BAB I PEDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari
beribu pulau yang dihuni dari berbagai suku bangsa, golongan dan lapisan
sosial. Mengingat hal itu, sudah barang tentu akan menghasilkan berbagai macam
budaya, adat istiadat, dan karya sastra yang berbeda. Namun dengan demikian
lahirnya negara kesatuan Republik Indonesia dapat memberikan rasa persatuan dan
kesatuan atas budaya , adat istiadat, bahasa, dan sastra yang berbeda dengan
dasar Bhineka Tunggal Ika.
Sastra memiliki
budaya yang tercermin dalam pemberian arti aspek-aspek pada berbagai jenis
perilaku atau tindakan antar individu maupun golongan secara utuh. Karya sastra
menampilkan cermin masyarakat tampak lebih dominan terdapat pada novel daripada
puisi atau drama, meski tidak sedikit pula drama dan puisi yang dihasilkan
sastrawan-sastrawan kita, sarat menampilkan gambaran demikian. Khusus mengenai
novel, ada kecenderungan masalah tersebut berkaitan dengan warna lokal atau
gambaran tradisi masyarakat tertentu. Jadi, tidak semua karya sastra dapat
secara leluasa dianalisis berdasarkan pendekatan sosiologis. Dalam hal ini,
cermin masyarakat itupun mesti selalu dalam konteks konvensi sastra.
Dengan segala kekurangan dan kelemahannya penulis
mencoba mengangkat karya sastra berupa novel yaitu Memory in Sorong.
Novel Memory in Sorong mengisahkan tentang seorang penyiar
Televisi Senada Jakarta yaitu Ajeng Suseno yang lahir dari keluarga ningrat
yang tak harmonis, dikarenakan ayahnya yang seorang tentara ketika bertugas di
Sorong untuk membersihkan Belanda dari Irian, menikahi seorang sukarelawan muda
yang bernama Anneke dan memiliki anak yang bernama Lisa. Pernikahan ayahnya
(Kapten Himawan Suseno) yang dirahasiakan terungkap ketika ibu ajeng membuka
sebuah kotak dalam koper yang berisi foto ayah Ajeng dengan perempuan Irian dan
mengendong seorang bayi.
Ajeng yang merupakan penyiar Televisi Senada Jakarta
mendapat tugas dari kantornya untuk meliput suasana sorong untuk dijadikan
tajuk dalam acara televisi. Sehingga kesempatan itu juga digunakan Ajeng untuk
mencari tahu perempuan yang ada dalam foto tersebut. Dalam hal ini pepatah
mengatakan “sekali mendayung dua pulau terlampaui”. Akan tetapi ketika sampai
di Kota Sorong Ajeng terjebak cinta David yang merupakan Kepala Bank Swasta
yang sudah memiliki istri yang bernama Ira.
Tesis ini berjudul Analisis Sosiologi dalam Novel
Memory in Sorong karya Pudji Isdriani. K yang berkisahkan tentang perjalanan
hidup tentang seorang perempuan yang mencari penyebab jatuhnya air mata bunda
yang tercinta. Novel ini juga berisikan ajaran-ajaran budaya dan pesan yang
mungkin berguna bagi pembaca dan peminat novel.
Dalam Novel Memory in Sorong ditemukan juga
beberapa nilai-nilai sosiologis yang didapat penulis yaitu :
1.
Tanggung jawab orangtua kepada anaknya.
2.
Pengabdian yang tidak ternilai harganya.
3.
Rasa cinta yang begitu dalam anak kepada
ibundanya.
Dengan demikian karya sastra bukanlah suatu uraian-uraian
kosong atau khayalan yang sifatnya sekedar menghibur pembaca saja akan tetapi
melalui karya sastra tesebut dihidupkan oleh pembaca agar lebih arif dan
bijaksana dalam bertindak dan berpikir karena pada karya sastra selalu berisi
masalah kehidupan manusia nyata untuk dijadikan pedoman bagi pembaca. Jadi,
pendekatan sosiologis atau sosio-kultural, perlu terus digalakkan untuk
mengangkat berbagai tradisi kultural masyarakat kita yang multi-etnis. Justru
dalam hal itulah, kekayaan sastra Indonesia menjadi sangat khas Indonesia
dibandingkan dengan kesusastraan negara lain. Dengan cara ini kita masih akan
menemukan nilai cermin masyarakat atau nilai lain, sejauh tetap menempatkan
secara kontekstual dan proporsional.
