Eksistensi Ilmu Pengetahuan
Didalam dunia filsafat, dikenal bahwa
segala sesuatu yang ada pasti berada dalam substansi dan eksistensi. Substansi
adalah sifat hakikat suatu hal, sebagai inti-sari daripadanya, sehinga dengan
demikian menentukan jenis sebagai apa hal sesuatu itu. Sedangkan eksistensi
adalah bagaiamana cara-cara keberadaan hal sesuatu itu.
Sebab-sebab
pluralitas ilmu pengetahuan
Bagi manusia, kebenaran universal adalah
merupakan suatu kebutuhan yang amat berguna untuk memperluas pandangan atau
wawasan yang kemuadian dapat membentuk suatu pandangan hidup atau filsafat
hidup. Dapat dipahami bahwa sesungguhnya yang diperlukan manusia dalam rangka
menentukan dasar dan tujuan hidup adalah pengetahuan yang benar secara
menyeluruh, yang bersifat prinsipal dan cenderung tidak berubah-ubah.
Meskipun dalam kehidupannya, manusia
mutlak membutuhkan pengetahuan yang benar secara umum dan universal. Tetapi,
seiring dengan percepatan pertumbuhan penduduk dunia yang makin mengancam
kelangsungan hidup, maka manusia memerlukan pelipat-gandaan produksi
barang-barang komsumtif sebagai kebutuhan hidup keseharian. Pada dasarnya
pengetahuan umum universal (filosofis)
ternyata tidak mampu menjawab persoalan konkret keseharian seperti masalah
pemenuhan kebutuhan makanan, minuman, pakaian, perumahan, dan peralatan hidup
lainnya.
Adapun kebenaran mengenai kecenderungan
pluralitas ilmu pengetahuan seperti telah dikemukakan sebelumnya, dapat
diterangkan secara lebih detail menurut dua cara sebagai beirikut.
Pertama, ditunjau dari segi manusia sebagai pendukung ilmu
pengetahuan itu sendiri. Dalam diri manusia terdapat suatu kodrat yaitu adanya
dorongan ingin tahu. Kodrat manusia semacam itu sesuai benar dengan
perkembangan kebutuhan hidup dan kehidupannya. Pada mulanya, kebutuhamn manusia
itu bersifat sangat sederhana, tetapi semakin lama semakin kompleks. Kebutuhan
manusia yang ternyata bergerak baik secara kuantitatif maupun secara
kualitatif, mendorong perkembangan pengetahuan menjadi semakin plural, metodis
dan sistematis, untuk kemumdian ditingkatkan menjadi pengetahuan-pengetahuan
praktis yang bersifat lebih teknis. Kebutuhan akan pengetahuan yang demikian
itu, lebih jelas dapat dilihat pada sejarah perkembangan alam pikiran dan
kebudayaan manusia.
Ketika jumlah manusia menjadi semakin berlipat
ganda manusia mulai bergeser pikirannya dan mulai mengambil jarak dengan alam.
Alam pikiran dan kebudayaan yang bersifat mitologis berubah dan berkembang
menjadi filosofis. Didalam alam pikiran demikian, alam dihadapi sebagai objek,
bukan sebagai subjek lagi. Manusia sebagai subjek, mulai mencari-cari
rahasia-rahasia alam, apa yang menjadi inti atau hakikat alam itu sebenarnya.
Kedua, berkaitan dengan kodrat ingin tahu manusia itu tadi,
perkembangan ilmu pengetahuan dapat ditinjau dari jenis, bentuk dan sifat objek
materi ilmu pengetahuan. Suatu objek materi, terlepas apakah berupa benda
material ataupun non-material seperti pendapat-pendapat, ide-ide, paham-paham
dan sebagainya, didalam dirinya sendiri memiliki banyak segi.
Secara kualitatif, ilmu pengetahuan
bekembang dari yang filosofis menjadi teoritis ilmiah untuk kemudian semakin
menjadi teknologis-praktis. Sedangkan secara kuantitatif, menjadi
kelompok-kelompok ilmu pengetahuan alam, humaniora, sosial, dan ilmu-ilmu
keagamaan.
Pluralitas
Jenis dan Sifat Ilmu Pengetahuan Alam
Pemahaman tentang pluralitas jenis dan
sifat ilmu pengetahuan dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu menurut baik
“objek materi” maupun “objek forma”.
Menurut objek materinya, ilmu pengetahuan biasanya dibedakan atas Ilmu
Pengetahuan Alam (Natural Sciences), yang objek materinya berupa badan-badan
benda mati (anorganic), benda hidup kemanusiaan (social sciences) dan ilmu
pengetahuan sosial (social sciences), yang objek materinya berupa manusia dalam
pelbagai taraf hidupnya, serta ilmu pengetahuan ketuhanan (theology), yang
objek materinya adalah Tuhan Sang Pencipta. Sedangkan menurut objek formanya,
ilmu pengetahuan dapat dibedakan menjadi ilmu pengetahuan filosofis, ilmu
pengetahuan teoritis, dan ilmu pengetahuan teknologis-praktis (terapan).
