A.
IDENTITAS BUKU
OBJEK STUDI
SEMANTIK
1.
Judul
Buku
: Pengantar Semantik Bahasa Indonesia
2.
Nama
Pengarang : Drs. Abdul Chaer
3.
Penerbit : Rineka Cipta, Jakarta
4.
Cetakan : Kedua, Januari 1995
5.
ISBN
: 979 – 516 – 150 – 5
6.
Tebal
Buku
: 182 Halaman
7.
Jenis Kertas
: HVS Warna Putih (35 g/m2)
8.
Ukuran
Kertas : panjang 21 cm X 15,5 cm
9.
Kertas
Sampul : Contruck Kuning Merah
10. Jenis Huruf : Sampul, Calibri
B.
TUJUAN
PENGARANG
1. Penulis
mengajak pembaca untuk lebih memperhatikan objek studi tentang
makna, yang dianggap
sangat sukar ditelusuri dan dianalisa strukturnya.
2. Menginformasikan
kepada pembaca bahwa semantik sebagai komponen bahasa yang tidak dapat
dilepaskan dalam pembicaraan linguistik, tanpa membicarakan makna pembahasan
linguistik belum dianggap lengkap, bgai sayur tak bergaram.
3. Menginformasikan
kepada pembaca bahwa makna sebagai objek studi semantik memang sangat rumit
persoalannya, bukan hanya menyangkut persoalan dalam bahasa saja tetapi juga menyangngkut
persoalan luar bahasa. Faktor-faktor luar bahasa seperti masalah agama,
pendangan hidup, budaya, norma, dan tata nilai yang berlaku
dalam masyarakat turut meruwetkan
persoalan semantik.
4. Mengingatkan
pembaca bahwa mempelajari Semantik itu penting karena semantik memiliki
keterkaitan ilmu pengetahuan Sosiologi dan Anthropologi bahkan juga terkait
dengan pengetahuan Filsafat dan Psikologi.
C.
TUJUAN
PREVIEW
1. Preview
sengaja membahas mengenai Semantik karena objek studi ini masih kurang dipahami
isi materinya dibanding ketika kita mempelajari morfologi, fonologi, sintaksis
dan kosa kata.
2. Mengulas
kembali tentang Semantik bertujuan untuk mengingatkan para pembaca bahwa
Semantik yang membahas mengenai makna tidak semudah apa yang kita
bayangkan. Tetapi mempelajari Semantik banyak
hal yang perlu kita ketahui seperti Jenis Semantik, Manfaat Semantik, Makna
Semantik, Medan semantik, Istilah dalam semantik, dan masalah Semantik itu
sendiri.
3. Tujuan
preview selanjutnya adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Linguistik sebagai
salah satu persyaratan dalam mengikuti mata kuliah tersebut.
D.
INTISARI
Sebagai
alat bahasa komunikasi verbal bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi yang
bersifat arbitrer. Maksudnya tidak ada hubungan wajib antara lambang sebagai
hal yang menandai yang berwujud kata atau leksem dengan benda atau konsep yang
ditandai. Kearbitreran lambang bahasa seperti di atas menyebabkan orang dalam
sejarah linguistik, agak menelantarkan penelitian mengenai makna bila
dibandingkan dengan penelitian di bidang morfologi dan sintaksi. Makna sebagai
studi semantik sangat tidak jelas strukturnya berbeda dengan morfologi dan
sisntaksis yang strukturnya jelas sehingga mudah dianalisis.
1. Pengertian
semantik
Kata semantik dalam bahasa Indonesia
(Inggris: Semantics) berasal bahasa Yunani sema artinya ‘tanda’ atau lambang
kata kerjanya adalah semaino yang berarti menandai atau melambangkan. Yang
dimaksud dengan tanda atau lambang sebagai padanan kata sema itu adalah tanda
linguistik seperti yang dikemukakan oleh Ferdinan de Seassure (1966) yaitu yang
terdiri dari komponen yang menggantikan yang berwujud bentuk-bentuk bunyi
bahasa dan komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu.
Kata semantik disepakati sebagai istilh
yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara
tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya oleh karena itu kata
semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu
salah satu
dari
tiga tataran analisis bahasa; fonologi, gramatika, dan semantik. Selain dari
istilah semantik adapula yang digunakan istilah lain seperti semiotika,
semiologi, semasiologi, semememik, dan semik untuk merujuk pada bidang studi
yang mempelajari makna atau arti dari suatu arti atau lambang. Namun istilah
semantik lebih umum digunakan dalam studi linguistik karena istilah-istilah
yang lainnya itu mempunyai cakupan objek yang lebih luas; yakni mencakup makna
tanda atau lambang pada umumnya. Termasuk tanda-tanda-tanda lalulintas, kode
morse, tanda-tanda dalam ilmu matematika.
