BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pendidikan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam membentuk kepribadian manusia
seutuhnya dikarenakan seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi mengakibatkan persaingan hidup semakin ketat. Untuk menghadapi
persaingan tersebut setiap individu perlu dibekali kemampuan untuk bertahan
hidup, menyesuaikan diri, mandiri, dan dapat menjawab tantangan global agar
berhasil di masa yang akan datang. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat diperoleh
dan dikembangkan melalui pendidikan, karena pendidikan merupakan suatu upaya
mempersiapkan individu melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi
peranannya dimasa yang akan datang. Menurut Sudirman dalam Herlina (2006)
pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang
untuk mempengaruhiseseorang atau sekelompok orang lain agar lebih dewasa atau
mencapai tingkathidup dan penghidupan yang lebih tinggi.
Sekolah
merupakan lembaga pendidikan formal, sebagai berlangsungnya kegiatan belajar
mengajar dimana terjadi interaksi timbal balik antara guru dan siswa saat
pengajaran berlangsung. Oleh karena itu sekolah harus senantiasa berusaha
menciptakan suasana belajar sebaik-baiknya agar tujuan
pendidikan bisa tercapai.
|
Penanaman
bahasa Indonesia sejak dini adalah memberikan pelatihan dan pendidikan tentang
bahasa Indonesia sejak anak masih kecil. Pelaksanaan pendidikan bahasa
Indonesia pada anak dapat dilakukan melalui pendidikan informal, pendidikan
formal, maupun pendidikan nonformal. Pendidikan informal dilakukan oleh
keluarga di rumah. Pendidikan ini dilakukan saat anak berada di rumah bersama
dengan keluarganya. Sedangkan pendidikan formal dilaksanakan di dalam lembaga
pendidikan resmi mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi. Dalam pendidikan
formal ini gurulah yang berperan penting dalam menanamkan pengetahuan akan
bahasa Indonesia. Sedangkan pendidikan nonformal dilaksanakan di luar rumah dan
sekolah, dapat melalui kursus, pelatihan-pelatihan, pondok pesantren dan lain
sebagainya.
Pendidikan
bahasa Indonesia di lembaga formal dimulai dari SD. Jumlah jam pelajaran bahasa
Indonesia di SD kelas I, II dan III sebanyak 6 jam pelajaran. Sedangkan kelas
IV, V dan VI sebanyak 5 jam pelajaran. Banyaknya jumlah jam pelajaran Bahasa
Indonesia dimaksudkan agar siswa mempunyai kemampuan berbahasa Indonesia yang
baik serta mempunyai kemampuan berpikir dan bernalar yang baik yang dapat
disampaikan melalui bahasa yang baik pula.
Bahasa
Indonesia merupakan salah satu materi penting yang diajarkan di SD, karena
bahasa Indonesia mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat penting bagi
kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia sebagaimana
dinyatakan oleh Akhadiah dalam Kurnia Septa (2011) adalah agar siswa ”memiliki kemampuan
berbahasa Indonesia yang baik dan benar serta dapat menghayati bahasa dan
sastra Indonesia sesuai dengan situasi dan tujuan berbahasa serta tingkat
pengalaman siswa sekolah dasar”.
Dari
penjelasan Akhadiah tersebut maka tujuan pembelajaran bahasa Indonesia dapat
dirumuskan menjadi empat bagian.
(1) Lulusan SD
diharapkan mampu menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.
(2) Lulusan SD
diharapkan dapat menghayati bahasa dan sastra Indonesia.
(3) Penggunaan
bahasa harus sesuai dengan situasi dan tujuan berbahasa.
(4) Pengajaran
disesuaikan dengan tingkat pengalaman siswa SD.
Butir (1)
dan (2) menunjukkan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia SD yang mencakup
tujuan pada ranah kognitif dan afektif. Butir (3) menyiratkan pendekatan
komunikatif yang digunakan. Sedangkan butir (4) menyiratkan sampai di mana
tingkat kesulitan materi pelajaran Bahasa Indonesia yang diajarkan.
Dari tujuan
tersebut jelas tergambar bahwa fungsi pengajaran bahasa Indonesia di SD adalah
sebagai wadah untuk mengembangakan kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa
sesuai dengan fungsi bahasa itu, terutama sebagai alat komunikasi. Pembelajaran
bahasa Indonesia di SD dapat memberikan kemampuan dasar berbahasa yang
diperlukan untuk melanjutkan pendidikan di sekolah menengah maupun untuk
menyerap ilmu yang dipelajari lewat bahasa itu. Selain itu pembelajaran bahasa
Indonesia juga dapat membentuk sikap berbahasa yang positif serta memberikan
dasar untuk menikmati dan menghargai sastra Indonesia. Dalam pembelajaran
bahasa Indonesia perlu diperhatikan pelestarian dan pengembangan nilai-nilai
luhur bangsa, serta pembinaan rasa persatuan nasional.
Tujuan
pembelajaran bahasa Indonesia dalam BSNP (2006) dijabarkan menjadi beberapa
tujuan. Tujuan bagi siswa adalah untuk mengembangkan kemampuannya sesuai dengan
kemampuan, kebutuhan, dan minatnya. Adapun tujuan bagi guru adalah untuk
mengembangkan potensi bahasa siswa , serta lebih mandiri dalam menentukan bahan
ajar kebahasaan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan
siswanya. Tujuan bagi orang tua siswa adalah agar mereka dapat secara aktif terlibat
dalam pelaksanaan program pembelajaran. Tujuan bagi sekolah adalah agar sekolah
dapat menyusun program pendidikan kebahasaan sesuai dengan keadaan siswa dan
sumber belajar yang tersedia. Sedangkan tujuan bagi daerah adalah agar daerah
dapat menentukan sendiri bahan dan sumber belajar kebahasaan dengan kondisi
kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan sosial.