Ilmu pengetahuan filosofis, menyelediki
objek materinya dari sudut pandang yang umum seumum-umumnya (universal),
artinya dari pelbagai sudut sehingga dapat diperoleh suatu kebenaran yang
sifatnya universal (kebenaran hakiki). Pengetahuan teoritis, menyelidiki objeknya
dari sudut pandang yang bersifat umum-khusus dengan mempergunakan metode
ilmiah, sehinga dapat diperoleh suatu pengetahuan umum menurut sudut pandang
itu yang tersusunsecara sistematik dan utuh.
Ke Arah Kesatuan Ilmu Pengetahuan
Sejauh manapun pluralitas ilmu
pengetahuan berkembang, ternyata tetap terikat oleh dua faktor, sehingga
pluralitas itu tetap di dalam suatu entitas yang utuh sebagai ilmu pengetahuan. Faktor pertama adalah manusia sebagai
pendukung (subjek) ilmu pengetahuan. Bagaimanapun pluralitas dan perbedaan ilmu
pengetahuan adalah tetap dari manusia dan untuk kepentingan manusia dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupannya. Sedangkan Faktor kedua, yang
justru menentukan kecenderungan ke arah
kesatuan pluralitas ilmu pengetahuan itu adalah karena sifat hakikat atau
bawaan daripada objek materi dan objek forma ilmu pengetahuan itu sendiri.
Akhirnya, secara etis perkembangan
pluralitas ilmu pengetahuan dan teknologi bukannya untuk dipertanggungjawabkan
secara terpisah-pisah, melainkan harus dipertanggung tersebut tidak satupun
yang tidak berlaku bagi jenis ilmu pengetahun manapun. Karena kenyataannya
setiap ilmu pengetahuan selalu mempersoalkan masalah-masalah kebenaran ideal
seperti yang ditekankan oleh teori koheren, kebenaran real seperti yang
ditekankan oleh teori koresponden, dan pada akhirnya tentu mempersoalkan
kebenaran pragmatik seperti yang ditekankan oleh teori pragmatik.
HAKIKAT
ILMU PENGETAHUAN
Pendekatan
Masalah
Pluralitas ilmu pengetahuan dapat
digambarkan baik secara horizontal maupun vertikal, sebagai berikut :
- Secara horizontal, menurut jenis onjek materinya, ada ilmu pengetahuan alam, sosio-humaniora dan ketuhanan.
- Secara vertikal, menurut objek formanya, ada ilmu pengetahuan bertaraf filosofis, teoritis dan ilmu pengetahuan terapan (praktis-teknis).
Secara garis besar, pluralitas ilmu
pengetahuan dibahas menurut sudut pandang filsafat. Tugas dan kewajiban
filsafat lebih terfokus pada ,merncari dan menemukan titik-titik temu
(overlapped) dari pluralitas ilmu pengetahuan. Dari hasil temuannya itu, filsafat menyusun suatu sistem
hubungan menyeluruh, sehingga terbentuk sebuah bangun ilmu pengetahuan. Adapun
sistem hubungan itu ada dua jenis, yaitu :
- Sistem hubungan interdiscipliner (menurut kesamaan objek materi)
- Sistem hubungan multidiscipliner (menurut kesatuan dari perbedaan objek materi).
Pendekatan kefilsafatan menurut sistem hubungan tersebut dibentuk atas dasar
fakta kodrati, bahwa tidak ada satupun unsur yang terkandung di dalam realitas
ini berada secara terpisah dengan unsur-unsur lainnya.
Aristoteles, terkenal sebagai bapak
metafisika, menyatakan bahwa setiap yang ada selalu berada di dalam suatu cara
disebut 10 kategori. Adapun kesepuluh kategori itu dapat dijelaskan kembali
secara akumulatif sebagai berikut :
- Setiap hal pasti berada di dalam substance atau dirinya sendiri.
- Setiap hal pasti berada di dalam quality atau sifatnya sendiri.
- Setiap hal pasti berada di dalam quantity atau bentuknya sendiri.
- Setiap hal pasti berada di dalam realtion atau hubungan dengan hal lain
- Setiap hal pasti berada di dalam action atau tindakan tertentu
- Setiap hal pasti berada di dalam suatu passi atau derita tertentu ats tindakannya
- Setiap hal pasti berada di dalam suatu space atau ruang tertentu
- Setiap hal pasti berada di dalam suatu tempo atau waktu tertentu
- Setiap hal pasti berada di dalam situs atau keadaan tertentu
- Setiap hal pasti berada di dalam habitus atau kebiasaan tertentu.
