A. Morf, Morfem, dan Alomorf
Telah kami terangkan di atas, bahwa urutan-urutan
seperti buku, mejanya, di, dekat, men,
dan kan. adalah bentuk-bentuk
atau dengan kata asing morf. Sekarang marilah kita ambil bentuk men, yang
terdapat di depan bentuk dengar. Seperti pembicaraan-pembicaraan di atas itu,
maka banyak juga kemungkinannya kita akan mendapatkan juga bentuk-bentuk
seperti men, meny, dan meng. Secara fonemis
bentuk-bentuk itu sebenarnya mirip karena disebabkan oleh perbedaan hambat yang
berbeda-beda. Pada permulaan pokok kata (kata), yaitu umpamanya /b/ pada
/baca/, /d/ pada /danar/, /j/ pada /jual/, dan /g/ pada /gambar/ (dari urutan-urutan membaca, mendengar,
menjual, dan menggambar). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
bentuk-bentuk /mam/, /man/, /man/, /man/ adalah mirip susunan fonem-fonem dan
lingkupan pengertiannya. Kelas bentuk-bentuk minimal yang sama atau mirip
disebut morfem. Segeralah timbul pertanyaan, bagaimana bentuk-bentuk seperti
/buku/, /kata/, /serambi/, di atas itu? Bentuk-bentuk atau morf-morf ini, jika
kita mendapatkan cukup data, akan terdapat pula berulang, dan karena disebut
juga masing-masing morfem, sehingga dapatlah disimpulkan: komposit bentuk pengertian yang terkecil yang sama atau mirip yang
berulang disebut MORFEM.
Bentuk atau morf itu terdapat atas sebuah fonem atau
lebih baik segmen ataupun prosodi di dalam bahasa Indonesia terdapat urutan-urutan menguntingi, menulisi, membacai, yang masing-masing
terdiri atas mengunting + I, menulis + I,
dan membaca + I, ketiga akhiran /i/ itu mempunyai pengertian yang sama,
sehingga jelaslah sebuah fonem bisa merupakan morf atau morfem, dan bentuk /i/
di atas itu ialah sebuah morfem.
Bentuk-bentuk /mam/, /man/, /man/, /man/, dan /ma/,
yang merupakan kelas morfem masing-masing disebut varian morfem itu, atau
dengan kata lain alomorf (anggota
morfem yang sama). Jadi morfem (maN) mempunyai alomorf-alomorf /mam/, /man/,
/man/, /man/, /men/, dan /me/. Morfem-morfem untuk membedakannya dari
alomorf-alomorf dituliskan di antara garis condong tunggal.
B. Prosedur Pengenalan Morfem
Pengenalan
morfem-morfem itu dilakukan dengan membanding-bandingkan bagian-bagian yang
berulang, dan dengan mengadakan subtitusi. Ambillah urutan-urutan yang berikut:
tergigit, termakan, terminum. Kata kenal bagian ter berulang yang mempunyai
pengertian yang sama, yaitu ambillah, ‘tak sengaja dilakukan’, dan
bagian-bagian yang lain yang bisa saling disubtitusikan, sehingga bisa dimasukkan
ke dalam rangka:
Ter
|
Bila bagian-bagian yang lain
itu disubtitusikan terdapat rangka
Ter
|
gigit
makan
minum
|
Dan
didapatkan bahwa ada suatu perubahan pengertian serentak pada tiap ucapan pada
tiap subtitusi itu, bila hal demikian itu terdapat, bagian-bagian yang bisa
disubtitusikan itu disebut di dalam
kontras. Dengan cara membanding-bandingkan dan kontras-kontras demikian itu
kita dapat mengenal morfem-morfem suatu bahasa.
Sering juga bagian yang terdapat di dalam suatu rangka
berkontras dengan ‘kekosongan’, artinya terjadi atau tidak, umpamanya:
Jawab
|
= an
|
Cobalah
membanding-bandingkan dan mensubtitusikan bagian yang berulang di dalam data
berikut ini dengan cara seperti di atas itu:
(1) a. ika ’ ma ‘ladangnya’
b. iko ‘ nya ‘kelincinya’
c. iway ‘rambutnya’
d. ika ‘ pay ‘iparnya’
(2)
a. anka ‘
ma ‘ladangku’
b. anko ‘ ya ‘kelinciku’
c. anway ‘rambutku’
d. anka ‘ pay ‘iparku’
istilah b…, c…, d…, berikut ini jika a diketahui:
(3) a. inka ‘ ma ‘ladangmu’
b. inko ‘ ya ‘kelincimu’
c. inway ‘rambutmu’
d. inka ‘ way ‘iparmu’
cara mengenal morfem-morfem
itu didasarkan atas tiga prinsip pokok dan tiga prinsip tambahan.