Berdasarkan
observasi pendahuluan di Sekolah Dasar , yaitu di SD Negeri Ganrang Jawa I dan
SD Inpres Teamate tentang pembelajaran Bahasa Indonesia, hasil wawancara antara
penulis dengan guru kelas V yaitu bapak Ismail dan bapak Kamaruddin
adalah penulis mengetahui bahwa di SD Negeri
Ganrang Jawa I dan
SD Inpres Teamate menggunakan metode
pembelajaran tradisional, yaitu guru hanya menjelaskan sesuai konsep
yang ada dan nilai ulangan bahasa indonesia yang diperoleh siswa
masih belum memuaskan. Penulis mencoba melakukan
wawancara dengan salah satu siswa SD Negeri
Ganrang Jawa I dan
SD Inpres Teamate , penulis mengetahui bahwa selama pembelajaran berlangsung
siswa merasa bosan, mengantuk, mengobrol dengan teman sebangkunya, bolak-balik
ke toilet. Hal inilah yang mengakibatkan nilai ulangan harian siswa kurang
memuaskan. Bahkan terkadang dalam ulangan harian ataupun ujian, siswa cenderung
melihat pekerjaan temannya (menyotek) karena pelajaran yang diajarkan sulit
untuk dipahami. Berdasarkan uraian tersebut, hasil belajar siswa dalam
pembelajaran bahasa Indonesia sampai
saat ini kurang memuaskan disebabkan karena siswa sulit mengerjakan soal bahasa Indonesia karena metode pengajaran yang monoton. Dalam hal ini guru hanya
menjelaskan sesuai buku paket bahasa Indonesia. Pembelajaran merupakan suatu proses
belajar dimana proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan
perilaku kognitif, afektif, dan psikomotoryang terjadi dalam diri siswa
Muhibbin Syah dalam
Kurnia Septa (2011).
Dalam proses belajar pasti ada metode pembelajaran, salah satunya adalah metode
permainan. Permainan merupakan
kegiatan yang disukai semua kalangan
khususnya kalangan anak-anak usia sekolah dasar. Karena
didalamnya kita bebas berekspresi, bebas dari aturan “harus selalu berhasil”.
Meski pada dasarnya dalam permainan pasti ada persaingan atau kompetisi, tetapi
kesalahan yang ada dapat dijadikan motivasi untuk menang dalam permainan
selanjutnya. Jika anak-anak dilarang bermain dan dipaksakan saja belajar,
hatinya akan menjadi mati, kepintarannya
akan tumpul dan mereka akan merasakan kepahitan
hidupnya Rohani dalam Kurnia Septa
(2011).
Dikaitkan
dengan pembelajaran, pembelajaran merupakan salah satu upaya untuk menata
lingkungan agar proses belajar dapat terlaksana dengan optimal. Dan proses pembelajaran
yang baik hendaknya diarahkan untuk memotivasi siswa agar memiliki keinginan
untuk belajar dan mengembangkan proses belajarnya sendiri. Dalam hal ini, guru
harus mempunyai cara-cara untuk menarik perhatiansiswa agar mau belajar, yaitu
menggunakan variasi gaya mengajar, variasi penggunaan media dan
variasi pada interaksi Susanto dalam Kurnia Septa (2011). Menurut
Ruseffendi dalam Nurhani dalam Kurnia Septa (2011) agar pelajaran menarik
bagi siswa,maka dalam pelajarannya kita dapat memasukkan permainan dan
teka-teki, dikaitkan dengan persoalan sehari-hari, cara penyampaian materinya
berganti-ganti, dan memberi kesempatan pada
siswa untuk membawa seseuatu yang dapat dipelajarinya di sekolah. Jika
siswa menyukai pelajaran bahasa indonesia, maka siswa akan senang belajar
bahasa indonesia. Jika siswa sudah senang belajar bahasa indonesia, maka siswa
akan selalu belajar. Sehingga hasil belajar siswa diharapkan lebih memuaskan.
Permainan yang digunakan penulis adalah permainan Teka Teki Silang (TTS).
Berdasarkan
uraian diatas, penulis mengadakan penelitian yang berjudul “PENGARUH
METODE PERMAINAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR DAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA SISWA KELAS V SD SE-GUGUS I
KECAMATAN PATTALLASSANG”
B.
MASALAH PENELITIAN
1.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah bahwa
rendahnya motivasi dan hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri Ganrang jawa I dan SD Inpres Teamate Kecamatan
Pattalassang Kabupaten Gowa yang disebabkan karena hal-hal sebagai berikut:
a.
Guru selama ini hanya menggunakan metode ceramah, tanya
jawab, latihan, dan tugas. Guru belum menggunakan alat peraga yang memadai,
sehingga pembelajaran sangat verbalistik dan monoton.
b.
Guru hanya berperan mentransfer ilmu tanpa
memperhatikan aspek kesiapan siswa.
2.
Pemecahan Masalah
Masalah tentang rendahnya motivasi dan
hasil belajar bahasa indonesia siswa kelas V SD Negeri Ganrang jawa I dan SD Inpres Teamate Kecamatan
Pattallassang Kabupaten Gowa akan dipecahkan dengan menggunakan metode
permainan Teka Teki Silang dalam pembelajaran.
3.
Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di
atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
1. Apakah metode permainan mempunyai pengaruh positif terhadap hasil belajar
bahasa indonesia siswa kelas V SD se gugus I Kecamatan Pattallassang?
2. Apakah metode permainan mempunyai pengaruh positif terhadap motivasi belajar
bahasa indonesia siswa kelas V SD se gugus I Kecamatan Pattallassang?
3. Apakah metode permainan dan motivasi belajar bahasa indonesia secara
bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar bahasa indonesia siswa kelas
V SD Se gugus I Kecamatan Pattallassang?
C.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan
penelitian ini adalah untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar bahasa
Indonesia dengan menggunakan metode Teka
Teki Silang pada siswa kelas V SD Se-Gugus I Kecamatan Pattallassang Kabupaten
Gowa.
D.
MANFAAT PENELITIAN
Penelitian
yang dilaksanakan di SD
Negeri Ganrang jawa I dan SD Inpres Teamate Kecamatan Pattallassang Kabupaten
Gowa ini,
menurut peneliti memiliki beberapa manfaat, yaitu :
1.
Bagi Siswa
Dengan penelitian ini diharapkan
motivasi hasil belajar bahasa Indonesia
siswa dapat meningkat
2. Bagi Guru
Jika
hasil penelitian ini dirasakan dapat membantu proses pembelajaran menjadi lebih
baik, maka diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan para guru agar
dapat menerapkan metode TTS sebagai usaha memperbaiki dan menyempurnakan proses
pembelajaran.
3. Bagi Sekolah
Penelitian
ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran Bahasa
Indonesia.
BAB
II
KAJIAN PUSTAKA DAN
HIPOTESIS TINDAKAN
A.
