, mengingat biaya dalam mendapatkam media pembelajaran yang tidak sedikit, sehingga bagi sekolah-sekolah yang kategorinya kurang mampu, mungkin belum bisa memanfaatkan media tersebut. Maka dari itulah, guru dituntut lebih kreatif untuk menciptakan dan menemukan media pembelajaran yang kategorinya lebih murah. Namun dilain sisi, banyak guru yang beranggapan bahwa media pembelajaran tidaklah terlalu penting dalam proses belajar. Mereka beranggapan bahwa membuat media pembelajaran hanyalah membuang waktu dan tenaga. Sebab, mereka beranggapan yang terpenting bagi pengajar adalah cara mengajar dan menerangkan pelajaran di kelas dengan benar. Mereka berfikir tidak perlu repot-repot membuat media pembelajaran sebab tidak terlalu penting . Begitulah pendapat guru yang tidak mau berepot-repot menyiapkan media pembelajaran.
Di zaman yang sekarang ini , Peserta didik sangat menuntut pengajar untuk mengajar lebih kreatif agar tidak membosankan. Karena itu, pengajar sangat memerlukan metode dan teknik-teknik baru dalam mengajar. Sebenarnya, bila kita bisa berpikir kreatif, apa pun yang kita temukan di sekitar kita bisa digunakan sebagai media pembelajaran dan tidak harus yang mahal-mahal . Pengajar dapat memanfaatkan permainan sebagai media pembelajaran misalnya yang kita bahas saat ini yaitu media pembelajaran ‘Teka-Teki Silang’.
Kata Teka-Teki Silang mungkin tidak asing lagi ditelinga kita semua mengingat sejarah Teka-Teki silang seperti yang sudah dijelaskan diatas . Teka-teki silang merupakan sebuah permainan yang cara mainnya yaitu mengisi ruang-ruang kosong yang berbentuk kotak dengan huruf-huruf sehingga membentuk sebuah kata yang sesuai dengan petujuk . Selain itu mengisi teka-teki silang atau biasa disebut dengan TTS memang sungguh sangat mengasikan , selain juga berguna untuk mengingat kosakata yang populer , selain itu juga berguna untuk pengetahuan kita yang bersifat umum dengan cara santai. Mengisi sebuah teka-teki silang membuat kita berpikir untuk mencari jawaban. Dan apabila belum menemukan jawabannya maka perasaan penasaran melanda dan mencari cara untuk memecahkanya . Biasanya orang mengisi TTS dalam keadaan santai dan mengisi TTS untuk mengisi waktu luang.
Melihat karakteristik TTS yang santai dan lebih mengedepankan persamaan dan perbedaan kata , maka sangat sesuai kalau misalnya dipergunakan sebagai sarana peserta didik untuk latihan dikelas yang diberikan oleh guru yang tidak monoton hanya berupa pertanyaan-pertanyaan baku saja.
Teka-teki silang akan dijadiakn media pembelajaran peserta didik , mengingat karakteristik permainan TTS yang mudah dan menyenangkan, diharapkan dapat mempermudah proses pembelajaran selain itu karakteristik peserta didik yang umumnya senang untuk diajak bermain.
3.     Motivasi
1.     Pengertian Motivasi
Menurut Mc. Donald, yang dikutip Oemar Hamalik (2003) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dengan pengertian ini, dapat dikatakan bahwa motivasi adalah sesuatu yang kompleks.
Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan bergayut dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu.
Ada beberapa cara meningkatkan motivasi belajar anak dalam kegiatan belajar di sekolah, misalnya saja seperti yang diungkapkan A.M. Sardiman (2005:92-94), yaitu :
a. Memberi angka
Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak siswa yang justru untuk mencapai angka/nilai yang baik. Sehingga yang dikejar hanyalah nilai ulangan atau nilai raport yang baik. Angka-angka yang baik itu bagi para siswa merupakan motivasi belajar yang sangat kuat. Yang perlu diingat oleh guru, bahwa pencapaian angka-angka tersebut belum merupakan hasil belajar yang sejati dan bermakna. Harapannya angka-angka tersebut dikaitkan dengan nilai afeksinya bukan sekedar kognitifnya saja.
b.   Hadiah
Hadiah dapat menjadi motivasi belajar yang kuat, dimana siswa tertarik pada bidang tertentu yang akan diberikan hadiah. Tidak demikian jika hadiah diberikan untuk suatu pekerjaan yang tidak menarik menurut siswa.
c.    Kompetisi
Persaingan, baik yang individu atau kelompok, dapat menjadi sarana untuk meningkatkan motivasi belajar. Karena terkadang jika ada saingan, siswa akan menjadi lebih bersemangat dalam mencapai hasil yang terbaik.
d.   Ego-involvement
Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras adalah sebagai salah satu bentuk motivasi yang cukup penting. Bentuk kerja keras siswa dapat terlibat secara kognitif yaitu dengan mencari cara untuk dapat meningkatkan motivasi belajar.
e.   Memberi Ulangan
Para siswa akan giat belajar kalau mengetahui akan diadakan ulangan. Tetapi ulangan jangan terlalu sering dilakukan karena akan membosankan dan akan jadi rutinitas belaka.
f.     Mengetahui Hasil
Mengetahui hasil belajar bisa dijadikan sebagai alat motivasi belajar anak. Dengan mengetahui hasil belajarnya, siswa akan terdorong untuk belajar lebih giat. Apalagi jika hasil belajar itu mengalami kemajuan, siswa pasti akan berusaha mempertahankannya atau bahkan termotivasi untuk dapat meningkatkannya.
g.    Pujian
Apabila ada siswa yang berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka perlu diberikan pujian. Pujian adalah bentuk reinforcement yang positif dan memberikan motivasi yang baik bagi siswa. Pemberiannya juga harus pada waktu yang tepat, sehingga akan memupuk suasana yang menyenangkan dan mempertinggi motivasi  belajar serta sekaligus akan membangkitkan harga diri.