Pada dasarnya hakikat dapat dapat dikategorikan
menjadi tiga hal, yaitu hakikat jenis (bersifat abstrak), hakikat pribadi
(bersifat potensial), dan hakikat individual (bersifat kongkret). Oleh karena
ilmu pengetahuan tergolong kedalam hal yanga ada, maka ketiga jenis hakikat itu
dipandang perlu untuk dijadikan landasan pembahasan tentang pembahasan tentang
hakikat ilmu pengetahuan.
Aspek
Ontologis Ilmu Pengetahuan
Ontologi dalam bahasa inggris berarti Ontology,
berakar dari bahasa Yunani “on” berarti ada, dan ontos berarti keberadaan. Sedangkan
logos berarti pemikiran.
Beberapa karakteristik ontologi, seperti
diungkapkan oleh Bagus, antara lain dapat disederhanakan sebagai berikut :
- Ontologi adalah studi tentang arti “ada” dan ”berada”. Tentang ciri-ciri essensial dari yang ada dalam dirinya sendiri, menurut bentuknya yang paling abstrak.
- Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tata dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin,
- Ontologi adalah cabang filsafat yang mencoba melukiskan hakikat terakhir yang ada Yaitu Satu, Yang Absolut, Bentuk Abadi, Sempurna, dan keberadaan segala sesuatu mutlak bergantung kepadaNya.
- Cabang filsafat yang mempelajari tentang status realita apakah nyata atau semu, apakah pikiran itu nyata, dan sebagainya.
Secara ontologis artinya metafisis umum,
objek materi yang dipelajari dalam pluralitas ilmu pengetahuan, bersifat
monistik pada tingkat yang paling abstrak. Seluruh objek materi pluralitas ilmu
pengetahuan seperti manusia, binatang, tumbuhan dan zat kebendaan berada pada
tingkat abstrak tertinggi yaitu dalam kesatuan dan dalam kesamaannya sebagai
makhluk. Kenyataan semacam itu, mendasari dan menentukan kesatuan pluralitas
ilmu pengetahuan. Dengan perkataan lain, pluralitas ilmu pengetahuan berhakikat
satu yaitu dalam kesatuan objek materinya.
Melalui pendekatan kualitatif, persoalan
yang sama yaitu aspek ontologi ilmu pengetahuan demngan persoalan hakikat
keberadaan pluralitas ilmu pengetahuan, dapat digolongkan ke dalam
tingkat-tingkat abstrak universal, teoritis potensial dan konkret fungsional.
Essensi kebenaran, jika diperhadapkan
dengan taraf hakikat abstrak ilmu pengetahuan, terdapat kesesuaian yaitu bahwa
kebenaran itu hanya ada satu. Artinya bagi ilmu pengetahuan yang berbeda-beda
objek studinya, apakah kualitatif ataukah kuantitatif tetap terikat dalam satu
jenis kebenaran. Sedangkan eksistensi kebenaran, jika diperhadapkan dengan
taraf hakikat pribadi dan hakikat individual ilmu pengetahuan, terdapat
kesesuaian bahwa kebenaran dalam dirinya terkandung sifat hakikat berupa
potensi untuk berubah dan berkembang.
Aspek
Epistemologis
Dalam epistemology, terdapat beberapa
perbedaan mengenai teori pengetahuan. Hal ini disebabkan karena setiap ilmu
pengetahuan memiliki potensi objek, metoda, system dan tingkat kebenaran yang
berbeda-beda. Disamping itu juga disebabkan oleh kemampuan subjek yang selalu
dalam keadaan terbatas. Terbatas dalam hal pemahaman rasional dan penghayatan
empirik. Pada dasarnya atas kedua penghayata itu, maka berkembanglah segala
macam perbedaan tajam sudut pandang dan metoda yang bersumber dari potensi
rasio dan pengalaman. Akibatnya, kedua perbedaan itu menumbuhkan paham-paham
epistimologis yang diukenal sebagai rasionalisme dan empirisme. Cara pandang
dan metoda mana yang dapat dipercaya, apakah yang bersumber dari rasionalisme
atau empirisme, pada dasarnya tergantung pada jenis dan sifat objek studi.
Empirisme identik dengan teori koherensi. Dengan kata lain epistimologi dapat
dipahami merupakan suatu bidang filsafat nilai yang mempersoalkan tentang
hakikat kebenaran. Karena fakta menunjukkkan bahwa semua pengetahuan
mempersoalkan tentang kebenaran.