KAJIAN
PUSTAKA
1. Pengertian Belajar
Belajar merupakan key term (istilah kunci) yang paling
penting dalam pendidikan.Belajar merupakan suatu kegiatan mental yang tidak
dapat diamati dari luar. Apa yang terjadi dalam diri seseorang tidak dapat
diketahui secara langsung hanya dengan mengamati orang tersebut. Hasil belajar
hanya bisa diamati, jika seseorang menampakkan kemampuan yang telah diperoleh
melalui belajar. Karenanya, berdasarkan perilaku yang ditampilkan, dapat ditarik
kesimpulan bahwa seseorang telah belajar.
|
Dari beberapa pendapat diatas,
dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang
relatif tetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang
menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
2.
PERMAINAN
a.
Pengertian Bemain
Dunia anak adalah dunia bermain, dalam kehidupan
anak-anak, sebagian besar waktunya dihabiskan dengan aktivitas bermain. Filsuf
Yunani, Plato, merupakan orang pertama yang menyadari dan melihat pentingnya
nilai praktis dari bermain. Anak-anak akan lebih mudah mempelajari aritmatika
melalui situasi bermain. Bermain dapat digunakan sebagai media untuk
meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Mariani (2008)
mengemukakan bahwa bermain diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan
dengan mempergunakan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan
pengertian, memberikan informasi, memberikan kesenangan, dan dapat
mengembangkan imajinasi anak.
Menurut Mariani (2008) mengemukakan bahwa di dalam
bermain anak memiliki nilai kesempatan untuk mengekspresikan sesuatu yang ia
rasakan dan pikirkan. Dengan bermain, anak sebenarnya sedang mempraktekkan
keterampilan dan anak mendapatkan kepuasan dalam bermain, yang berarti
mengembangkan dirinya sendiri. Dalam bermain, anak dapat mengembangkan otot
kasar dan halus, meningkatkan penalaran, dan memahami keberadaan lingkungannya,
membentuk daya imajinasi, daya fantasi, dan kreativitas.
Menurut Singer dalam Mariani (2008) mengemukakan bahwa bermain dapat digunakan anak-anak
untuk menjelajahi dunianya, mengembangkan kompetensi dalam usaha mengatasi
dunianya dan mengembangkan kreativitas anak. Dengan bermain anak memiliki
kemampuan untuk memahami konsep secara ilmiah, tanpa paksaan.
Bermain menurut Mulyadi dalam Mariani (2008), secara umum sering dikaitkan dengan kegiatan anak-anak
yang dilakukan secara spontan. Terdapat lima pengertian bermain :
1.
Sesuatu yang
menyenangkan dan memiliki nilai intrinsik pada anak
2. Tidak memiliki tujuan ekstrinsik, motivasinya lebih
bersifat intrinsik
3. Bersifat spontan dan sukarela, tidak ada unsur
keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak
4. Melibatkan peran aktif keikutsertaan anak
5. Memilikii hubungan sistematik yang khusus dengan seuatu
yang bukan bermain, seperti kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa,
perkembangan sosial dan sebagainya
Menurut Mariani (2008) menyatakan bahwa bermain, jika
ditinjau dari sumber kegembiraannya di bagi menjadi dua, yaitu bermain aktif
dan bermain pasif. Sedangkan jika ditinau dari aktivitasnya, bermain dapat
dibagi menjadi empat, yaitu bermain fisik, bermain kreatif, bermain imajinatif,
dan bermain manipulatif. Jenis bermain tersebut juga merupakan ciri bermain
pada anak usia pra sekolah dengan menekankan permainan dengan alat (balok,
bola, dan sebagainya) dan drama.
b.
Tahapan
Perkembangan Bermain
Pada umumnya para ahli hanya membedakan atau
mengkatergorikan kegiatan bermain tanpa secara jelas mengemukakan bahwa suatu
jenis kegiatan bermain lebih tinggi tingkatan perkembangannya dibandingkan
dengan jenis kegiatan lainnya.
Adapun tahapan kegiatan bermain menurut Jean Piaget dalam
Mariani (2008) adalah sebagai berikut:
1) Permainan Sensori Motorik (± 3/4 bulan – ½ tahun)
Bermain diambil pada periode perkembangan kognitif
sensori motor, sebelum 3-4 bulan yang belum dapat dikategorikan sebagai
kegiatan bermain. Kegiatan ini hanya merupakan kelanjutan kenikmatan yang
diperoleh seperti kegiatan makan atau mengganti sesuatu. Jadi merupakan
pengulangan dari hal-hal sebelumnya dan disebut reproductive assimilation.
2) Permainan Simbolik (± 2-7 tahun)
Merupakan ciri
periode pra operasional yang ditemukan pada usia 2-7 tahun ditandai dengan
bermain khayal dan bermain pura-pura. Pada masa ini anak lebih banyak bertanya
dan menjawab pertanyaan, mencoba berbagai hal berkaitan dengan konsep angka,
ruang, kuantitas dan sebagainya . Seringkali anak hanya sekedar bertanya, tidak
terlalu memperdulikan jawaban yang diberikan dan walaupun sudah dijawab anak
akan bertanya terus. Anak sudah menggunakan berbagai simbol atau representasi
benda lain. Misalnya sapu sebagai kuda-kudaan, sobekan kertas sebagai
uang dan lain-lain. Bermain simbolik juga berfungsi untuk mengasimilasikan dan
mengkonsolidasikan pengalaman emosional anak. Setiap hal yang berkesan bagi
anak akan dilakukan kembali dalam kegiatan bermainnya.
3) Permainan Sosial yang Memiliki Aturan (± 8-11
tahun)
Pada usia 8-11 tahun anak lebih banyak terlibat dalam
kegiatan games with rules dimana kegiatan anak lebih banyak dikendalikan
oleh peraturan permainan.
4) Permainan yang Memiliki Aturan dan Olahraga (11
tahun keatas)
Kegiatan bermain lain yang memiliki aturan adalah
olahraga. Kegiatan bermain ini menyenangkan dan dinikmati anak-anak meskipun
aturannya jauh lebih ketat dan diberlakukan secara kaku dibandingkan dengan
permainan yang tergolong games seperti kartu atau kasti. Anak senang melakukan
berulang-ulang dan terpacu mencapai prestasi yang sebaik-baiknya.
Jika dilihat tahapan perkembangan bermain Piaget maka
dapat disimpulkan bahwa bermain yang tadinya dilakukan untuk ketenangan lambat
laun mempunyai tujuan untuk hasil tertentu seperti ingin menang, memperoleh
hasil kerja yang baik.