B. Rumusan
Masalah
Dalam
penulisan skripsi ini perumusan masalah sangat penting, mengingat dari
perumusan masalah tersebut maka kita dapat meihat isi dari tesis dan
permasalahan yang hendak diselesaikan.
Perumusan
Masalah sangat penting dalam pembuatan tesis, karena dengan adanya perumusan
masalah maka deskripsi masalah akan terarah sehinga hasilnya dapat dipahami dan
dimengerti oleh pembaca. Adapun masalah yang akan dibahas dalam tesis ini
adalah:
1. Bagaimanakah
nilai–nilai sosiologis yang terdapat dalam Novel “ MEMORY IN SORONG “?
2. Bagaimanakah
unsur pembentuk dari Novel “MEMORY IN SORONG“ yang dilihat dari unsur
interistiknya ?
C. Tujuan
Penelitian
Adapun
tujuan penelitian ini memiliki tujuan yang sangat berguna bagi penulis dan
pembaca. Dimana tujuan dari penelitian ini adalah
1. Agar
mengetahui nilai-nilai sosiologis yang terkandung dalam novel tersebut.
2. Untuk
mengetahui unsur pembentuk cerita dari karya sastra tersebut
Manfaat
penelitian ini terbagi atas dua yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat
Teoritis
Bagi penulis, berharap dari penelitian ini akan
mampu menambah wawasan serta lebih mengerti dan memahami teori-teori yang
didapat selama proses perkuliahan dimana sastra yang dikaji dari berbagai
aspek, dan salah satunya aspek sosiologi.
2. Manfaat
Praktis
a. Bagi almamater, penelitian ini dapat
menambah referensi yang ada dan dapat digunakan oleh semua pihak yang membutuhkan.
Penelitian ini. juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
terutama dalam pendidikan Bahasa dan Sastra indonesia.
b. Bagi pembaca, penelitian ini
diharapkan memberikan sumbangan kepustakaan yang merupakan informasi tambahan
yang berguna bagi pembaca dan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
pihak- pihak yang mempunyai permasalahan yang sama atau ingin mengadakan
penelitian lebih lanjut.
BAB II
KAJIAN
PUSTAKA
1.
Pengertian Sastra
Batasan sastra yang defenitif belum ada hingga kini yang
berlaku secara universal. Keseluruhan defenisi yang telah ada dirasa kurang
lengkap, karena hanya menekankan beberapa aspek saja. Luxemburg (1986)
mengatakan :
”
Menurut hemat kami tidak mungkin memberikan
definisi yang universal mengenai sastra. Sastra bukanlah sebuah benda yang kita
jumpai, sastra adalah sebuah nama dengan alasan tertentu diberikan kepada
sejumlah hasil dalam suatu lingkungan kebudayaan.”
Menurutnya ada beberapa alasan yang mungkin membuat kata
sastra tidak dapat didefenisikan secara definitif. Adapun alasan-alasannya
sebagai berikut: :
1.
Sulitnya orang menentukan sebuah karya sastra
tersebut, untuk mengkategorikan apakah karya sastra tersebut termasuk sastra
atau tidak.
2.
Sastra didefinisikan di dalam situasi para
pembaca, yang menyebabkan karya bagi seseorang termasuk sedangkan bagi orang
lain tidak.
4.
Kebanyakan definisi sastra, sedikit-dikitnya
kurang relevan bila diterapkan pada sastra. Misalnya, yang dicari ( disajikan )
untuk sastra, tetapi setelah dianalisis defenisi tersebut lebih cocok untuk
puisi.
