Disamping istilah analisis wacana sering pula dipakai istilah studi
wacana (“the Study of Discourse”) yang sering diartikan lebih sempit, yakni
studi tentang kalimat-kalimat yang berkaitan dan dihasilkan oleh seorang
pembicara. Dalam hal ini, dibedakan antara “discourse” dan “Talk-exchange”
(yang di dalamnya termasuk komporsesion). Surat, lelucon, cerita, kuliah,
khotbah dan pidato dimasukkannya dalam discourse, tetapi argumentasi (adu
argument), wawancara, perundingan bisnis silang teratur dimasukkan dalam
talk-exchange.
Analisis wacana masih dalam proses mencari bentuk dalam usaha menempatkan
diri dalam kedudukan sebagai salah satu disiplin yang memiliki sistematika,
metode, dan objek yang jelas.
A. Konsep Tentang Bahasa dalam Analisis Wacana
1) Bahasa Selalu Terjadi dalam Kontek
Penelitian yang
dilakukan oleh para ahli sosiolinguistik dan psikolinguistik telah menghasilkan
rincian berbagai konteks sebagai titik tolak terjadinya bahasa dan cara
menerjemahkannya. Ada konteks kultural, konteks sosial dan konteks kognitif. Konteks kultural adalah sekaitan dengan
kesamaan arti dan pandangan tentang dunia. Konteks
sosial adalah yang berkenaan tentang identifikasi diri seseorang yang
dikaitkan dengan orang yang lain yang menciptakan aturan dan cara mengerti
situasi dan tingkah laku. Konteks
kognitif adalah tempat mengaitkan pernyataan dan pengalaman lampau dan
pengetahuan. Mengerti bagaimana bahasa digunakan dan bagaimana disusun, sedikit
banyaknya dipengaruhi oleh pandangan tentang bagaimana bahasa itu dikaitkan
dengan berbagai konteks tersebut.
2) Bahasa Adalah Konteks yang Sensitif
Arti
sensitif yang dimaksud di sini bukan hanya berarti peka atau mudah dipengaruhi,
melainkan juga berarti bahwa dapat dicatat dan diukur. Bukan saja bahasa selalu
berlangsung dalam konteks, melainkan pola-polanya adalah sensitif terhadap
karakteristik konteks tersebut, baik dalam hal bentuk dan fungsi maupun dalam
tingkat-tingkatnya (struktur dalam dan struktur permukaan). Analisis dari berbagai
sudut pandang telah mencatat hubungan yang sistematik antara bahasa dan konteks
yang tersebar ke berbagai tingkat bahasa. Lihat, misalnya analisis
sosiolinguistik yang berfokus pada pengamatan adanya pengaruh pembatas-pembatas
yang ada dalam kawasan budaya, sosial, psikologi, dan tekstual terhadap variasi
fonologi, morfologi dan sintaksis.
3)
Bahasa
Selalu Komunikatif
Bahasa
selalu ditujukan atau diarahkan kepada seorang yang diharapkan menerima pesan,
kecuali ujaran yang dikeluarkan oleh seorang yang sedang tidur/dalam keadaan
mimpi atau orang yang sakit ingatan. Selanjutnya, penerima pesan dapat berupa
penerimaan nyata (aktual) maupun
penerima yang dimaksudkan (intended).
Tuturan yang keluar dari mulut dua orang yang terlibat saling tutur (baik
langsung maupun melalui telepon atau surat), orang yang member kuliah, orang
yang berpidato mempunyai penerima nyata. Tuturan yang dihasilkan oleh seseorang
di luar peristiwa bahasa seperti itu misalnya tulisan disurat kabar, pengumuman
atau iklan, serta sebuah kata yang tertempel di pinggir jalan raya “awas!”
memiliki penerima juga, tetapi bukan penerima yang nyata melainkan penerima
yang dimaksudkan, pembaca surat kabar, untuk pengumuman atau iklan adalah orang
yang terkena pesan dalam pengumuman atau iklan itu; sedangkan kata “awas” di
jalan raya mempunyai penerima dimaksudkan yang terdiri atas orang-orang
berkendara motor atau mobil yang terbiasa dengan kecepatan tinggi.
4)
Bahasa
dirancang Untuk Komunikasi
Bahasa
dirancang untuk tujuan komunikasi dibuktikan oleh kenyataan bahwa berbagai ciri
bahasa dirancang dan berubah dari waktu ke waktu lain dan
bervariasi dari satu tempat ke tempat lain untuk memudahkan komunikasi.
Terdapat beberapa ciri bahasa yang dirancang guna kemudahan saling pengertian
seperti bentuk-bentuk hiperkorek dan bentuk mubazir lainnya. Bentuk-bentuk sapa
salah satu cirri yang mementingkan pendengar dengan tujuan mencapai kemudahan
dalam komunikasi. Keperluan komunikasi menyebabkan timbulnya berbagai struktur
kalimat: deklaratif, interatif, interogatif. Karena itu, terdapat anggapan yang
menyatakan bahwa tidak sedikit hal-hal dalam struktur bahasa yang hanya dapat
dijelaskan jika dilihat perkembangannya dalam memenuhi fungsi komunikatifnya
dalam interaksi langsung.