Adapun tahapan perkembangan bermain menurut Hurlock dalam
Mariani (2008) adalah sebagai berikut:
1) Tahapan Penjelajahan (Exploratory stage)
Berupa kegiatan mengenai objek atau orang lain, mencoba
menjangkau atau meraih benda disekelilingnya lalu mengamatinya. Penjelajahan
semakin luas saat anak sudah dapat merangkak dan berjalan sehingga anak akan
mengamati setiap benda yang diraihnya.
2) Tahapan Mainan (Toy stage)
Tahap ini mencapai puncaknya pada usia 5-6 tahun. Antara
2-3 tahun anak biasanya hanya mengamati alat permainannya. Biasanya terjadi
pada usia pra sekolah, anak-anak di Taman Kanak-Kanak biasanya bermain dengan
boneka dan mengajaknya bercakap atau bermain seperti layaknya teman bermainnya.
3) Tahap Bermain (Play stage)
Biasanya terjadi bersamaan dengan mulai masuk ke sekolah
dasar. Pada masa ini jenis permainan anak semakin bertambah banyak dan bermain
dengan alat permainan yang lama kelamaan berkembang menjadi games, olahraga dan
bentuk permainan lain yang dilakukan oleh orang dewasa.
4) Tahap Melamun (Daydream stage)
Tahap ini diawali ketika anak mendekati masa pubertas,
dimana anak mulai kurang berminat terhadap kegiatan bermain yang tadinya mereka
sukai dan mulai menghabiskan waktu untuk melamun dan berkhayal. Biasanya
khayalannya mengenai perlakuan kurang adil dari orang lain atau merasa kurang
dipahami oleh orang lain.
Dari penjelasan di atas maka dapat dipahami, bermain
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh anak dengan spontan, dan perasaan
gembira, tidak memiliki tujuan ekstrinsik, melibatkan peran aktif anak,
memiliki hubungan sistematik dengan hal-hal diluar bermain(seperti perkembangan
kreativitas), dan merupakan interaksi antara anak dengan lingkungannya, serta
memungkinkan anak untuk beradaptasi dengan lingkungannya tersebut. Masa bermain
pada anak memiliki tahap-tahap yang sesuai dengan perkembangan anak, baik
kognitif, afektif, maupun psikomotor dan sejalan juga dengan usia anak.
c.
Bermain dan
Kreativitas Pada Anak
Bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan dan
spontan sehingga hal ini memberikan rasa aman secara psikologis pada anak.
Begitu pula dalam suasana bermain aktif, dimana anak memperoleh kesempatan yang
luas untuk melakukan eksplorasi guna memenuhi rasa ingin tahunya, anak bebas
mengekspresikan gagasannya melalui khayalan, drama, bermain konstruktif, dan
sebagainya. Maka dalam hal ini memungkinkan anak untuk mengembangkan pearasaan
bebas secara psikologis
Rasa aman dan bebas secara psikologis merupakan kondisi
yang penting bagi tumbuhnya kreativitas. Anak-anak diterima apa adanya,
dihargai keunikannya, dan tidak terlalu cepat di evaluasi, akan merasa aman
secara psikologis. Begitu pula anak yang diberikan kebebasan untuk
mengekspresikan gagasannya. Keadaan bermain yang demikian berkaitan erat dengan
upaya pengembangan kreativitas anak.
Bermain memberikan
kesempatan pada anak untuk mengembangkan kreativitasannya. Ia dapat
bereksperimen dengan gagasan-gagasan barunya baik yang menggunakan alat bermain
atau tidak. Sekali anak merasa mampu menciptakan sesuatu yang baru dan unik, ia
akan melakukan kembali pada situasi yang lain. Kreativitas memberi anak
kesenangan dan kepuasan pribadi yang sangat besar dan penghargaan yang memiliki
pengaruh nyata pada perkembangan pribadinya. Menjadi kreatif juga penting
artinya bagi anak usia dini, karena menambah bumbu dalam permainannya. Jika
kreativitas dapat membuat permainan menjadi menyenangkan, mereka akan merasa
bahagia dan puas
Bermain memberikan kesempatan pada anak untuk
mengekspresikan dorongan-dorongan kreatifnya sebagai kesempatan untuk merasakan
obyek-obyek dan tantangan untuk menemukan sesuatu dengan cara-cara baru, untuk
menemukan penggunaan suatu hal secara berbeda, menemukan hubungan yang baru
antara sesuatu dengan sesuatu yang lain serta mengartikannya dalam banyak
alternatif cara. Selain itu bermain memberikan kesempatan pada individu untuk
berpikir dan bertindak imajinatif, serta penuh daya khayal yang erat
hubungannya dengan perkembangan kreativitas anak
Berbagai bentuk bermain yang dapat membantu mengembangkan
kreativitas, antara lain:
1. Mendongeng
2. Menggambar
3. Bermain alat musik sederhana
4. Bermain dengan lilin atau malam
5. Permainan tulisan tempel
6. Permainan dengan balok
7. Berolahraga
d.
Permainan Teka
Teki Silang (TTS)
1. Pengertian
Teka Teki Silang
Teka-teki
silang merupakan sebuah permainan yang cara mainnya yaitu mengisi ruang-ruang
kosong yang berbentuk kotak dengan huruf-huruf sehingga membentuk sebuah kata
yang sesuai dengan petujuk . Selain itu mengisi teka-teki silang atau biasa
disebut dengan TTS memang sungguh sangat mengasikan , selain juga berguna untuk
mengingat kosakata yang populer , selain itu juga berguna untuk pengetahuan
kita yang bersifat umum dengan cara santai. Melihat karakteristik TTS yang santai
dan lebih mengedepankan persamaan dan perbedaan kata , maka sangat sesuai kalau
misalnya dipergunakan sebagai sarana peserta didik untuk latihan dikelas yang
diberikan oleh guru yang tidak monoton hanya berupa pertanyaan-pertanyaan baku
saja.
Teka-teki
silang yang menjadi kegemaran lintas generasi ini, sesungguhnya merupakan hal
baru, tetapi tidak begitu baru. Artinya, hal ini sudah berlangsung dari zaman
ke zaman dengan format dan bentuk yang serupa tapi tak sama. Catatan sejarah
menyatakan bahwa format TTS seperti sekarang sudah ada sejak zaman kuno.
Bentuknya masih cukup sederhana, yaitu sebuah bujur sangkar berisi kata-kata,
huruf-huruf yang sama pada bujur sangkar itu menghubungkan kata-kata secara
vertikal dan horizontal. Hampir serupa dengan TTS yang kita kenal sekarang.