Sekalipun demikian, banyak para ahli mencoba untuk memberikan
batasan mengenai sastra. Sebagai bahan bandingan, penulis mengemukakan pendapat
beberapa ahli sebagai berikut :
Teeuw
(1988) mengatakan :
“ Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal
dari bahasa Sansekerta, akar kata sas-, dalam kata kerja turunan berarti
mengarahkan, mengajar memberikan petunjuk atau instruksi. Akhir –tra biasanya
menunjukkan alat, saran. Maka dari itu sastra dapat berarti , alat untuk
mengajar, buku petunjuk, buku instruksi dan atau pengajar ; misalnya
silpasastra, buku arsitektur, kemasastra, buku petunjuk mengenai seni cinta.
Awalan su- berarti ‘ baik ‘, ‘indah’, sehingga susastra dapat dibandingkan
dengan berbagai belles letters”.
Kutipan menyatakan sastra dapat diartikan sebagai alat untuk
mengajar, untuk memberikan instruksi dan petunjuk kepada pembaca sebagai minat.
Kemudian Supardi Djoko Damono (1985) mengatakan :
“ Sastra adalah lembaga sosial yang
menggunakan bahasa sebagai medium, bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial.
“.
Kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan. Jakob Sumardjo
dan Saini K.M (1986) mengatakan :
“Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang
berupa pengalaman, pemikiran, semangat keyakinan dalam bentuk konkrit yang
membangkitkan pesona dengan alat bahasa”.
Sedangkan
Rene Wellek dan Austin Warren (1986) mengatakan : “Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni “.
Dari keseluruhan defenisi sastra diatas, adalah berdasarkan
persepsi masing-masing dan sifatnya deskriptif, pendapat itu berbeda satu sama
lain. Masing-masing ahli menekankan aspek-aspek tertentu namun yang jelas,
defenisi tersebut dikemukakan dengan prinsip yang sama yaitu manusia, seni ,dan
lingkungan. Manusia menggunakan seni sebagai pengungkapan segi-segi kehidupan.
Ini suatu kreatif bagi manusia yang mampu menyajikan pemikiran dan pengalaman
hidup dengan bentuk seni sastra.
Pengertian seni sastra tidak pernah mendapat batasan yang
memuaskan seperti membuat batasan tetang ilmu hayat, misalnya sastra adalah
kegiatan seni yang berhubungan dengan ekspresi dan penciptaan. Sedangkan
membuat batasan adalah kegiatan keilmuan. Inilah sebabnya setiap usaha membuat
batasan tentang sastra, selalu hanya merupakan pemberian atau gambaran dari
suatu segi saja. Tiap segi hanya memunculkan sebagian kebenaran, sehingga tidak
mungkin ada batasan yang sanggup meliputi semua segi kebenaran tentang sastra.
Meskipun tidak mungkin membuat batasan sastra memuaskan, tetapi juga
bermunculan batasan-batasan sastra sepanjang zaman.
Ada yang menyatakan Sastra adalah ungkapan ekspresi pikiran
dalam bahasa, yang dimaksud disini adalah pandangan, ide-ide, perasaan,
pemikiran, buku yang memuat perasaan manusia yang mendalam dan kebenaran moral
dengan sentuhan kesucian, keluasan pandangan dan bentuk yang mempesona. Dari
beberapa batasan yang diuraikan diatas dapat disebut beberapa unsur batasan
yang selalu disebut untuk unsur-unsur itu adalah isi sastra berupa pikiran,
perasaan, pengalaman, ide-ide, semangat kepercayaan dan lain-lain.
Ekspresi atau ungkapan adalah upaya untuk mengeluarkan
sesuatu bakat yang tertanam dari dalam diri manusia. Bentuk diri manusia dapat
diekspresikan keluar, dalam berbagai bentuk, sebab tanpa bentuk tidak akan
mungkin isi tadi disampaikan kepada orang lain. Ciri khas pengungkapan
bentuk pada sastra adalah bahasa. Bahasa adalah bahan utama untuk mewujudkan
ungkapan pribadi didalam suatu bentuk yang indah. Dengan unsur-unsur tadi
kiranya dapat dibuat batasan sastra sebgai berikut : sastra adalah ungkapan
pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, perasaan ide, semangat, keyakinan
dalam suatu bentuk konkret yang memungkinkan pesona dengan alat bahasa. Batasan
ini bersifat deskripsi yang mencakup semua karya sastra yang bermutu atau tidak
dalam suatu zaman
Yang
mendorong lahirnya sastra adalah keinginan dasar manusia untuk menaruh minat
sesama manusia realitas, tempat hidupnya dan dunia angan-angan yang dihayalkan
sebagai dunia nyata. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sastra adalah bagian
kehidupan manusia sebagai manifestasi kehidupannya yang dituangkan lewat bahasa
lisan maupun tulisan dalam bentuk seni. Pendapat klasik mengatakan, bahwa karya
sastra yang baik selalu memberi pesan kepada pembaca, pesan ini dinamakan
moral, dan perkembangan sekarang disebut Amanat. Tugas ini dihubungkan dengan
konsep Horatius yaitu Docere dan Delectare (memberi ajaran dan kenikmatan).