Prinsip-prinsip itu ialah sebagai berikut:
C. prinsip-prinsip
Pokok
Prinsip
A: bentuk-bentuk yang berulang yang
mempunyai pengertian yang sama, termasuk morfem yang sama.
Untuk menerapkan prinsip pertama ini, kami berikan latihan permulaan
dengan soal-soal berikut:
Bahasa A:
1. Kaye ‘pohon’
2.
Kayesi ‘pohon-pohon’
3.
Pakaye ‘ada pohon’
4.
Pakayezi ‘ada pohon-pohon’
5.
Maka
pakaye ‘itu adalah pohon’
6. Maka pakayezi ‘itu
adalah pohon-pohon’
Bahasa B:
1. Ko , ma ‘burung’ 7. Inko , ya ‘itikmu’
2.
Iko , ma ‘burungnya’ 8. Anko , ya ‘itikku’
3.
Inko , ma ‘burungmu’ 9. Pey ‘jari’
4.
Anko , ma ‘burungku’ 10. Ipey ‘jarinya’
5.
Ko ya ‘itik’ 11. Inpey ‘jarimu’
6. Iko , ya ‘itiknya’ 12. Anpey ‘jariku’
Bahasa C:
1. Ne?e ‘kaki’ 11. Kazi?itu ‘dagu- dagumu (jamak)
2.
Kane?e ‘kaki- kaki’ 12. Kazi?idu ‘dagu- dagu kami’
3.
Ne?ebe ‘kakinya’ 13. Like ‘bahu’
4.
Ne?elu? ‘kakimu’ 14. Likebe ‘bahunya’
5.
Kene?etu ‘kaki- kaki’ 15. Kalikelu ‘bahu-
bahumu’
6.
Kane?edu ‘kaki- kaki kami’ 16. Tiara ‘telinga’
7.
Zi? I ‘dagu’ 17. Katiaratu ‘telinga- telinga’
8.
Kazi? I ‘dagu- dagu’ ‘kamu
(jamak)
9.
Zi?ibe ‘dagunya’ 18. Katiaradu ‘telinga-
telinga kami’
10. Zi?ilu? ‘dagumu’
Di dalam menentukan
morfen-morfen yang sesuai dengan prinsip I itu agaknya mudah, karena segalanya
jelas, yaitu bahwa persamaan bentuk-pengertian tidak menimbulkan persoalan
apa-apa. Tetapi prinsip I itu tidak akan menyelesaikan penemuan semua morfem
bahasa. Ambillah contoh bentuk-bentuk mam,
man, men, dan ma. Pada ucapan membaca,
mendengar, menjadi, menggali, merata, dan melihat. Kita bisa memisahkan
ucapan-ucapan itu seperti berikut:
I II
Mam baca
Man danar
Man jadi
Men gali
Me rata
lihat
karena bentuk-bentuk di dalam
kolom II terdapat berulang pada ucapan-ucapan yang lain.
Apabila kita memperhatikan benar-benar,
perbedaaan-perbedaan susunan fonem-fonem itu hanya pada fonem yang penghabisan,
yaitu pada –m, -n, -n, -n, dan o. jika kita mendapatkan tambahan ucapan-ucapan,
umpamanya: membeli, membagi, menduga, mendapat, menjual, menjamu, menggoreng,
menggulai, merokok, merantau, melompay, dan melempar, akan dapatlah kita
ketahui bahwa tiap kali apabila bentuk-bentuk di dalam kolom II itu mulai
dengan fonem /b/, kita akan mendapatkan /m/; bila mulai dengan fonem /d/, kita
dapatkan /n/; bila mulai dengan fonem /j/, kita dapatkan /n/; bila mulai dengan
fonem /g/, kita dapatkan /n/; dan bila mulai dengan fonem-fonem /r/ atau /I/,
kita tidak mendapatkan apa-apa (0). Apabila kita bandingkan /b,d,j,g/ dengan
nasal-nasal /m,n,n,n/, kita temui bahwa pasangan hambat dan nasal itu adalah
sealat (homorganis), sehingga dengan demikian perbedaan-perbedaan bentuk-bentuk
dalam kolom I itu dapatlah dijelaskan secara fonologi.
