A. Pengertian
Filsafat Bahasa
Jika dilihat dari ilmu asal usul kata (etimologi), istilah filsafat
diambil dari kata falsafah yang
berasal dari bahasa Arab. Istilah ini diadopsi dari bahasa Yunani, yaitu dari
kata ‘philosophia’. Kata philosophia terdiri dari kata philein yang berarti cinta (love), dan sophia yang berarti
kebijaksanaan (wisdom). Secara
etimologis filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan (love of wisdom) secara mendalam. Dari sini terdapat ungkapan yang
menyatakan bahwa filosof (filsuf, failasuf) adalah seorang yang sangat cinta
akan kebijaksanaan secara mendalam.
Dalam kamus linguistik filsafat bahasa adalah
ilmu yang menyelidiki kodrat dan kedudukan bahasa sebagai kegiatan manusia
serta dasar-dasar konseptual dan teoretis linguistik.
Filsafat bahasa sebagai salah satu cabang
filsafat mulai dikenal dan berkembang pada abad XX ketika para filsuf mulai
sadar bahwa terdapat banyak masalah-masalah dan konsep-konsep filsafat baru
dapat dijelaskan melalui analisis bahasa, karena bahasa merupakan sarana yang
vital dalam filsafat (Davis, 1976). Filsafat bahasa termasuk bidang yang
kompleks dan sulit ditentukan lingkup pengertiannya (Devitt, 1987).
B. Hubungan
Filsafat dengan Bahasa
Seperti diketahui bahwa fungsi bahasa ialah
sebagai alat untuk mengkomunikasikan suatu gagasan kepada orang lain.
Setiap gagasan yang dihasilkan seseorang
tidak akan diketahui oleh khalayak manakala tidak dikomunikasikan melalui
bahasa. Meskipun diakui bahwa bahasa mungkin dipakai untuk melaksanakan banyak
fungsi komunikasi, mereka tetap menciptakan anggapan umum bahwa fungsi bahasa
yang paling penting adalah penyampaian informasi. Bahasa tidak saja sebagai
alat komunikasi untuk mengantarkan proses hubungan antar manusia, tetapi juga
bahasa mampu mengubah seluruh kehidupan manusia. Artinya bahwa bahasa merupakan
salah satu aspek terpenting dari kehidupan manusia.
Bahasa pada hakekatnya merupakan suatu
sistem simbol yang tidak hanya merupakan urutan bunyi-bunyi secara empiris,
melainkan memiliki makna yang sifatnya non empiris.
Filsafat sebagai suatu aktivitas manusia
yang berpangkal pada akal pikiran manusia untuk menemukan kearifan dalam hidupnya.
Bahasa sehari-hari memiliki sejumlah kelemahan antara lain (1) vagueness (kesamaran), (2) inexplicitness (tidak eksplisit), (3) ambiguity (ketaksaan), (4) contex-dependence (tergantung pada
konteks), (5) misleadingness
(menyesatkan). (Aslton, 1964:6).
Maka dapat dikatakan bahwa hubungan bahasa
dengan filsafat sangat erat bahkan tidak dapat dipisahkan terutama dalam
cabang-cabang filsafat metafisika logika dan epistemologi.
1.
Hubungan Bahasa dengan Metafisika
Metafisika adalah salah satu cabang
filsafat di samping cabang-cabang lainnya. Aristoteles menamakan metafisika
sebagai filsafat yang pertama yang membahas tentang hakikat realitas, kualitas,
kesempurnaan, yang ada yang secara keseluruhan bersangkutan dengan sebab-sebab
terdalam, prinsip konstitutif dan tertinggi dari segala sesuatu.
Metafisika berupaya untuk memformulasikan
segala sesuatu yang bersifat fundamental dan mendasar dari segala sesuatu dan
hal ini dilakukan oleh para filsuf dengan membuat eksplisit hakikat segala
sesuatu tersebut dan hal ini hanya dapat dilakukan dengan menggunakan analisis
bahasa terutama karena sifat metafisika yang tidak mengacu pada realitas yang
bersifat empiris.
2.
Hubungan Bahasa dengan Epistemologi
Epistemologi adalah salah satu cabang
filsafat yang pokok, yang secara etimologis istilah epistemologi berasal dari
bahasa Yunani “Episteme” yang berarti
pengetahuan. Berdasarkan bidang pembahasannya epistemologi adalah cabang
filsafat yang membahas tentang pengetahun manusia yang meliputi sumber-sumber,
watak dan kebenaran pengetahuan manusia.
Selain dalam pengetahuan apriori peranan
penting bahasa dalam epistemologi berkaitan erat dengan teori kebenaran.
Terdapat tiga teori kebenaran dalam epistemologi yaitu :
a.
Teori
kebenaran koherensi yang menyatakan bahwa suatu pernyataan itu dianggap benar
bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan
pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
b.
Teori
kebenaran korespondensi yang menyatakan bahwa suatu pernyataan itu dianggap
benar bilamana materi pengetahuan yang dikandung dalam pernyataan itu
berkorespondensi atau berhubungan dengan objek atau fakta yang diacu oleh
pernyataan tersebut.
c.
Teori
kebenaran pragmatis yang menyatakan bahwa suatu pernyataan itu dianggap benar
bilamana pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan manusia.
Dengan lain perkataan bahwa suatu pernyataan itu dianggap benar bilamana
memiliki konsekuensi pragmatis bagi kehidupan praktis manusia (Suriasumantri,
1984:55-59).
3.
Hubungan Bahasa dengan Logika
Berpikir adalah suatu bentuk kegiatan akal
dan terarah sehingga dengan demikian tidak semua kegiatan manusia yang
bersumber pada akal disebut berpikir. Maka peranan bahasa di dalam logika
menjadi sangat penting. Kegiatan penalaran manusia sebagaimana dijelaskan
adalah kegiatan berpikir, adapaun bentuk-bentuk pemikiran yaitu pengertian atau konsep, proposisi atau pernyataan, dan penalaran atau reasoning.
Ketidaksaksamaan dalam menentukan arti kata atau arti kalimat, dapat
mengakibatkan kesesatan dalam penalaran. Beberapa kesesatan karena bahasa
adalah (a) kesesatan karena aksen atau tekanan, (b) kesesatan karena term
ekuivok, (c) kesesatan karena arti kiasan (metaphor), (d) kesesatan karena
amfiboli (amphibolia).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komantarnya bossss