Pendapat tesebut dijelaskan oleh pendapat ahli berikut :
A.Teew (1991)
mengatakan :
“Dalam istilah Horatius, seniman bertugas
memberi ajaran dan kenikmatan ; sering kali ditambah mofere, menggerakkan
pembaca kepada kegiatan yang harus bertanggung jawab, seni harus menggabungkan
sifat Utile dan Dulce, bermanfaat dan manis”.
Berdasarkan
kutipan diatas diterangkan bahwa Dolcere dan Delectare dirasa kurang lengkap,
sehingga sering mengikut sertakan Movere, menggerakkan pembaca dalam proses
kreatif yang bertanggung jawab. Berkenaan dengan itu karya sastra mempunyai
efek yang harus dihasilkan denga menggabungkan sifat-sifat Dulce dan Utile
(manis dan bermanfaat). Bermanfaat berarti tidak terbuang, dengan seefektif
mungkin. Manis berarti menghibur dan memberi kenikmatan. Agar lebih jelas
lagi Rene Wellek dan Austin Warren (1986)
mengatakan :
“ Bermanfaat dalam arti luas sama dengan “ tidak membuang waktu “, bukan
sekedar “ kegiatan iseng jadi sesuatu yang perlu mendapat perhatian yang
serius. “Menghibur “ sama dengan “ tidak membosankan “, bukan kewajiban “, dan
memberikan kesenangan ”.
Dalam
uraian tersebut diatas dapat dijelaskan, bahwa fungsi sastra harus dikaitkan
pada sifta Utile dan Dulce, yaitu memberi manfaat atau kenikmatan kepada
pembaca, dan kemudian diterima denga tidak besifat keharusan atau paksaan.
2.
Pengertian Sosiologi
Secara etimologis sosiologi berasal dari kata socius dan
Logos. Socius adalah kawan atau kelompok, sedangkan logos berarti uaraian atau
pengetahuan. Atas dasar pengertian demikian sosiologi dapat diartikan sebagai
ilmu atau pengetahuan yang sistematis tentang kehidupan kelompok manusia, atau
ilmu tentang kehidupan manusia dengan manusia-manusia lainnya, yang secara umum
disebut masyarakat.
Pengertian
sederhana tentang sosiologi seperti diatas tampak dalam beberapa batasan
tentang ahli sosiologi sebagai mana yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Adapun
defenisi sosiologi yang dikemukakan oleh beberapa ahli sosiologi antara lain :
William dalam Sahdina (2010)
mengatakan
“
Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan
hasilnya yaitu organisasi sosial juga “.
Soelaeman
Soemardi dalam Utomi (2010) mengatakan :
“ Sosiologi atau ilmu masyarakat ialah ilmu
yang mempelajari struktur dan proses-proses sosial, termasuk perubahan sosial.
Struktur sosial, keseluruhan jaringan antara unsur yang pokok yaitu kaedah atau
norma-norma sosial. Proses sosial pengaruh timbal balik antara berbagai segi
kehidupan bersama, umpamanya pengaruh timbal balik antara segi kehidupan
ekonomi dengan segi kehidupan agama dan antara segi kehidupan dengan segi
kehidupan ekonomi dan lain sebagainya “.
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa objek yang
dipelajari dalam Sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan
antara manusia didalam masyarakat. Pengertian Masyarakat terkandung dalam
beberapa unsur hakiki yaitu manusia-manusia, tinggal bersama, dan saling
berinteraksi, sadar akan adanya aturan atau norma yang wajib mereka taati
secara sadar dan bersama-bersama menciptakan kebudayaan.