Keterikatan hubungan interdiscipliner
antara ilmu pengetahuan yang berbeda-beda, dalam aspek epistimologis ini justr
menjadi dasar bagi pertumbuhan sikap ilmiah, yaitu sikap yang berkembang atas
kesadaran bahwa :
- Setiap subjek ilmu pengetahuan (manusia), mendukung kodrat keterbatasan. Terbatas dalam penginderaan, terbatas dalam pemikirandan oleh sebab itu terbatas dalam persepsi.
- Setiap objek materi pasti tersusun atas bagian-bagian yang jumlah jenis dan sifatnya tidak terbatas.
- Oleh sebab itu penyelidikan harus dilakukan menurut bagian tertentu dari objek materi, yang selanjutnya atas bagian itu ditentukan sudut pandang, metoda dan sisitem tertentu sehingga pasti akan menghasilkan suatu teori kebenaran tertentu pula.
- Jadi, dari suatu objekmateri berkembang teori-teori kebenaran yang berbeda-beda, dan pada akhirnya menghasilkan suatu relativitas kebenaran tentang satu objek materi yang sama.
- Dari fakta relativitas kebenaran itulah kemudian berkembang moral “sikap ilmiah” sebagai landasan tata hubungan sosiologis keilmuawan diantara para ahli.
Jika sikap ilmiah bisa tumbuh
berkembang, maka dapat diharapkan berpengaruh terhadap tata hubungan kehidupan
social masyarakat manusia pada umumnya. Selanjutnya, didalam kehidupan
masyarakat akan tumbuh berkembang sikap saling menghargai antara pihak yang
satu dengan pihak yang lainnya, menurut dasar hak dan kewajiban masing-masing.
Aspek
Etika
Etika, berakar dari bahasa Yunani “ethikos”
atau “ethos” yang berarti adat atau kebiasaan. Selanjutnya istilah ethikos
berkembang menjadi ekuivalen dengan moralitas. Di dalam filsafat nilai
(axiologi) masalah moral berhubungan dengan perilaku. Tradisi filsafat membagi
etika ke dalam etika normatifdan kreatif (meta-etika?). yang pertama,
mempersoalkan pengukuran perbuatan baik dan benar berdasar norma-norma
konvensional sebagai petunjuk atau penuntun perilaku. Sedangkang yang kedua,
cenderung bersifat filosofis, pengukuran perbuatan baik dan benar berdasar pada
analisis kritis logis.
Menurut latar belakang terbentuknya,
mengapa dan untuk apa ilmu pengetahuan ada, jawabannya ada ditanga manusia.
Karena manusialah subjeknya, maka jika tidak ada manusia ilmu pengetahuan juga
tidak mungkin ada.
Aspek etika ilmu pengetahuan adalah
mengenai akibat kongkret individual ilmu pengetahuan. Seperti halnya manusia,
barulah berfungsi ketika menjadi konkret individual, maka begitu juga halnya
ilmu pengetahuan baru dapat difungsikan ketika teori-teori ilmiah dibangun
menjadi sebuah system teknologi. Jadi, rancang bangun teknologi dibuat berdasar
pada teori-teori kebenaran ilmiah, semata-mata adalah untuk tujuan pemberdayaan
nilai-nilai kebenaran ilmiah yaitu kemanfaatan bagi kelangsungan kehidupan dan
bagi tercapainya tujuan kehidupan.
Berdasar atas potensi ilmu pengetahuan
dan teknologi, manusia seharusnya mampu dan mau untuk :
- Mengutamakan perilaku adil dan bertanggungjawab terhadap lingkungan hidup dan sumber daya alam.
- Mampu dan mau berperilaku adil terhadap sesame manusia.
- Mampu dan mau besikap adil terhadap diri sendiri.
Akhirnya, dalam hal hakikat ilmu
pengetahuan, terutama pada titik etika, memperingatkan kepada umat manusia
untuk mulai sekarang memutar balik sikap dan perilaku kehidupannya kepada orientasi
baru berupa “kembali ke azas kesebaban”. Berdasar pada azas ini, sikap dan
perilaku manusia dituntut untuk menomor-satukan kebutuhan hidup dan
menomor-duakan keinginan hidup. Dengan pilar perilaku ini sebagai mahluk, maka
manusia mendapatkan kembali posisi dan perannya sebagai pemimpin
(khilafatullah) kehidupan. Sebagai pemimpin, manusia bertanggung jawab terhadap
kelangsungan hidup dengan cara menjaga kelestarian lingkungan hidup sebagai
rumah tinggal dari semua makhluk.
Aspek etika menunjuk pada hakikat
konkret ilmu pengetahuan adalah persoalan tentang penerapan ilmu pengetahuan ke
dalam hidup dan kehidupan manusia.
Referensi :
Suparlan Suharto, Filsafat Ilmu Pengetahuan (wawasan, sikap dan perilaku keilmuan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komantarnya bossss