h.   Hukuman
Hukuman adalah bentuk reinforcement yang negatif, tetapi jika diberikan secara tepat dan bijaksana, bisa menjadi alat motivasi belajar anak. Oleh karena itu, guru harus memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman tersebut.
Hal senada juga diungkapkan oleh  Fathurrohman dan Sutikno (2007) motivasi belajar siswa dapat ditumbuhkan melalui beberapa cara yaitu:
1.       Menjelaskan tujuan kepada peserta didik.
Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada siswa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.
2.       Hadiah.
Hadiah akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.
3.       Saingan/kompetisi.
Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.

4.       Pujian.
Siswa yang berprestasi sudah sewajarnya untuk diberikan penghargaan atau pujian. Pujian yang diberikan bersifat membangun. Dengan pujian siswa akan lebih termotivasi untuk mendapatkan prestasi yang lebih baik lagi.
5.       Hukuman.
Hukuman akan diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya. Bentuk hukuman yang diberikan kepada siswa adalah hukuman yang bersifat mendidik seperti mencari artikel, mengarang dan lain sebagainya.
6.       Membangkitkan dorongan kepada peserta didik untuk belajar.
Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik. Selain itu, guru juga dapat membuat siswa tertarik dengan materi yang disampaikan dengan cara menggunakan metode yang menarik dan mudah dimengerti siswa
7.       Membentuk kebiasaan belajar yang baik.
Kebiasaan belajar yang baik dapat dibentuk dengan cara adanya jadwal belajar.
8.       Membantu kesulitan belajar peserta didik, baik secara individual maupun kelompok.
Membantu kesulitan peserta didik dengan cara memperhatikan proses dan hasil belajarnya.  Dalam proses belajar terdapat beberap unsur antara lain yaitu penggunaan metode untuk mennyampaikan materi kepada para siswa. Metode yang menarik yaitu dengan gambar dan tulisan warna-warni akan menarik siswa untuk  mencatat dan  mempelajari materi yang telah disampaikan
9.       Menggunakan metode yang bervariasi.
Metode yang bervariasi akan sangat membantu dalam proses belajar dan mengajar. Dengan adanya metode yang baru akan mempermudah guru untuk menyampaikan materi pada siswa.
4.     Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan suatu ukuran berhasil atau tidaknya siswa dalam proses belajar mengajar. Abdurahman dalam Rosnani (2007) menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Sedangkan hasil belajar yang dikemukakan oleh Sudjana dalam Fahrul (2007) bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar.
Hasil belajar siswa dapat diukur dengan menggunakan alat evaluasi yang biasa disebut tes hasil belajar. Tes hasil belajar adalah suatu alat yang disusun untuk mengungkapkan sejauh mana siswa telah mencapai tujuan-tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan hasil belajar menurut Hudoyo dalam Rosnani (2007) adalah gambaran tingkat penguasaan siswa dalam belajar matematika dan terlihat pada nilai yang diperoleh dari tes hasil belajar matematika. Oleh karena itu, hasil belajar dapat dicapai melalui proses belajar mengajar yang melibatkan siswa dan guru.
Hasil belajar merupakan suatu ukuran berhasil atau tidaknya seseorang siswa dalam proses belajar mengajar. Untuk mengetahui keberhasilan seseorang dalam belajar, diperlukan suatu alat ukur. Dengan mengukur hasil belajar seseorang dapat diketahui batas kemampuan, kesanggupan, penguasaan seseorang tentang pengetahuan, keterampilan dan sikap atau nilai dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Kenyataan menunjukkan bahwa untuk mendapatkan hasil belajar yang baik tidak semudah yang dibayangkan tetapi harus didukung oleh kemauan dan minat dalam belajar serta program pengajaran yang baik.
B.  Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1.    Metode Permainan dan motivasi belajar secara bersama-sama mempunyai pengaruh positif terhadap hasil belajar bahasa indonesia siswa kelas V SD se gugus I Kecamatan Pattallassang?
Adapun implikasi statistik hipotesis di atas adalah:
H0: β1 = 0, untuk setiap i = 1, 2 lawan H1i ≠ 0, untuk suatu i = 1, 2
2.    Metode permainan mempunyai pengaruh positif  terhadap hasil belajar bahasa indonesia siswa kelas V SD se gugus I Kecamatan Pattallassang setelah memperhatikan  Variabel kreativitas?
Adapun implikasi statistik hipotesis di atas adalah:           
H0 : β1 £ 0      lawan     H1 : β1 > 0
3.    Motivasi belajar mempunyai pengaruh positif terhadap hasil belajar bahasa indonesia siswa kelas V SD se gugus I Kecamatan Pattallassang setelah memperhitungkan variabel motivasi?
Adapun implikasi statistik hipotesis  di atas adalah:
H0 : β2 £ 0         lawan    H1 : β2  >0
Β1 =  parameter motivasi       
         Β2 =  parameter permainan