Kedua,
pengertian media . Dalam buku Prof.Sri Anitah, M.Pd. dalam Sitti (2012)
beberapa ahli yang berpendapat tentang pengertian media diantaranya Menurut
Webster Dictonary dalam Sitti (2012) media atau medium adalah segala sesuatu yang
terletak di tengah dalam bentuk jenjang , atau alat apa saja yang digunakan
sebagai perantara atau penghubung dua pihak atau dua hal . Menurut Association
for Educational Communications and Technology dalam Sitti (2012) ,
mendefinisikan media sebagai segala bentuk yang digunakan untuk menyalurkan
informasi . Berbeda dengan pendapat Briggs dalam Sitti (2012) yang mengatakan
bahwa media pada hekekatnya adalah peralatan fisik untuk membawakan atau
menyempurnakan isi pembelajaran . Termasuk di dalamnya , buku , vidiotape,
slide suara, suara guru atau salah satu komponen dari suatu sistem penyampaian.
Di dalam tercakup segala peralatan fisik pada komunikasi seperti buku, slide,
buku ajar, tape recorder. Gerlach dan Ely dalam Sitti (2012) menjelaskan pula
bahwa media adalah grafik, fotografi, elektronik , atau alat-alat mekanik untuk
menyajikan , memproses , dan menjelaskan informasi lisan atau visual .
Smaldino, dkk dalam Sitti (2012) mengatakan bahwa media adalah suatu alat
komunikasi dan sumber informasi . Berasal dari bahasa Latin yang berarti
“antara” menunjuk pada segala sesuatu yang membawa informasi antara sumber dan
penerima pesan .Dalam buku Media Pengajaran pengarang Dr. Nana Sudjana dan Drs.
Ahmad Rivai dalam Sitti (2012) menerangkan bahwa media pengajaran mempunyai
kedudukan sebagai alat bantu mengajar ada dalam komponen metodologi, sebagai
salah satu lingkungan belajar yang diatur oleh guru.
Dari
uraian di atas dapat saya simpulkan bahwa media pembelajaran merupakan segala
sesuatu yang dapat mengantarkan pesan pembelajaran antara pengajar dan
pebelajar agar pebelajar dapat menerima atau menangkap suatu pesan tersebut
dengan mudah sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Teka
Teki Silang atau disingkat TTS adalah suatu permainan di mana kita harus
mengisi ruang-ruang kosong (berbentuk kotak putih) dengan huruf-huruf yang
membentuk sebuah kata berdasarkan petunjuk yang diberikan. Petunjuknya biasa
dibagi ke dalam kategori 'Mendatar' dan 'Menurun' tergantung posisi kata-kata
yang harus diisi.
2. Teka-Teki
Silang sebagai Media Pembelajaran
Belajar bisa
dilakukan di mana saja dan kapan saja dan tidak selamanya bersentuhan dengan
hal – hal yang kongkrit, baik dalam konsep maupun faktanya. Belajar dalam
realitasnya seringkali bersentuhan dengan hal-hal yang bersifat kompleks, maya
dan berada di balik realitasnya. Oleh sebab itu suatu media memiliki andil yang
besar dalam menjelaskan hal – hal yang abstrak dan menunjukan hal – hal yang
tersembunyi. Dalam pembelajaran sering terjadi ketidakjelasan atau kerumitan
bahan ajar sehingga dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara.
Terkadang peran media dapat mewakili kekurangan pengajar dalam menyampaikan
atau mengkomunikasikan materi pelajaran kepada pengajar . Tetapi kadang peran
media tidak sepenuhnya menunjang proses pengajar sebab penggunaanya yang tidak
sejalan dengan tujuan pengajaran . Karena itu tujuan pengajaran harus dijadikan
sebagai dasar atau acuan untuk menggunakan suatu media. Apabila hal tersebut
diabaikan maka media bukan lagi sebagai alat bantu pengajaran tetapi sebagai
penghambat dalam pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. Media memang
penting dalam proses pengajaran akan tetapi tidak bisa menggeser peran guru di
dalam kelas, sebab media hanya berupa alat bantu yang fungsinya memfasilitasi
guru dalam pengajaran.
Saat ini masih banyak permasalahan yang muncul dalam kegiatan pembelajaran di sekolah . Misalnya Peserta didik kurang tertarik pada pelajaran, Peserta didik cenderung pasif dalam proses pembelajaran , Peserta didik merasa bosan untuk belajar dan sebagainya. Hal tersebut dikarenakan proses pembelajaran umumnya tidak menggunakan media , guru biasanya menggunakan metode ceramah sehingga yang aktif hanya gurunya saja , sedangkan peserta didik pasif. Padahal seiring berjalannya waktu , media pembelajaran saat ini sangat beragam jenisnya di pasaran. Para pendidik bisa mudah mendapatkannya . Namun, mengingat biaya dalam mendapatkam media pembelajaran yang tidak sedikit, sehingga bagi sekolah-sekolah yang kategorinya kurang mampu, mungkin belum bisa memanfaatkan media tersebut. Maka dari itulah, guru dituntut lebih kreatif untuk menciptakan dan menemukan media pembelajaran yang kategorinya lebih murah. Namun dilain sisi, banyak guru yang beranggapan bahwa media pembelajaran tidaklah terlalu penting dalam proses belajar. Mereka beranggapan bahwa membuat media pembelajaran hanyalah membuang waktu dan tenaga. Sebab, mereka beranggapan yang terpenting bagi pengajar adalah cara mengajar dan menerangkan pelajaran di kelas dengan benar. Mereka berfikir tidak perlu repot-repot membuat media pembelajaran sebab tidak terlalu penting . Begitulah pendapat guru yang tidak mau berepot-repot menyiapkan media pembelajaran.