B.
Analisis
Wacana dan Cara Pemeriannya
Identifikasi
karakteristik wacana adalah salah satu aspek pemerian bahasa dalam analisis
wacana. Terdapat tiga hal yang merupakan karakteristik wacana menurut Schriffin
(1987) yakni: wacana membangun struktur, menyampaikan arti, dan melaksanakan
tindakan.
1)
Wacana
Membentuk Struktur
Harris
yang mula-mula mengembangkan metode Linguistik structural dalam wacana. Ia
mengajukan pendapat bahwa struktural teks terbentuk karena pola-pola kemunculan
berulang dari morfem-morfem yang terlepas, baik dari artinya maupun dari
faktor-faktor non-tekstual. Penelitian actual yang melihat wacana seolah-olah
sebagai gramatika mendasarkan gramatika wacana pada gramatika kalimat model
TGT. Mereka percaya bahwa tata bahasa teks dapat ditulis dengan bentuk yang
sama dengan TGT.
Penelitian
lain tentang wacana adalah yang menggunakan pendekatan etnometodologik yakni
penelitian yang berfokus bukan satuan Linguistik semata-mata melainkan juga
pada penggunaan bahasa, pada kaidah tutur: cara seorang penutur mengaitkan
tuturnya dengan suasana, bentuk pesan dengan latar dan aktivitas tertentu. Cara
kerja seperti ini biasa disebut “ethnography of speaking”. Khusus dalam
penelitian tentang dialog mereka menggunakan konsep pasangan dekat (“adjacency
pair”), yakni pasangan sambung tutur yang mempunyai batasan-batasan linear,
kemunculan bahagian pertamanya menyediakan tempat (slot) sedemikian rupa bagi
kemunculan bahagian kedua sehingga keabsenan bahagian kedua tadi terdengar
sebagai hal yang janggal. Contohnya adalah pasangan Tanya-jawab dan pasangan usul-tanggap.
2)
Wacana
Menyampaikan Arti
Dalam
uraian di atas terlihat bahwa beberapa peneliti menerapkan analisis kalimat
dalam wacana; sementara itu, pendapat bahwa hanya satuan Linguistik (morfem,
klausa, kalimat) saja yang merupakan unsure dasar wacana ada yang menerimanya
dan ada pula yang menolaknya. Sebahagian lagi berpendirian bahwa teks berbeda
sedemikian rupa jenisnya dengan satuan Linguistik sehingga metode yang dipakai
dalam menganalisis sesuatu tersebut tidak bisa diharapkan berguna untuk
menganalisis wacana. Timbul pendapat bahwa meskipun struktur dapat merupakan
satu sumber penjelasan sebuah teks, yakni sumber penjelasan bahwa jenis
(klasifikasi) tertentu teks sama dengan kalimat; sumber penjelasan lebih kuat
lagi adalah pada tingkat hubungan semantic yang mendasari teks. Jadi,
satuan-satuan seperti pronoum, adverbial dan konjungasi sebagai unsur pembentuk
wacana bukan karena distribusinya yang tunduk pada suatu aturan melainkan
karena unsur-unsur itu menunjukkan hubungan interprelatif antara dua bahagia
dalam teks.
3)
Wacana
Melaksanakan Tindakan
Kalau
kita memandang wacana sebagai organisasi maksud dan tujuan pembicara yang diterima dan dilaksanakan oleh
pendengar dan diperhatikan dari cara bahasa digunakan dalam memenuhi maksud
tadi, maka tindakan atau lebih tepat dikatakan pelaksana tindakan merupakan
karakteristiknya yang utama.
C.
Analisis
Wacana dan Belajar Bahasa
Wacana
mendapat dukungan penting dalam pengajaran bahasa pada akhir-akhir ini. Hal ini
sejalan dengan berkembangnya pendekatan komunikatif. Pemberian penekanan
terhadap kompetensi komunikatif membawa hasil berupa kecenderungan para ahli
lebih mencurahkan perhatian kepada hakikat interaksi verbal dan kaidah-kaidah
wacana. Belajar bahasa pada saat sebelumnya berpusat pada belajar cirri-ciri
formal bahasa dan guru-guru bahasa berusaha menegmbangkan keterampilan bicara
dengan mengulang-ulangkan kalimat yang benar kepada siswa. Apa hasilnya?
Sebahagian besar orang dewasa merasa kecewa atau hasil yang dicapai karena
menurut mereka siswa yang telah mengikuti program (yang telah tamat) kurang
kesanggupan berinteraksi verbal atau kesanggupan saling tutur (conversational
arbility).
Pernyataan
yang barangkali muncul adalah “apakah silang tutur tidak mendapat perhatian
dalam pengajaran bahasa sebelumnya? Pengajaran bahasa sebelumnya bukan tidak
memperhatikan silang tutur. Silang tutur diberikan tetapi dalam rangka
pengenalan struktur bahasa sebelumnya barangkali guru melatihkan silang tutur
sebagai berikut:
G : Apa
ini, Anak-anak?