Adapun
unsur-unsur masyarakat tersebut adalah :
a. Manusia
yang hidup bersama.
Didalam
ilmu sosial tidak ada kurang mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan
beberapa jumlah manusia yang harus ada, akan tetapi paling sedikit dua orang
yang hidup bersama
b. Bercampur
untuk waktu yang cukup lama.
Berkumpulnya manusia
akan mucul manusia yang baru. Manusia muncul dapat juga bercakap-cakap, merasa
dan mengerti, juga mempunyai keinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau
perasaan-perasaannya. Sebagai akibat hidup besama itu, timbullah sistem
komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan
kelompok tersebut.
c.
Mereka sadar bahwa mereka merupakan
suatu kesatuan makanya mereka disebut manusia yang sadar.
d.
Mereka merupakan suatu sistem hidup
bersama Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan oleh karena setiap
anggota kelompok merasa dirinya terikat satu sama lainnya.
Sosiologi adalah telaah yang objektif
dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat dan tentang sosial dan proses
sosial. Sosiologi menelaah tentang bagaimana masyarakat itu tumbuh dan
berkembang. Dengan mempelajari lembaga- sosial dan segala masyarakat
perekonomian, keagamaan, politik dan lain-lain kita dapat gambaran tentang
cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mekanisme
masyarakatnya, serta proses pembudayaannya.
Sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu
atau kelompok pengetahuan yang sistematis tentang kehidupan manusia dalam
hubungannya dengan manusia-manusia lainnya secara umum di sebut Masyarakat.
Sosiologi disisi lain sebagai ilmu
berbicara tentang aspek-aspek kemasyarakatan selalu dapat dimanfaatkan untuk
membicarakan sebuah karya sastra. Nilai-nilai sosiologi pada sebuah cerita
dapat diwujudkan untuk mencapai pemahaman yang mendalam.
Ilmu sosial digunakan untuk masyarakat
itu sendiri dan diciptakan oleh masyarakat demi terjalinnya hubungan yang
harmonis antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya dalam kehidupan
3.
Hubungan Sastra dengan Sosiologi
Hal ini membuktikan bahwa kehadiran sastra mempunyai
peranan penting dalam membentuk struktur masyarakatnya. Pengarang dan karyanya
merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka membicarakan sebuah
karya sastra.di sisi lain, pengarang adalah anggota dari kelompok masyarakat
yang hidup di tengah tengah kelompok masyarakat tersebut. Jacob Sumardjo juga
menekankan, bahwa kehadiran karya sastra merupakan salah satu wujud pelestarian
dari keadaan sosio kultur suatu masyarakat dimana ia tercipta.
Jacob
Sumardjo (1986 ) mengatakan :
” karya
sastra menampilkan wajah kultur jamannya, tetapi lebih dari itu sifat-sifat
sastra juga ditentukan oleh masyarakatnya “.
Selanjutnya Sapardi Djoko Darmono (1978)
mengatakan :
“Bahwa
cipta sastra di samping memiliki sifat khas sebagai suatu kreasi estetis, cipta
sastra juga merupakan produk dunia sosial ”.
Objek yang digarap sosiologi dan sastra
sama maka wajarlah kalau ada ahli yang meramalkan bahwa pada akhirnya nanti
sosiologi dapat menggantikan kedudukan novel. Mungkin pendapat itu muncul di
dorong oleh pesatnya pertumbuhan dan perkembangan sosiologi dewasa ini di
samping adanya anggapan bahwa novel akan atau telah tiada. Kedua-duanya
memiliki kemungkinan yang sama untuk terus berkembang dan tidak mustahil juga
kedudukannya dapat saling bekerja sama saling melengkapi.
Atar
Semi (1989) mengatakan :
1. Konteks
sosial pengarang yakni menyangkut posisi sosial masyarakat dan kaitannya dengan
masyarakat pembaca, termasuk di dalamnya faktor – faktor sosial yang bisa
mempengaruhi si pengarang sebagai isi karya sastranya.