BAB III
METODE PENELITIAN

A.      Variabel   Dan  Desain Penelitian
1.     Variabel penelitian        
Variabel yang diselidiki dalam penelitian ini terdiri dari atas dua macam yaitu variabel bebas dan variabel terikat .
Variabel bebas akan diselidiki adalah:
X =   Metode Permainan
Variabel Terikat adalah:
Y1 =  Motivasi belajar
Y2 =  Hasil belajar
Dalam penelitian ini akan diselidiki pengaruh metode permainan terhadap motivasi dan hasil belajar bahasa indonesia.



33
 
  
2.    

Y1
 
Desain Penelitian
 



Keterangan:
X =  Metode Permainan
Y1 =  Kreativitas belajar
Y2 =   Hasil Belajar

B.      Definisi Operasional Variabel
Batasan operasional dari masing-masing variabel penelitian adalah sebagai berikut:
1.     Metode Permaian
Metode permainan adalah cara mengajar yang dilaksanakan dalam untuk permainan. Sedangkan metode permainan dalam pembelajaran bahasa indonesia adalah cara untuk menyampaikan pelajaran bahasa indonesia dengan sarana bermain. Metode permainan dalam pembelajaran dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran dan membuat siswa merasa senang terhadap bahasa indonesia
2.     Motivasi
Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan bergayut dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu.
3.     Hasil Belajar 
Hasil  belajar bahasa indonesia  adalah hasil yang dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar bahasa indonesia dalam selang waktu tertentu.  Skor tentang hasil belajar bahasa indonesia diukur dengan menggunakan skor yang  diperoleh siswa dalam menjawab tes hasil belajar yang diberikan.
C.      Populasi Dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Ganrang jawa 1 dan SD Inpres Teamate Tahun Ajaran 2012/2013 sekaligus sebagai sampel penelitian.
D.     Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian.
1.     Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian, dilakukan dengan memberikan angket dan tes. Angket yang diberikan adalah  skala metode  dan angket motivasi, sedangkan tes yang diberikan adalah tes hasil belajar.
2.     Instrumen penelitian
Untuk mengukur skor setiap variabel penelitian digunakan instrumen sebagai berikut:
1.      Skala metode
Skala metode belajar yang diberikan kepada responden  adalah angket yang dibuat oleh peneliti. Angket disusun dalam bentuk skala Likert. Setiap pertanyaan dalam angket disertai dengan lima alternatif jawaban dengan cara pemberian skor dengan mengikuti prosedur penelian skala Likert sebagai berikut:

Untuk pertanyaan positif
Untuk pertanyaan negatif
Sangat Baik  (SB)
5
Sangat Baik  (SB)
1
Baik  Sekali (BS)
4
Baik  Sekali (BS)
2
Baik (B)
3
Baik (B)
3
Kurang Baik   (KB)
2
Kurang Baik   (KB)
4
Buruk  (BR)
1
Buruk  (BR)
5

2.      Angket Motivasi
Angket motivasi yang diberikan kepada responden adalah angket yang dibuat oleh peneliti. Angket ini berisi penilain aspek kepribadian, cara berfikir, dan kebiasaan belajar. Adapun indikator motivasi sebagai berikut :
                  i.            Cara berfikir meliputi : Berpikir konvergen dan divergen dalam proses belajar   bahasa indonesia, cepat mengemukakan pendapat dan panjang akal dalam belajar bahasa indonesia.
                ii.            Kepribadian meliputi : Mandiri dalam belajar bahasa indonesia, percaya diri secara intelektual, berkemauan keras untuk menyelesaikan soal-soal bahasa indonesia menanggapi pertanyaan-pertanyaan.
              iii.            Kebiasaan meliputi : Bergairah, aktif dan bersemangat dalam menyelesaikan jawaban. Senang mencari metode praktis, agresif bertanya dan mencari  penyelesaian.
Untuk angket kreativitas juga disusun dalam bentuk skala Likert. Setiap pertanyaan dalam angket disertai dengan lima alternatif  jawaban dengan cara pemberian skor dengan mengikuti prosedur penilaian skala Likert sebagai berikut:
Untuk pertanyaan positif
Untuk pertanyaan negatif
Sangat Setuju (SS)
5
Sangat Setuju (SS)
1
Setuju (S)
4
Setuju (S)
2
Netral (R)
3
Netral (R)
3
Tidak setuju (TS)
2
Tidak setuju (TS)
4
Sangat tidak setuju (STS)
1
Sangat tidak setuju (STS)
5

3.      Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar adalah tes yang dikembangkan sendiri oleh penulis           dengan bentuk pilihan ganda dengan empat alternatif  jawaban berdasarkan kurikulum yang berlaku dan materi yang diajarkan oleh gurunya . Skor untuk tes hasil belajar  matematika adalah jumlah skor dari jawaban siswa yang benar. Jika siswa menjawab benar diberi skor 1, sedangkan jika siswa menjawab salah diberi skor 0.
E.       Teknik Analisis Data
Untuk pengolahan data hasil penelitian, digunakan jenis teknik statistik deskriptif dan statistik  inferensial.
1.     Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik dari    masing-masing variabel. Untuk keperluan ini digunakan tabel frekuensi, rata- rata dan standar deviasi.
Untuk mendapatkan  gambaran yang jelas tentang tingkat metode permainan, motivasi belajar, dan tingkat hasil belajar matematika, maka dilakukan pengkategorian, untuk data tentang hasil belajar digunakan kategorisasi standar yang diterapkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Hartono dalam Harfiah (2008). Pengkategorian tersebut adalah sebagai berikut:
Nilai  Kuantitatif
Nilai kualitatif
0 - 34
Sangat Rendah
35 - 54
Rendah
55 -64
Sedang
65 - 84
Tinggi
85 - 100
Sangat Tinggi
                       
Untuk data tentang kreativitas dan minat pengkategorian digunakan skala   Likert.
2.     Analisis Statistik Inferensial
Statistik inferensial ini digunakan  untuk menguji hipotesis penelitian. Untuk keperluan tersebut digunakan analisis regresi multifel sebagai berikut:
                        Y2 = β0 + β1Y1  + β2 X  + ε
            Dimana :
            Y1                   =   Motivasi
            Y2                   =   Prestasi belajar matematika
            X                                  =    metode permainan
            β0, β1, β2             =     Parameter yang akan diduga
            ε                     =   Kesalahan acak model
            Sedangkan fungsi taksirannya adalah:
                            Ŷ2 = b0 + b1 Y1  +  b2 X                     
                        Keterangan :
            b0  =  penaksir                         b2   =  penaksir β2             b1  =  penaksir β1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komantarnya bossss