A :
(itu) pinsil.
G : Di
mana pinsil itu?
A :
Pinsil itu terletak di atas meja.
Jelas
bahwa pernyataan dalam kelas yang diajukan oleh guru kepada murid seperti
diatas hanya sekedar meminta murid menyebut nama: pinsil, meja atau benda-benda lainnya. Dengan demikian, orang lalu
menganggap bahwa pertanyaan guru dan jawaban siswa dalam model pelajaran bahasa
sebelumnya adalah menyangkut aspek formal bahasa yakni kosakata dan gramatika;
keterampilan yang dibina melalui pertanyaan-jawaban seperti itu adalah
keterampilan gramatikal bukan keterampilan silang tutur.
Hal
pertama dan kedua sudah tidak asing dalam pengajaran bahasa. Hal ketiga
merupakan hal baru dan menarik perhatian pada penggunaan bahasa dan linguistik
terapan. Orang yang tertarik pada pengguna bahasa dan sekaligus menganjurkan
agar memperoleh perhatian dalam pengajaran bahasa memiliki beberapa rasional
sebagai berikut.
1) Orang
yang mengatakan bahwa siswa yang telah menguasai sistem struktur bahasa telah
memadai untuk menggunakan bahasa secara baik dianggap salah.
2) Pendapat
yang mengatakan bahwa siswa yang telah mengetahui hal tentang signifikasi
setiap kata dan struktur sudah tidak perlu belajar tentang penggunaan bahasa
juga merupakan pendapat yang keliru.
3) Argumentasi
ketiga adalah bahwa aturan penggunaan tidak sama untuk setiap bahasa.
Orang
Indonesia yang tinggal dalam masyarakat penutur bahasa Inggris perlu
berhati-hati dalam menyatakan rasa peduli kepada sesame orang terutama jika
bertemu di jalanan, yakni tidak menyapa sesuai dengan konvensi yang terdapat
dalam bahasa ibunya dengan menyapa “where
are you going to” cara ini pernah
ditempuh dan merupakan analogi yang dibawa dari bahasa Indonesia dan merupakan
kebiasaan dengan bertanya “hendak ke
mana?” Sebagai teguran basa-basi sekedar tanda pernyataan rasa peduli
kepada seseorang yang ditemui dijalan.
Dalam
masyarakat Sulawei Selatan terdapat konvensi yang berlaku sampai sekarang yang
menggambarkan salah satu kaidah penggunaan bahasa. Orang dari satu kampung yang
berkunjung ke kampung lain atau tamu, jika ia mengunjungi rumah seorang
penduduk perlu berhati-hati menyatakan keheranan atau kekaguman terhadap benda
atau barang milik tuan rumah karena hal semacam itu dapat diterjemahkan sebagai
permintaan yang sukar ditolak oleh tuan rumah apalagi jika tamu tersebut
memiliki kedudukan yang terhormat.
D.
Wacana
dalam Pengajaran Bahasa
Dalam
bab 6 telah dikemukakan tentang kompetensi komunikatif yang unsur-unsurnya
dikelompokkan oleh Savignon dalam empat bagian, yakni 1) kompetensi gramatika,
2) kompetensi sosiolinguistik, 3) komponen startegis, 4) kompetensi wacana.
Kramsch (1981) mengemukakan pula pendapatnya tentang hal yang sama tetapi
menurut ahli ini unsur-unsurnya hanya tiga kelompok, yakni; 1) kompetensi
gramatika, yang segi pentingnya adalah untuk dipahami oleh orang lain (tindak
lokusi), 2) kompetensi pragmatik (tindak lokusi) dan 3) kompetensi diskursif
atau interaktif (tindak silang tutur).
Terdapat
tiga strategi yang menjadi tiang penegak
suatu silang tutur yakni; 1) sambung
bicara (turn taking), 2) ingsut
(move), dan 3) topik. Sambung
bicara merupakan strategi yang paling besar dasar yang menggariskan banwa tidak
boleh terdapat lebih dari satu orang yang berbicara pada satu saat. Pembicara
memiliki berbagai cara untuk mengatur pembicara berikutnya; biasanya pembicara
menyebutkan sesuatu atau menunjukkan atau mungkin tidak menyebutkan atau
menunjukkan melainkan mempersempit saja ruang lingkupnya diantara peserta yang
ada dengan mengajukan pertanyaan. Ada juga pembicara yang membiarkan sedemikian
rupa sehingga kesempatan terbuka bagi siapa saja atau mengharapkan sukarelawan. Silang tutur, menurut hasil penelitian,
merupakan kombinasi atau gabungan ingsut yang terdiri atas empat macam. Yakni
1) rangkaian (“chaining”), 2) selipan (“insertion sequence”), 3) sampingan (“side sequence”), dan 4) paduan (“tying”).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komantarnya bossss