Prinsip B: bentuk-bentuk
yang mirip (susunan fonem-fonemnya). Yang mempunyai pengertian yang sama,
termasuk morfem yang sama, apabila perbedaan-perbedaannya dapat diterangkan
secara fonologis.
Di atas telah pula kami berikan contoh-contohnya dari
bahasa kita. Untuk menerapkan prinsip kedua ini, berikut ini kami berikan
latihan-latihannya.
Bahasa D:
1. hu?it ‘tanganku’ 1a u?it ‘tangan’
2.
ak’an ‘ayamku’ 2a k’an ‘ayam’
3.
orindu ‘kukunya’ 3a rindu ‘kuku’
4.
owark ‘isterinya’ 4a wark ‘isteri’
5.
sk’om ‘bahasamu’ 5a k’om ‘bahasa’
6. yap’it ‘pekerjaanmu’ 6a ao’it ‘pekerjaan’
bahasa E:
1. ni?ank ‘sapu’ 8 tnu ‘menggigit’
2.
natmu ‘gigi’ 9 hta ‘berjalan’
3.
nokim p ‘debu’ 10 lre ‘mendengar’
4.
na?n ‘bor’ 11 akni ‘melihat’
5.
naire ‘telinga’ 12 a?n ‘membor’
6.
nakni ‘mata’ 13 okimp ‘menyeka’
7. nahta ‘kaki’ 14 i?ank ‘menyapu’
Bahasa F:
Tunggal Jamak
1. ‘buku’ buk buks
2.
‘taksi’ kab kebz
3.
‘rumah’ haws hawzez
4.
‘mawar’ rowz rowzez
5.
‘kucing’ ket kets
6.
‘babi’ pig pigz
7.
‘peta’ mep maps
8. ‘tempat tidur’ bed bedz
Prinsip C: bentuk-bentuk yang berbeda susunan
fonem-fonemnya, yang tidak dapat diterangkan secara fonologis
perbedaan-perbedaannya, masih bisa dianggap sebagai alomorf-alomorf daripada
morfem yang sama atau mirip, asal perbedaan-perbedaan itu bisa diterangkan
secara morfologis.
Ambillah bentuk-bentuk bertanam, bergaram, berangkat,
bekerja, beternak, belajar. Dan kita taruh bagian-bagian yang berulang dalam
salah satu kolom, sedangkan kontras-kontras di dalam kolom yang lain seperti:
Ber
Be
Bel
|
tanam
garam
Angkat
Kerja
Ternak
Ajar
|
Perbedaan antara ber dan be agaknya dapat diterangkan secara fonologis, yaitu bahwa be tidak mendapat r, jika suku yang mengikuti ialah pepet dan berakhir pada r. tetapi, kita tidak mendapatkan suatu
keterangan fonologis mengapa ajar
mendapat bel, sedangkan, umpamanya, angkat tidak. Satu-satunya keterangan
ialah disebabkan oleh morfem ajar itu
sendiri, dan kondisi inilah disebut kondisi morfologis.
Berikut ini kami berikan latihan-latihan menerapkan
prinsip ketiga di atas itu:
Bahasa G:
Aktif Pasif
1. ‘mengupas’ waru waruhia
2.
‘membawa’ amo amohia
3.
Memindah’ unu unuhia
4.
‘memeluk’ afi afitia
5.
‘memanjat’ piki pikitia
6.
Bertemu’ tuutaki tuutakitia
7.
‘menjahit’ tui tula
8.
‘mendayung’ hoe hoea
9.
‘mencukur’ heu heua
10. ‘mengigit’ nau maua
Bahasa H:
Tunggal jamak
1. ‘rumah’ talo talot
2.
‘kata’ sana sanat
3.
‘jalan’ tie tiet
4.
‘pohon’ puu puut
5.
‘tanah’ maa maat
6.
‘pantai’ ranta rannat
7.
‘malam’ ilta illat
8.
‘sungai’ virta virrat
9.
