KALAU ukuran keunggulan adalah jenggot, maka kambing menjadi pemenang (Pepatah Denmark)
LALU, apa sih ukuran (masalah keunggulan) pendidikan Indonesia?
Kesanggupan adalah kualitas
 nilai relatif dari alat (sarana) dikalikan ilmu pengetahuan dan 
dikalikan dengan motivasi (QZ, 2000). Pendidikan unggul (dipandang dari 
sisi pengelola) bila alat (sarana) belajar mengajar terbaik, materi ilmu
 pengetahuan diajarkan termaju, dan motivasi (gaji) mengajar sehingga 
sungguh-sungguh besar. Untuk mengukur keunggulan relatif suatu 
pendidikan formal seperti sekolah dan universitas atau pendidikan non 
formal seperti pelatihan dan seminar, bisa dengan mempertanyakan tiga 
unsur esensial yang saling tunjang berkaitan ini. Bangunan sekolah reot 
atau alat praktek tak ada, ilmu pengetahuan diajarkan ketinggalan, atau 
guru sering tidak masuk mengajar, semua pasti buruk hasilnya. Karenanya 
ada dana operasional memperbaiki (alat) sarana sekolah dan uji 
kompetensi (ilmu pengetahuan) untuk mendapatkan (motivasi) tunjangan 
sertifikasi.
Di
 Indonesia cukup banyak sekolah dan universitas masuk kriteria memiliki 
sarana bagus, kurikulum pelajaran mencontoh negara maju dan jumlah 
pengajar dengan gelar bergengsi lulusan luar negeri atau sekolah ternama
 (serta yang harus dibenahi juga cukup banyak), sehingga nampaknya
 pendidikan Indonesia sudah unggul. Namun dalam hal apa pun, termasuk 
pendidikan, ukuran keunggulan sesungguhnya adalah kualitas, bukan 
kuantitas. Jika hanya copy-paste
 ilmu pengetahuan dan teknologi dari negara atau pengajar lain kemudian 
diajarkan kembali, tidak mungkin unggul dibanding negara atau pengajar 
asalnya. 
Contoh,
 Di akademi hasil penelitian S(trata)1 skripsi, S2 thesis dan S3 
disertasi dianugerah gelar akademi. Kategori ukuran kualitas nilai 
disertasi yaitu (1) summa cum laude, jika penelitian menghasilkan (alat sistem ilmu pengetahuan) teori baru, (2) cum laude, jika mengoreksi teori atau pendapat orang lain, (3) sangat memuaskan, apabila melengkapi teori atau pendapat orang lain, dan (4)
 memuaskan, jika hanya membenarkan teori/pendapat orang lain. Artinya, 
(kuantitas) gelar itu penting, tetapi (kualitas) hasil penemuan jauh 
lebih penting.
 (Gelar berkenaan kehormatan, sedang hasil berkenaan penghargaan. Dan, 
mengenai gelar, jangan tersinggung bila ada bertanya: Apakah Anda summa cum laude?).
Sejarah
 membuktikan banyak orang yang berpengaruh besar bagi kemajuan dunia 
dengan keadaan sarana terbatas, merombak ilmu pengetahuan (dan 
teknologi) yang ada dan belajar sendiri. Kadang, mereka orang biasa dan 
tidak berpendidikan formal di bidang itu. Hanya saja dengan susah payah,
 kerja keras dan pantang menyerah. Intinya, tanpa ada milik (Indonesia) sendiri penemuan baru materi ajar paling unggul di bidangnya, tak akan pernah unggul dari yang lain. Ini yang susah dan harus dicari. 
JADI, jelas ukuran (masalah keunggulan) pendidikan Indonesia? Dan, tinggal memilih ukuran penilaiannya saja! 
 





Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komantarnya bossss