Saat ini masih banyak permasalahan yang muncul dalam kegiatan pembelajaran di sekolah . Misalnya Peserta didik kurang tertarik pada pelajaran, Peserta didik cenderung pasif dalam proses pembelajaran , Peserta didik merasa bosan untuk belajar dan sebagainya. Hal tersebut dikarenakan proses pembelajaran umumnya tidak menggunakan media , guru biasanya menggunakan metode ceramah sehingga yang aktif hanya gurunya saja , sedangkan peserta didik pasif. Padahal seiring berjalannya waktu , media pembelajaran saat ini sangat beragam jenisnya di pasaran. Para pendidik bisa mudah mendapatkannya . Namun, mengingat biaya dalam mendapatkam media pembelajaran yang tidak sedikit, sehingga bagi sekolah-sekolah yang kategorinya kurang mampu, mungkin belum bisa memanfaatkan media tersebut. Maka dari itulah, guru dituntut lebih kreatif untuk menciptakan dan menemukan media pembelajaran yang kategorinya lebih murah. Namun dilain sisi, banyak guru yang beranggapan bahwa media pembelajaran tidaklah terlalu penting dalam proses belajar. Mereka beranggapan bahwa membuat media pembelajaran hanyalah membuang waktu dan tenaga. Sebab, mereka beranggapan yang terpenting bagi pengajar adalah cara mengajar dan menerangkan pelajaran di kelas dengan benar. Mereka berfikir tidak perlu repot-repot membuat media pembelajaran sebab tidak terlalu penting . Begitulah pendapat guru yang tidak mau berepot-repot menyiapkan media pembelajaran.
Di
zaman yang sekarang ini , Peserta didik sangat menuntut pengajar untuk mengajar
lebih kreatif agar tidak membosankan. Karena itu, pengajar sangat memerlukan
metode dan teknik-teknik baru dalam mengajar. Sebenarnya, bila kita bisa
berpikir kreatif, apa pun yang kita temukan di sekitar kita bisa digunakan
sebagai media pembelajaran dan tidak harus yang mahal-mahal . Pengajar dapat
memanfaatkan permainan sebagai media pembelajaran misalnya yang kita bahas saat
ini yaitu media pembelajaran ‘Teka-Teki Silang’.
Kata Teka-Teki Silang mungkin tidak asing lagi ditelinga kita semua mengingat sejarah Teka-Teki silang seperti yang sudah dijelaskan diatas . Teka-teki silang merupakan sebuah permainan yang cara mainnya yaitu mengisi ruang-ruang kosong yang berbentuk kotak dengan huruf-huruf sehingga membentuk sebuah kata yang sesuai dengan petujuk . Selain itu mengisi teka-teki silang atau biasa disebut dengan TTS memang sungguh sangat mengasikan , selain juga berguna untuk mengingat kosakata yang populer , selain itu juga berguna untuk pengetahuan kita yang bersifat umum dengan cara santai. Mengisi sebuah teka-teki silang membuat kita berpikir untuk mencari jawaban. Dan apabila belum menemukan jawabannya maka perasaan penasaran melanda dan mencari cara untuk memecahkanya . Biasanya orang mengisi TTS dalam keadaan santai dan mengisi TTS untuk mengisi waktu luang.
Kata Teka-Teki Silang mungkin tidak asing lagi ditelinga kita semua mengingat sejarah Teka-Teki silang seperti yang sudah dijelaskan diatas . Teka-teki silang merupakan sebuah permainan yang cara mainnya yaitu mengisi ruang-ruang kosong yang berbentuk kotak dengan huruf-huruf sehingga membentuk sebuah kata yang sesuai dengan petujuk . Selain itu mengisi teka-teki silang atau biasa disebut dengan TTS memang sungguh sangat mengasikan , selain juga berguna untuk mengingat kosakata yang populer , selain itu juga berguna untuk pengetahuan kita yang bersifat umum dengan cara santai. Mengisi sebuah teka-teki silang membuat kita berpikir untuk mencari jawaban. Dan apabila belum menemukan jawabannya maka perasaan penasaran melanda dan mencari cara untuk memecahkanya . Biasanya orang mengisi TTS dalam keadaan santai dan mengisi TTS untuk mengisi waktu luang.
Melihat
karakteristik TTS yang santai dan lebih mengedepankan persamaan dan perbedaan
kata , maka sangat sesuai kalau misalnya dipergunakan sebagai sarana peserta
didik untuk latihan dikelas yang diberikan oleh guru yang tidak monoton hanya
berupa pertanyaan-pertanyaan baku saja.
Teka-teki silang akan dijadiakn media pembelajaran peserta didik , mengingat karakteristik permainan TTS yang mudah dan menyenangkan, diharapkan dapat mempermudah proses pembelajaran selain itu karakteristik peserta didik yang umumnya senang untuk diajak bermain.
Teka-teki silang akan dijadiakn media pembelajaran peserta didik , mengingat karakteristik permainan TTS yang mudah dan menyenangkan, diharapkan dapat mempermudah proses pembelajaran selain itu karakteristik peserta didik yang umumnya senang untuk diajak bermain.
3. Motivasi
1. Pengertian Motivasi
Menurut Mc. Donald,
yang dikutip Oemar Hamalik (2003) motivasi
adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya
perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dengan pengertian ini, dapat
dikatakan bahwa motivasi adalah sesuatu yang kompleks.
Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada
diri manusia, sehingga akan bergayut dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan
dan juga emosi, untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu.
Ada
beberapa cara meningkatkan motivasi belajar anak dalam
kegiatan belajar di sekolah, misalnya saja seperti yang diungkapkan A.M.
Sardiman (2005:92-94), yaitu :
a. Memberi angka
Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya.
Banyak siswa yang justru untuk mencapai angka/nilai yang baik. Sehingga yang
dikejar hanyalah nilai ulangan atau nilai raport yang baik. Angka-angka yang
baik itu bagi para siswa merupakan motivasi belajar yang sangat kuat. Yang
perlu diingat oleh guru, bahwa pencapaian angka-angka tersebut belum merupakan
hasil belajar yang sejati dan bermakna. Harapannya angka-angka tersebut
dikaitkan dengan nilai afeksinya bukan sekedar kognitifnya saja.
b. Hadiah
Hadiah dapat menjadi motivasi belajar yang kuat, dimana siswa
tertarik pada bidang tertentu yang akan diberikan hadiah. Tidak demikian jika
hadiah diberikan untuk suatu pekerjaan yang tidak menarik menurut siswa.
c. Kompetisi
Persaingan, baik yang individu atau kelompok, dapat menjadi sarana
untuk meningkatkan motivasi belajar. Karena terkadang jika ada saingan, siswa
akan menjadi lebih bersemangat dalam mencapai hasil yang terbaik.
d. Ego-involvement
Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas
dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras adalah sebagai salah
satu bentuk motivasi yang cukup penting. Bentuk kerja keras siswa dapat
terlibat secara kognitif yaitu dengan mencari cara untuk dapat meningkatkan motivasi belajar.
e. Memberi
Ulangan
Para siswa akan giat belajar kalau mengetahui akan diadakan
ulangan. Tetapi ulangan jangan terlalu sering dilakukan karena akan membosankan
dan akan jadi rutinitas belaka.