2. Sastra
sebagai cermin masyarakat yang di telaah adalah sampai sejauh mana sastra di
anggap sebagai pencerminan keadaan masyarakat.
3. Fungsi
sosial sastra dalam hal ini ditelaah sampai berapa jauh nilai sastra ber kaitan
dengan nilai sosial dan sampai seberapa jauh nilai sastra di pengaruhi oleh
nilai sosial dan sampai seberapa jauh pula sastra dapat berfungsi sebagai alat
penghibur dan sekaligus sebagai pendidikan bagi masyarakat pembaca.
Demikian eratnya hubungan antara pengarang dan karyanya,
serta hubungan pengarang dengan masyarakatnya. Hal ini merupakan tiga dimensi
saling melengkapi. Memang dalam sejarah kesusastraan beberapa paham atau aliran
yang menyangkut pembicaraan terhadapkarya sastra itu sendiri. Pada satu pihak
para ahli melihat sastra itu sebagai totalitas semata dari kreasi seni biasa.
Sastra hanya dapat dibicarakan dalam rangka huibungannya dengan struktur
kebahasaan, seperti yang dianut strukturalisme. Tetapi kenyataan perkembangan
zaman menuntut lebih banyak lagi terdapat fungsi kehadiran sastra
ditengah-tengah kehidupan masyarakat.
Pada masa angkatan balai pustaka, kita
masih menemukan ciri -ciri yang hanpir bersamaan dengan masa pujangga baru.
Setelah angkatan ’45, bentuk-bentuk klise itu dirombak, khususnya penyair
individualisme chairil Anwar. Sosiologi pada sisi lain sebagai ilmu yang
berbicara tentang aspek-aspek kemasyarakatan selalu dapat dimanfaatkan untuk
pembicaraan sebuah karya sastra, nilai-nilai sosiologis dalam sebuah karya
sastra dapat diwujudkan untuk mencapai pemahaman yang lebih mendalam. Banyak
hal yang menjadi fokus pengamatan seorang sastrawan, kehidupan pribadinya
lingkungan serta harapan-harapannya menjadi hal yang menarik dalam penelitian
sebuah karya sastra.
Kompleks permasalahan itu merupakan
hadiah seorang pengarang yang dapat memperluas wawasan pemikiran anggota
masyarakat. Dengan menggambarkan fenomena dari hasil pengamatan pengarang,
masyarakat pembacanya memperoleh hal yang bermakna dalam hidupnya. Pengarang
sendiri mendapat sumber inspirasi dari bercorak ragam tingkah laku manusia
maupun masyarakatnya.
Kesemuanya itu terangkum dalam aspek
yang membangun sebuah cipta sastra, salah satu aspek yang membangun seutuhan
sebuah cerita adalah menyangkut perwatakan tokoh-tokonya. Tokoh yang berpikiran
primitif, tidak mungkin akan bertindak sebagai manusia modren yang serba luwes.
4. Sosiologi
Sebagai Pendekatan Sastra
Pendekatan yang dilakukan terhadap karya sastra pada dasarnya
ada dua, yaitu pendekatan instrinsik dan pendekatan ekstrinsik. Unsur-unsur
instrinsik merupakan unsur -unsur dalam yang diangkat dari isi karya sastra,
seperti tema, plot, atau alur, perwatakan, gaya bahasa dan penokohan. Sedangkan
unsur ekstrinsik berupa pengaruh luar yang terdapat dalam karya sastra itu
seperti sosiologi, filsafat, politik, antropologi dan lain-lain.
Analisis aspek ekstrinsik karya sastra ialah analisis karya
sastra sendiri dari segi isinya, dan sepanjang mungkin melihat kaitannya dengan
kenyataan-kenyataan di luar karya sastra itu sendiri. Dengan demikian akan
jelas nanti, apabila karya sastra tersebut sepenuhnya atau sebagian, sama
sekali tidak berdasarkan kenyataan sebenarnya atau sebaliknya. Untuk sampai
kepada kesimpulan tersebut perlulah dikembangan suatu sistematika analisis dari
aspek ekstrinsiknya, yaitu terlihat mula-mula faktor historisnya, disusul
berturut-turut faktor sosiologis, psikologis dan seterusnya.