‘panen’ sato sadot
10. ‘air’ vers vedet
Bahasa I:
Tunggal jamak
1. ‘kutu’ kamla kamal
2.
‘pohon’ sijra sijar
3.
‘daun’ worka worak
4.
‘mawar’ xamin xsum
5.
‘kulit’ jelid jlud
6.
‘mulut’ halig hlug
7.
‘gunung’ jibal jbal
8.
‘anjing’ celib clab
D. Prinsip-prinsip Tambahan
Prinsip-prinsip ini
sebenarnya hanya merupakan kesimpulan saja dari pada prinsip-prinsip pokok,
akan tetapi untuk memudahkan pendekatan, maka keduanya pun dinyatakan di sini
secara eksplisit, untuk menghindarkan penafsiran yang mungkin berbeda-beda.
Sebagai akibat prinsip pokok A, bisa diambil kesimpulan, yang merupakan
Prinsip D: bentuk-bentuk yang sembunyi (homofon) merupakan:
(1)
Morfem-morfem yang berbeda apabila berbeda pengertiannya;
(2)
Morfem yang sama, apabila pengertiannya yang berhubungan (atau sama)
diikuti oleh distribusi yang berlainan;
(3)
Morfem-morfem yang berbeda, biarpun pengertiannya berhubungan tetapi
sama diatribusinya.
Sebagai contoh kondisi I terdapatlah di dalam bahasa
Indonesia bentuk-bentuk seperti bisa
‘racun’ dan bisa ‘dapat’; sedang ‘cukupan’ dan sedang ‘lagi’; buku ‘kitab’ dan buku
‘sendi’. Sebagai contoh kondisi II bolehlah disebutkan bentuk kaki di dalam bahasa Indonesia. Ambillah
kaki yang berdiri di depan
bentuk-bentuk kuda, amat, orang, dan
lain sebagainya sebagai kaki dan yang
berdiri di depan bentuk gunung sebagai
kaki. Oleh sebab itu, karena kaki
mempunyai pengertian yang berhubungan, katakanlah “bagian bawah sesuatu”, maka
kedua bentuk bisa dianggap morfem yang sama. Contoh lagi kondisi 3 ialah di
dalam kalimat “mereka berebutan kursi itu” orang tidak tahu apa maksud kursi
itu, artinya bisa yang satu maupun yang lain. Oleh sebab itu, bentuk-bentuk kursi itu hendaklah dianggap sebagai dua
morfem yang berlainan.
Latihan. Sebutkan bentuk-bentuk yang mana yang
sebunyui dan berhubungan artinya. Dan tentukan apakah merupakan morfem-morfem
yang berbeda dan morfem yang sama (alomorf-alomorf):
1 he shot a crow ‘ai
menembak burung gagak’
1a they crow about it
‘mereka membanggakannya’
2 he bought a board ‘ia
memveli papa’
2a board and room is
expensive ‘makanan dan pondokan mahal’
3 he sells finh ‘ia
menjual ikan’
3a he likes to fish ‘ia suka
mengail’
4 the men is there ‘orang
laki-laki itu disana’
4a they men the ship ‘mereka
menganak buahi kapal’
5 they put a cross on the
roof ‘mereka menaruh silang diatas atap’
5a the boys cross the road
‘anak-anak laki-laki itu menyebran jalan’
6 he killed the boar with
a spear ‘ia membunuh babi hutan itu dengan tombak’
6a natives spear fish here.
‘orang pribumi “mengail” ikan dengan tombak disini’
7 I bought a can of
kerosene yesterday. ‘saya membeli sekaleng minyak tanah kemarin’
7a they can mangoes in bali.
‘orang yang mengalengkan mangga di bali’
Prinsip E : suatu bentuk biasa dinyatakan sebagai morfem, apabila :
1
berdiri sendiri
2
merupakan perbedaan yang formil di dalam suatu deretan struktur
3
terdapat didalam kombinasi-kombinasi dengan usur lain yang terdapat
berdiri sendiri atau didalam kombinasi-kombinasi yang lain pula.