f. Mengetahui
Hasil
Mengetahui hasil belajar bisa dijadikan sebagai alat motivasi
belajar anak. Dengan mengetahui hasil belajarnya, siswa akan terdorong untuk
belajar lebih giat. Apalagi jika hasil belajar itu mengalami kemajuan, siswa
pasti akan berusaha mempertahankannya atau bahkan termotivasi untuk dapat
meningkatkannya.
g. Pujian
Apabila ada siswa yang berhasil menyelesaikan tugasnya dengan
baik, maka perlu diberikan pujian. Pujian adalah bentuk reinforcement yang positif dan
memberikan motivasi yang baik bagi siswa. Pemberiannya juga harus pada waktu
yang tepat, sehingga akan memupuk suasana yang menyenangkan dan mempertinggi
motivasi belajar serta sekaligus akan membangkitkan harga diri.
h. Hukuman
Hukuman adalah bentuk reinforcement yang
negatif, tetapi jika diberikan secara tepat dan bijaksana, bisa menjadi alat
motivasi belajar anak. Oleh karena itu, guru harus memahami prinsip-prinsip
pemberian hukuman tersebut.
Hal
senada juga diungkapkan oleh Fathurrohman dan Sutikno (2007) motivasi belajar siswa dapat
ditumbuhkan melalui beberapa cara yaitu:
1. Menjelaskan tujuan
kepada peserta didik.
Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru
menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada
siswa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.
2. Hadiah.
Hadiah akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat
lagi. Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Di samping itu, siswa yang
belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.
3. Saingan/kompetisi.
Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk
meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang
telah dicapai sebelumnya.
4. Pujian.
Siswa yang berprestasi sudah sewajarnya untuk diberikan
penghargaan atau pujian. Pujian yang diberikan bersifat membangun. Dengan
pujian siswa akan lebih termotivasi untuk mendapatkan prestasi yang lebih baik
lagi.
5. Hukuman.
Hukuman akan diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat
proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa
tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya. Bentuk
hukuman yang diberikan kepada siswa adalah hukuman yang bersifat mendidik
seperti mencari artikel, mengarang dan lain sebagainya.
6. Membangkitkan
dorongan kepada peserta didik untuk belajar.
Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta
didik. Selain itu, guru juga dapat membuat siswa tertarik dengan materi yang
disampaikan dengan cara menggunakan metode yang menarik dan mudah dimengerti siswa
7. Membentuk
kebiasaan belajar yang baik.
Kebiasaan belajar yang baik dapat dibentuk dengan cara adanya
jadwal belajar.
Membantu kesulitan peserta
didik dengan cara memperhatikan proses dan hasil belajarnya. Dalam proses
belajar terdapat beberap unsur antara lain yaitu penggunaan metode untuk
mennyampaikan materi kepada para siswa. Metode yang menarik yaitu dengan gambar
dan tulisan warna-warni akan menarik siswa untuk mencatat dan
mempelajari materi yang telah disampaikan
Metode yang bervariasi akan sangat membantu dalam proses belajar
dan mengajar. Dengan adanya metode yang baru akan mempermudah guru untuk
menyampaikan materi pada siswa.
4.
Hasil
Belajar
Hasil belajar merupakan
suatu ukuran berhasil atau tidaknya siswa dalam proses belajar mengajar.
Abdurahman dalam Rosnani (2007) menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan
yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Sedangkan hasil belajar
yang dikemukakan oleh Sudjana dalam Fahrul (2007) bahwa hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar.
Hasil
belajar siswa dapat diukur dengan menggunakan alat evaluasi yang biasa disebut
tes hasil belajar. Tes hasil belajar adalah suatu alat yang disusun untuk
mengungkapkan sejauh mana siswa telah mencapai tujuan-tujuan pengajaran yang
telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan hasil belajar menurut Hudoyo dalam Rosnani (2007)
adalah gambaran tingkat penguasaan siswa dalam belajar matematika dan terlihat
pada nilai yang diperoleh dari tes hasil belajar matematika. Oleh karena itu,
hasil belajar dapat dicapai melalui proses belajar mengajar yang melibatkan
siswa dan guru.
Hasil
belajar merupakan suatu ukuran berhasil atau tidaknya seseorang siswa dalam
proses belajar mengajar. Untuk mengetahui keberhasilan seseorang dalam belajar,
diperlukan suatu alat ukur. Dengan mengukur hasil belajar seseorang dapat
diketahui batas kemampuan, kesanggupan, penguasaan seseorang tentang
pengetahuan, keterampilan dan sikap atau nilai dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan. Kenyataan menunjukkan bahwa untuk mendapatkan hasil belajar yang
baik tidak semudah yang dibayangkan tetapi harus didukung oleh kemauan dan
minat dalam belajar serta program pengajaran yang baik.
B. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis penelitian
dirumuskan sebagai berikut:
1. Metode Permainan dan motivasi belajar secara bersama-sama mempunyai
pengaruh positif terhadap hasil belajar bahasa indonesia siswa kelas V SD se
gugus I Kecamatan Pattallassang?
Adapun implikasi
statistik hipotesis di atas adalah:
H0: β1 = 0, untuk
setiap i = 1, 2 lawan H1:βi ≠ 0, untuk suatu i = 1, 2
2. Metode permainan mempunyai pengaruh positif
terhadap hasil belajar bahasa indonesia siswa kelas V SD se gugus I
Kecamatan Pattallassang setelah memperhatikan
Variabel kreativitas?
Adapun implikasi statistik hipotesis di
atas adalah:
H0 : β1 £ 0
lawan H1 : β1 > 0
3.
Motivasi belajar
mempunyai pengaruh positif terhadap hasil belajar bahasa indonesia siswa kelas V SD se gugus I Kecamatan Pattallassang setelah memperhitungkan variabel motivasi?
Adapun implikasi statistik hipotesis di atas adalah:
H0 : β2 £ 0
lawan H1 : β2 >0
Β1 = parameter motivasi
Β2 = parameter permainan
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Variabel Dan
Desain Penelitian
1.
Variabel penelitian
Variabel yang diselidiki dalam penelitian ini terdiri dari atas dua macam
yaitu variabel bebas dan variabel terikat .
Variabel bebas akan diselidiki adalah:
X = Metode Permainan
Variabel Terikat adalah:
Y1 = Motivasi belajar
Y2 = Hasil belajar
Dalam penelitian ini akan diselidiki pengaruh metode permainan terhadap
motivasi dan hasil belajar bahasa indonesia.
|
2.