Sastra yang baik harus mempunyai objek yang luas mengenai
kehidupan manusia yang disampaikan melalui bahasa. Dengan demikian, bahan
hakiki dari sastra adalah suatu kehidupan masyarakat, termasuk interaksi
sosialnya.
Jakob Sumardjo (1986) mengatakan :
“ seorang pengarang menulis karyanya karena
ia mengemukakan obsesinya terhadap lingkungan hidupnya, ada unek-unek yang
menggangu jiwanya dan itu harus dikatakannya. Karena keterampilannya menulis,
maka cara yang paling baik untuk mengeluarkan secara tandas kegundahan jiwanya
adalah dengan karya tulis. Ini bisa berupa essei, puisi, drama, atau novel.
Kalau demikian sudah barang tentu pengarang sangat membutuhkan obsesinya ”.
Penulis menghubungkan kutipan diatas dengan teori konvergensi
(menuju suatu titik petemuan) yang dikemukakan oleh William Setera, katanya
baik pembawaan dan pengalaman maupun lingkungan mempunyai peranan penting dalam
perkembangan individu. Perkembagan individu ini akan ditentukan pula oleh
faktor endigen atau perkembangan yang ditimbanya melalui pengalaman,lingkungan
dan pendidikan. Pengaruh lingkungan sosial ini lebih dalam mempengaruhi
pemikiran dan perbuatan pengarang.
Wellek &
Warren dalam Atar Semi, (1989) mengatakan :
“ pendekatan sosiologi atau pendekatan
ekstrinsik biasanya mempermasalahkan sesuatu di seputar sastra dan masyarakat
bersifat sempit dan eksternal. Yang dipersoalkan biasanya mengenai hubungan
sastra dan situasi sosial tertentu, sistem ekonomi, sosial, adat istiadat dan
politik “.
Dengan pendekatan sosiologis yang mungkin dapat menunjukkan
sebab-sebab dan latar belakang kelahiran sebuah karya sastra, bahkan mungkin
dapat membuat kritikus agar terhindar dari kekeliruan tentang hakekat karya
sastra yang ditelaah, terutama dalam menentukan fungsi suatu karya sastra dan
mengetahui beberapa aspek sosial lain yang harus diketahui sebelum penelaahan
dilakukan. Kritik sosiologis berfaedah dalam mengembangkan pengetahuan kita
dengan memberikan keterangan tentang karya sastra, misalnya mengapa beberapa
kelemahan menjadi ciri khas dalam suatu priode tertentu, mengapa suatu kurun
waktu tertentu memperlihatkan suasana yang memancing keharuan atau cenderung
untuk membunuh para tokoh dalam cerita. Dengan bantuan sosiolgis sastra hal itu
dapat diketahui dan dipahami secara lebih mendalam.
Suatu hal yang perlu dipahami dalam melakukan pendekatan
sosiologis ini adalah : walaupun seorang pengarang melukiskan kondisi sosial
yang berada dilingkungannya, namun ia belum tentu menyuarakan keamanan
masyarakatnya. Dalam arti ia tidaklah mewakili atau menyalurkan
keinginan-keinginan kelompok masyarakat tertentu yang pasti pengarang
menyalurkan atau mewakili hati nuraninya sendiri, dan bila ia kebetulan
mengucapkan sesuatu yang berkejolak dalam masyarakat hal itu merupakan suatu
kebetulan belaka.
Para pengkritik sastra yang menilai hasil sastra dengan
menggunakan pendekatan sosiologis tentu akan mempertimbangkan : apakah
pengarang dapat mengungkapkan segi kemasyarakatan itu dilakukan dengan cara
yang menarik, dalam arti dia mampu menarik hati para pembacanya. Dari uraian
diatas dapat disimpulkan, bahwa pendekatan sosiologis mempunyai segi-segi yang
bermanfaat dan berdaya guna yang tinggi bila para kritikus tidak melupakan dan
memperhatikan segi-segi instrinsik yang membangun karya sastra, disamping memperhatikan
faktor-faktor sosiologis serta menyadari bahwa karya sastra itu diciptakan oleh
suatu kreatifitas dengan memanfaatkan faktor imajenasi pengarang.
