Selasa, 29 Mei 2012

Filsafat Bahasa


A.   Pengertian Filsafat Bahasa
Jika dilihat dari ilmu asal usul kata (etimologi), istilah filsafat diambil dari kata falsafah yang berasal dari bahasa Arab. Istilah ini diadopsi dari bahasa Yunani, yaitu dari kata ‘philosophia’.  Kata philosophia terdiri dari kata philein yang berarti cinta (love), dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom). Secara etimologis filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan (love of wisdom) secara mendalam. Dari sini terdapat ungkapan yang menyatakan bahwa filosof (filsuf, failasuf) adalah seorang yang sangat cinta akan kebijaksanaan secara mendalam.
Dalam kamus linguistik filsafat bahasa adalah ilmu yang menyelidiki kodrat dan kedudukan bahasa sebagai kegiatan manusia serta dasar-dasar konseptual dan teoretis linguistik.
Filsafat bahasa sebagai salah satu cabang filsafat mulai dikenal dan berkembang pada abad XX ketika para filsuf mulai sadar bahwa terdapat banyak masalah-masalah dan konsep-konsep filsafat baru dapat dijelaskan melalui analisis bahasa, karena bahasa merupakan sarana yang vital dalam filsafat (Davis, 1976). Filsafat bahasa termasuk bidang yang kompleks dan sulit ditentukan lingkup pengertiannya (Devitt, 1987).
B.    Hubungan Filsafat dengan Bahasa
Seperti diketahui bahwa fungsi bahasa ialah sebagai alat untuk mengkomunikasikan suatu gagasan kepada orang lain.
Setiap gagasan yang dihasilkan seseorang tidak akan diketahui oleh khalayak manakala tidak dikomunikasikan melalui bahasa. Meskipun diakui bahwa bahasa mungkin dipakai untuk melaksanakan banyak fungsi komunikasi, mereka tetap menciptakan anggapan umum bahwa fungsi bahasa yang paling penting adalah penyampaian informasi. Bahasa tidak saja sebagai alat komunikasi untuk mengantarkan proses hubungan antar manusia, tetapi juga bahasa mampu mengubah seluruh kehidupan manusia. Artinya bahwa bahasa merupakan salah satu aspek terpenting dari kehidupan manusia.
Bahasa pada hakekatnya merupakan suatu sistem simbol yang tidak hanya merupakan urutan bunyi-bunyi secara empiris, melainkan memiliki makna yang sifatnya non empiris.
Filsafat sebagai suatu aktivitas manusia yang berpangkal pada akal pikiran manusia untuk menemukan kearifan dalam hidupnya. Bahasa sehari-hari memiliki sejumlah kelemahan antara lain (1) vagueness (kesamaran), (2) inexplicitness (tidak eksplisit), (3) ambiguity (ketaksaan), (4) contex-dependence (tergantung pada konteks), (5) misleadingness (menyesatkan). (Aslton, 1964:6).
Maka dapat dikatakan bahwa hubungan bahasa dengan filsafat sangat erat bahkan tidak dapat dipisahkan terutama dalam cabang-cabang filsafat metafisika logika dan epistemologi.
1.      Hubungan Bahasa dengan Metafisika
Metafisika adalah salah satu cabang filsafat di samping cabang-cabang lainnya. Aristoteles menamakan metafisika sebagai filsafat yang pertama yang membahas tentang hakikat realitas, kualitas, kesempurnaan, yang ada yang secara keseluruhan bersangkutan dengan sebab-sebab terdalam, prinsip konstitutif dan tertinggi dari segala sesuatu.
Metafisika berupaya untuk memformulasikan segala sesuatu yang bersifat fundamental dan mendasar dari segala sesuatu dan hal ini dilakukan oleh para filsuf dengan membuat eksplisit hakikat segala sesuatu tersebut dan hal ini hanya dapat dilakukan dengan menggunakan analisis bahasa terutama karena sifat metafisika yang tidak mengacu pada realitas yang bersifat empiris.
2.     Hubungan Bahasa dengan Epistemologi
Epistemologi adalah salah satu cabang filsafat yang pokok, yang secara etimologis istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani “Episteme” yang berarti pengetahuan. Berdasarkan bidang pembahasannya epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang pengetahun manusia yang meliputi sumber-sumber, watak dan kebenaran pengetahuan manusia.
Selain dalam pengetahuan apriori peranan penting bahasa dalam epistemologi berkaitan erat dengan teori kebenaran. Terdapat tiga teori kebenaran dalam epistemologi yaitu :
a.      Teori kebenaran koherensi yang menyatakan bahwa suatu pernyataan itu dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
b.      Teori kebenaran korespondensi yang menyatakan bahwa suatu pernyataan itu dianggap benar bilamana materi pengetahuan yang dikandung dalam pernyataan itu berkorespondensi atau berhubungan dengan objek atau fakta yang diacu oleh pernyataan tersebut.
c.        Teori kebenaran pragmatis yang menyatakan bahwa suatu pernyataan itu dianggap benar bilamana pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan manusia. Dengan lain perkataan bahwa suatu pernyataan itu dianggap benar bilamana memiliki konsekuensi pragmatis bagi kehidupan praktis manusia (Suriasumantri, 1984:55-59).
3.     Hubungan Bahasa dengan Logika
Berpikir adalah suatu bentuk kegiatan akal dan terarah sehingga dengan demikian tidak semua kegiatan manusia yang bersumber pada akal disebut berpikir. Maka peranan bahasa di dalam logika menjadi sangat penting. Kegiatan penalaran manusia sebagaimana dijelaskan adalah kegiatan berpikir, adapaun bentuk-bentuk pemikiran yaitu pengertian atau konsep, proposisi atau pernyataan, dan penalaran atau reasoning.
Ketidaksaksamaan dalam menentukan arti kata atau arti kalimat, dapat mengakibatkan kesesatan dalam penalaran. Beberapa kesesatan karena bahasa adalah (a) kesesatan karena aksen atau tekanan, (b) kesesatan karena term ekuivok, (c) kesesatan karena arti kiasan (metaphor), (d) kesesatan karena amfiboli (amphibolia).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komantarnya bossss