Desain Penelitian
|
Keterangan:
X = Metode Permainan
Y1 = Kreativitas belajar
Y2 = Hasil Belajar
B.
Definisi Operasional
Variabel
Batasan operasional dari masing-masing variabel penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Metode Permaian
Metode permainan adalah cara mengajar yang dilaksanakan dalam
untuk permainan. Sedangkan metode permainan dalam pembelajaran bahasa indonesia adalah cara untuk menyampaikan pelajaran bahasa indonesia dengan sarana bermain. Metode permainan dalam pembelajaran dapat
memberikan kesempatan bagi siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran dan
membuat siswa merasa senang terhadap bahasa
indonesia
2. Motivasi
Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada
diri manusia, sehingga akan bergayut dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan
dan juga emosi, untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu.
3. Hasil Belajar
Hasil
belajar bahasa indonesia adalah
hasil yang dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar bahasa
indonesia dalam selang waktu tertentu.
Skor tentang hasil belajar bahasa indonesia diukur dengan menggunakan
skor yang diperoleh siswa dalam menjawab
tes hasil belajar yang diberikan.
C.
Populasi Dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Ganrang jawa 1
dan SD Inpres Teamate Tahun Ajaran 2012/2013 sekaligus sebagai sampel
penelitian.
D. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian.
1. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data
yang diperlukan dalam penelitian, dilakukan dengan memberikan angket dan tes.
Angket yang diberikan adalah skala metode dan angket motivasi, sedangkan tes yang
diberikan adalah tes hasil belajar.
2. Instrumen penelitian
Untuk mengukur skor
setiap variabel penelitian digunakan instrumen sebagai berikut:
1. Skala metode
Skala metode belajar yang diberikan kepada
responden adalah angket yang dibuat oleh
peneliti. Angket disusun dalam bentuk skala Likert. Setiap pertanyaan dalam
angket disertai dengan lima alternatif jawaban dengan cara pemberian skor
dengan mengikuti prosedur penelian skala Likert sebagai berikut:
Untuk pertanyaan positif
|
Untuk pertanyaan negatif
|
||
Sangat Baik
(SB)
|
5
|
Sangat Baik
(SB)
|
1
|
Baik Sekali (BS)
|
4
|
Baik Sekali (BS)
|
2
|
Baik (B)
|
3
|
Baik (B)
|
3
|
Kurang Baik (KB)
|
2
|
Kurang Baik (KB)
|
4
|
Buruk (BR)
|
1
|
Buruk (BR)
|
5
|
2.
Angket Motivasi
Angket motivasi yang diberikan kepada
responden adalah angket yang dibuat oleh peneliti. Angket ini berisi penilain
aspek kepribadian, cara berfikir, dan kebiasaan belajar. Adapun indikator motivasi
sebagai berikut :
i.
Cara berfikir meliputi :
Berpikir konvergen dan divergen dalam proses belajar bahasa indonesia, cepat mengemukakan
pendapat dan panjang akal dalam belajar bahasa indonesia.
ii.
Kepribadian meliputi : Mandiri dalam belajar bahasa indonesia, percaya diri secara intelektual,
berkemauan keras untuk menyelesaikan soal-soal bahasa indonesia menanggapi
pertanyaan-pertanyaan.
iii.
Kebiasaan meliputi : Bergairah, aktif dan bersemangat dalam menyelesaikan jawaban. Senang
mencari metode praktis, agresif bertanya dan mencari penyelesaian.
Untuk angket kreativitas
juga disusun dalam bentuk skala Likert. Setiap pertanyaan dalam angket disertai
dengan lima alternatif jawaban dengan
cara pemberian skor dengan mengikuti prosedur penilaian skala Likert sebagai berikut:
Untuk pertanyaan positif
|
Untuk pertanyaan negatif
|
||
Sangat
Setuju (SS)
|
5
|
Sangat
Setuju (SS)
|
1
|
Setuju (S)
|
4
|
Setuju (S)
|
2
|
Netral (R)
|
3
|
Netral (R)
|
3
|
Tidak
setuju (TS)
|
2
|
Tidak
setuju (TS)
|
4
|
Sangat
tidak setuju (STS)
|
1
|
Sangat
tidak setuju (STS)
|
5
|
3.
Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar adalah tes yang
dikembangkan sendiri oleh penulis
dengan bentuk pilihan ganda dengan empat alternatif jawaban berdasarkan kurikulum yang berlaku
dan materi yang diajarkan oleh gurunya . Skor untuk tes hasil belajar matematika adalah jumlah skor dari jawaban
siswa yang benar. Jika siswa menjawab benar diberi skor 1, sedangkan jika siswa
menjawab salah diberi skor 0.
E.
Teknik Analisis Data
Untuk pengolahan data hasil penelitian, digunakan jenis teknik statistik
deskriptif dan statistik inferensial.
1.
Analisis Statistik
Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik dari masing-masing variabel. Untuk keperluan ini
digunakan tabel frekuensi, rata- rata dan standar deviasi.
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang tingkat metode
permainan, motivasi belajar, dan tingkat hasil belajar matematika, maka
dilakukan pengkategorian, untuk data tentang hasil belajar digunakan
kategorisasi standar yang diterapkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Hartono dalam Harfiah (2008). Pengkategorian tersebut adalah sebagai berikut:
Nilai Kuantitatif
|
Nilai kualitatif
|
0 - 34
|
Sangat Rendah
|
35 - 54
|
Rendah
|
55 -64
|
Sedang
|
65 - 84
|
Tinggi
|
85 - 100
|
Sangat Tinggi
|
Untuk data tentang kreativitas dan minat pengkategorian digunakan
skala Likert.
2.
Analisis Statistik
Inferensial
Statistik inferensial ini digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Untuk
keperluan tersebut digunakan analisis regresi multifel sebagai berikut:
Y2 = β0 + β1Y1 + β2 X + ε
Dimana :
Y1
= Motivasi
Y2 = Prestasi
belajar matematika
X = metode permainan
β0, β1,
β2 = Parameter yang akan diduga
ε =
Kesalahan acak model
Sedangkan fungsi
taksirannya adalah:
Ŷ2 = b0
+ b1 Y1 + b2 X
Keterangan :
b0
= penaksir b2
= penaksir β2 b1 =
penaksir β1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komantarnya bossss