Bentuk ter-
pada terbang tidak mempunyai pengertian
dan-bang pada terbang itu pun tidak mempunyai pengertian pula, dan jelas tidak
mempunyai pengertian seperti bang
yang berdiri sendiri tetapi pada bentuk-bentuk tertidur, terjatuh, terlelan, dan tergilas, umpamanya,
bentuk ter- itu bisa di sendirikan dan mempunyai pengertian yang tetap sehingga
bisa dianggap sebagai perbedaan yang formil dalam deretan struktur tidur dan tertidur, jatuh dan terjatuh, telan dan tertelan, serta
gilas dan tergilas, sehingga merupakan morfem tersendiri. Oleh sebeb itu,
keterangan-keterangan yang menyatakan bahwa dari deretan bentuk-bentuk gelar, talar, ular, dan jalar itu akan akar, tidaklah dapat
dibenarkan, karena ge, ta, u,
dan ja- tidak mempunyai arti sama
sekali, biarpun mungkin terdapat pula pada bentuk-bentuk gelang, talang, ulang, dan jalang.
Sebagai contoh kondisi ketiga, kita ambil
bentuk-bentuk dalam bahasa inggris conceive, receive, perceive, conduce,
reduce, contain, retcin, pertain. Secara mudah dapatlah dikatakan bentuk-bentuk
di atas itu dalam kolom-kolom berikut :
con
re
per/
pro
|
ceive
diuce
tain
|
Sehingga dengan demikian
terdapatlah morfem-morfem {con}, {re}, {per/pro}, {ceive}, {duce}, {tain}.
Sebagai prinsip tambahan yang terakhir disebutkan di
sini:
Prinsip
F: a. Jika suatu bentuk terdapat di dalam kombinasi satu-satunya dengan bentuk
lain, yang pada gilirannya terdapat berdiri sendiri atau di dalam kombinasi
dengan bentuk-bentuk lain, bentuk di atas itu dianggap morfem juga.
b.
Jika di dalam suatu deretan struktur terdapat perbedaan yang tidak merupakan
bentuk, melainkan suatu kekosongan, maka kekosongan itu dianggap sebagai:
1)
Morfem tersendiri, apabila deretan struktur itu berurusan dengan morfem-morfem;
2)
Alomorf dari suatu morfem, apabila deretan struktur itu berurusan dengan alomorf-alomorf
suatu morfem.
E. Ujud Morfem
Di dalam membicarakan ujud
morfem orang sengaja diselewengkan oleh kebiasaannya di dalam mempergunakan
tulisan, yang terdiri atas huruf-huruf yang menyatakan bunyi-bunyi, sedangkan
tanda-tanda lain kurang atau hampir tidak diperhatikannya. Oleh karena itu,
orang segera menyatakan bahwa ujud morfem hanyalh satu, yaitu terdiri atas
unsur-unsur yang diwakili oleh huruf-huruf, yaitu tidak lain ialah fonem-fonem.
Di dalam tinjauan di bawah ini sangkaan itu dibuktikan
kesalahannya, dan akan jelas terlihat bahwa morfem-morfem bisa mempunyai ujud
yang bermacam-macam. Jadi ujud morfem-morfem itu terdiri atas sebuah fonem atau
lebih. Bentuk-bentuk seperti /i/, /pa/, /ter/, /mata/, /pohon/, /tetapi/, dan
lain sebagainya merupakan contoh-contoh wujud morfem yang hanya terdiri atas
fonem-fonem segmen belaka. Seandainya ditambahkan fonem-fonem prosodi pada
morfem-morfem semacam itu, tak akan mengubah hakekat morfem-morfem itu.
Morfem-morfem yang terdiri atas fonem-fonem prosodi
melalui tidak banyak terdapat, dan bila terdapat tentulah selalu bersama-sama
fonem-fonem segmen. Di dalam hal ini, bila ada urutan fonem-fonem segmen
bersama-sama dengan fonem (-fonem) prosodi, pengertiannyalah tentu rangkap,
yaitu fonem-fonem segmen menyatakan konsep yang satu, sedangkan fonem (-fonem)
prosodi menyatakan konsep yang lain lagi. Dalam hal ini bahasa-bahasa Indian
Amerika dan bahasa-bahasa Afrika banyak terdapat mempunyai morfem-morfem
prosodi nada.
Bandingkanlah bentuk-bentuk berikut ini yang diambil
dari bahasa cultatec dari meksiko:
Menulis
membuat
Saya idahuu idii
Kita idahuhu idio
Kami idahuunu idiinu
Akan dapat kita ketahui bahwa morfem ‘saya’ ialah nada tinggi, dan bisa
di tandai sebagai V. contoh lain kami berikan dari bahasa Mongbandi dari Kongo:
Bentuk
dengan Bentuk
dengan
Subyek
Tunggal Subyek
Jamak
‘pergi’ gwe gwe
‘berenang’ ngbo ngbo
Dengan begitu morfem “subyek tunggal” ialah V,
sedangkan morfem subyek jamak ialah V.