5.
Teori yang digunakan
Teori merupakan hal yang sangat perlu dalam
menganalisis suatu karya sastra yang diajukan sebagai objek penelitian, karena
teori adalah landasan berpijak untuk melihat aspek-aspek atau unsur-unsur yang
terdapat didalam karya sastra. Dalam menganalisis novel ini maka penulis
menerapkan teori struktural yaitu berupa nilai-nilai sosilogis novel untuk
mendapatkan nilai-nilai sosiologis yang optimal dari karya yang dianalisis.
Mengenai
penjelasan tentang teori struktural karya sastra A.Teew (1991) mengatakan :
teori struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti,
semendetail dan semendalam mungkin keterkaitan semua teori aspek-aspek karya
sastra yang bersamaan dan menghasilkan makna menyeluruh.
Dalam hal ini penulis menggunakan analisis sosiolgi
sastra yang dikemukakan oleh pendapat ahli berikut :
Wellek &Warren dalam Atar Semi, (1989) yaitu :
“ sosiologi
sastra yakni mempermasalahkan suatu karya sastra yang menjadi pokok, tentang
apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan dan amanat yang
hendak disampaikan dan dengan mempergunakan teori struktural maka dapat
dirangkumkan tujuan dari penulis mengangkat cerita ini untuk dikembangkan,
tujuannya yaitu mendapatkan nilai-nilai sosiologis yang ada “.
BAB III
METODE
PENELITIAN
1. Metode Penelitian
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode Deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk memberikan pemecahan
masalah yang ada pada cerita berdasarkan data-data. Metode ini menyajikan dan
menganalisis data yang diperoleh dari informasi.
Pada
penelitian ini penulis mendeskripsikan struktur dan susunan sosiologis yang
terkandung dalam novel “Memory in Sorong“ yang merupakan sebuah
perjalanan hidup seorang reporter televisi ke sorong.
2. Sumber Data
Adapun sumber data yaitu Novel Memory in Sorong
karya Pudji Isdriani. K, yang diterbitkan PT. RajaGrafindo Persada tahun 2005
dengan 182 halaman.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun
metode pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam penelitian ini,
adalah
4. Teknik Analisis Data
Metode yang digunakan dalam menganalisis data penelitian ini
adalah metode deskriptif yang didasarkan pada unsur-unsur intrinsik. Dengan
langkah-langkah yang dilakukan penulis dalam menganalisis novel adalah :
1. Menuliskan
data yang diperoleh dari lapangan yaitu berupa sinopsis novel tersebut.
2. Mendeskripsikan
isi novel dalam hal ini unsur intrinsik sebagai tumpuan analisis dalam mengkaji
nilai-nilai sosiologis dalam novel.
BAB IV
SIMPULAN
DAN SARAN
A.
SIMPULAN
1. Teori-teori sosiologi sastra
mempersoalkan kaitan antara karya sastra dan 'kenyataan'. Sebenarnya teori
sosiologi sastra inilah yang paling tua usianya dalam sejarah kritik sastra.
2. Sastra
adalah ungkapan ekspresi pikiran dalam bahasa, yang dimaksud disini adalah
pandangan, ide-ide, perasaan, pemikiran, buku yang memuat perasaan manusia yang
mendalam dan kebenaran moral dengan sentuhan kesucian, keluasan pandangan dan
bentuk yang mempesona.
3. Sastra
yang baik harus mempunyai objek yang luas mengenai kehidupan manusia yang
disampaikan melalui bahasa. Dengan demikian, bahan hakiki dari sastra adalah
suatu kehidupan masyarakat, termasuk interaksi sosialnya.
B.
SARAN
Beberapa
saran dapat dijadikan bahan pertimbangan sehubungan dengan hasil penelitian,
yaitu sebagai berikut :
1. Pembaca ,Demi kecintaan kita
terhadap karya sastra Indonesia dipandang perlu untuk lebih meningkatkan minat
kita untuk mengkaji novel-novel yang ada
2.
Dinas
Pendidikan
Meningkatkan
kepedulian terhadap mahasiswa yang mengadakan penelitian terkhusus Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komantarnya bossss