Yang kami maksud dengan
gabungan fonem-fonem prosodi dan keprosodian ialah intonasi atau lagu kalimat.
Pada umumnya fonem-fonem prosodi yang dipakai ialah nada, yang digabungkan
engan persendian perhatikanlah perbedaan antara:
2 3 3 1
1) # amat makan #
2 3 3 1
2) # amat makan #
Dengan singkat bisa dikatakan, bahwa intonasi # [2] 2
3 (1) # adalah berita, sedangkan # [2] 2 3 2 # adalah Tanya.
Yang lebih rumit, dan mungkin karena itu jarang dan
hampir tak pernah dipakai oleh bahasa-bahasa di dunia ini, ialah mengadakan
gabungan antara nada, tekanan, dan persendian, yaitu bagi bahasa-bahasa yang
mempunyai tekanan sebagai fonem.
Ujud yang terakhir ialah ujud morfem yang terujud,
yaitu apabila hanya bermanifestassikan kosong. ‘ujud’ atau lebih tepat terujud
ini hanya mungkin secara teoritis analisis saja. Secara umum bisa digambarkan
sebagai berikut:
Bentuk konsep
1.
X + Y A
+ B
2.
X A
+ C
3.
X + Z A
+ D
4.
X + W A
+ E
Jelas terlihat
bahwa bentuk (2), yaitu X, yang mengandung konsep A+C bisa dikatakan rangkap.
Jadi, jika dilihat pada (1), (3) dan (4), X sendiri mengandung konsep A,
mestinya konsep C denyatakan dengan kosong atau tak adanya bentuk. Untuk
memberikan pengertian ini ilmu bahasa memakai penandaan O, jadi {O} ‘C’,
artinya bentuk tanujud ini mengandung konsep ‘C’.
Hendaklah diingat bahwa ahli bahasa tidak bisa secara
mana suka menciptakan morfem-morfem tanujud atau kosong. Mestilah ada tekanan
struktur kebasaan. Maka ia disahihkan oleh analogi itu untuk mengadakan
morfem-morfem kosong atau tanujud itu, sebab apabila morfem-morfem kosong boleh
diciptakan semua ahli bahasa saja, sebuah bahasa dengan morfem-morfem kosong
belaka.
Di dalam bahasa inggris terdapat pula bentuk tanujud.
Ambillah bentuk-bentuk berikut:
Tunggal jamak
Buk buks ‘buku’
Beg begs ‘tas’
Haws hawsez ‘rumah’
Siyp siyp ‘domba’
Bentuk tanujud pada /syip/ itu bukanlah morfem,
melainkan hanyalah alomorf daripada morfem jamak saja.
F. Jenis-jenis
Jenis-jenis morfem bisa
ditentukan oleh dua macam cerita yaitu kriterium hubungan dan kriterium
distribusi.
1.
Secara Hubungan
Menilik hubungan struktur morfem-morfem dibagi menjadi
tiga macam, yaitu morfem-morfem yang
bersifat tambahan (aditif), yang
bersifat penggantian (replasif), dan yang
bersifat pengurangan (substraktif).
Menilik hubungan posisi terdapat juga tiga jenis
morfem, yaitu yang bersifat urutan, yang
bersifat sisipan, dan bersifat
simultan. Ketiga jenis ini dengan mudah diketahui apabila diterangkan
dengan memakai morfem-morfem imbuhan dan morfem-morfem yang lain.
2.
Secara Distribusi
Telah kami jelaskan di atas, bahwa jenis-jenis
morfem yang ditentukan oleh distribusinya ada dua, yaitu morfem-morfem bebas
dan morfem-morfem terikat. Morfem-morfem bebas ialah morfem-morfem yang dapat
diucapkan tersendiri, seperti kursi,
dinding, atas. Morfem-morfem terikat ialah morfem-morfem yang tak pernah di
dalam bahasa yang wajar di ucapkan tersendiri morfem-morfem ini umpamanya ter-, -I, -an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komantarnya bossss