Pemahaman
mengenai unsur-unsur semantik dan jenis-jenis makna dalam studi semantik. Dalam
buku ini terbagi atas tiga kegiatan belajar. Pertama, mempelajari dan
memahami konsep unsur-unsur semantik, yang terdiri atas: (1) tanda dan lambang
(simbol), (2) makna leksikal dan hubungan referensial, dan (3) mempelajari dan
memahami mengenai konsep penamaan. Kedua, mempelajari dan memahami
jenis-jenis makna dalam studi semantik, yang terbagi atas (1) makna sempit, (2)
makna luas, (3) makna kognitif, (4) makna konotatif dan emotif, (5) makna
referensial, (6) makna konstruksi, (7) makna leksikal dan makna gramatikal, (8)
makna idesional, (9) makna proposisi, (10) makna pusat, (11) makna piktorial,
dan (12) makna idiomatik. Ketiga, mempelajari serta memahami konsep
dasar mengenai aspek, kala, nomina temporal, dan modus, serta deiksis atau
penunjukan dalam studi semantik.
Berlainan dengan tataran analisis bahasa
lainnya, semantik merupakan cabang linguistik yang mempunyai hubungan erat
dengan ilmu-ilmu sosial lain seperti sosiologi dan antropologi; bahkan juga
dengan filsafat dan psikologi. Sosiologi mempunyai kepentingan dengan semantik
karena sering dijumpai kenyataan bahwa penggunaan kata-kata tertentu untuk
mengatakan sesuatu mekna dapat menandai identitas kelompok dalam masyarakat.
Sedangkan antropologi berkepentingan dengan sematik, antara lain, karena
analisis makna sebuah bahasa dapat menjanjikan klsifikasi praktis tentang
kehidupan budaya pemakainya.
Dari berbagai sumber kita dapati
berbagai istilah untuk menamakan jenis atau tipe makna. Pateda (1986),
misalnya, secara alfabetis telah mendaftarkan adanya 25 jenis makna, yaitu
makna efektif, makna denotatif, makna deskriptif, makna ekstensi, makna emotif,
makna gereflekter, makna adesional, makna intensi, makna gramatikal, makna
kiasan, makna koognitif, makna kolokasi, makna konotatif, makna konseptual,
makna konstruksi, makna leksikal, makna luas, makna piktorial, makna
proposisional, makna pusat, makna referensial, makna sempit, makna sitilistika,
dan makna tematis. Ada istilah yang berbeda untuk maksud yang sama atau hampir
sama, tetapi adapula istilah yang sama untuk maksud yang berbeda-beda.
Sedangkan lech (1976) yang karyanya banyak dikutip orang dalam studi semantik
menbedakan ada tujuh tipe makna, yaitu (1) makna konseptual, (2) makna
konotatif, (3)
makna
sitilistika, (4) makna efektif, (5) makna reflektif, (6) makna kolokatif, dan
(7) makna tematik. Dengan catatan makna konotatif, stilistika, efektif,
reflektif, dan kolokatif masuk dalam kelompok yang lebih besar yaitu makna asosiatif.
Sesungguhnya tipe atau makna itu
dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan
jenis semantiknya dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal,
berdasarkan ada tidknya referen pada sebuah kata kata/leksemdapat dibedakan
adanya makna referensial dan nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai
rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna
konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal adanya makna kata dan makna
istilah atau makna umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kreteria lain atau sudut
pandang lain dapat disebutkan adanya makna asosiatif, kolokatif, reflektif,
idiomatik, dan sebagainya. Berikut akan dibahas pengertian makna-makna tersebut
satu persatu.
Dalam pengertiannya perbedaan antara makna referensial
dan makna nonreferensial yaitu dilihat dari ada tidaknya referen (acuan) dari
sebuah kata. Sedangkan mengenai ciri makna konstruksi yaitu adanya pemaknaan
dalam konstruksi itu sendiri.
a. Makna
Referensial
Contoh lain
yaitu: Orang itu menampar orang
Pada contoh diatas bahwa orang1 dibedakan maknanya dari orang2 karena orang sebagai pelaku
(agentif) dan orang2 sebagai pengalam (yang mengalami makna yang diungkapkan
verba), hal tersebut menunjukkan makna kategori yang berbeda, tetapi makna
referensil mengacu kepada konsep yang sama (orang = manusia).
b.
Makna Nonreferensial
Makna nonreferensial adalah
sebuah kata yang tidak mempunyai referen (acuan). Seperti kata preposisi dan
konjungsi, juga kata tugas lainnya. Dalam hal ini kata preposisi dan konjungsi
serta kata tugas lainnya hanya memiliki fungsi atau tugas tapi tidak memiliki
makna.
Berkenaan dengan bahasan ini ada
sejumlah kata yang disebut kata-kata deiktis, yaitu kata yang acuannya
tidak menetap pada satu maujud, melainkan dapat berpindah dari maujud yang satu
kepada maujud yang lain. Yang termasuk kata-kata deiktis yaitu: dia,
saya, kamu, di sini,
di sana, di situ, sekarang, besok, nanti, ini, itu. Contoh lain
referen kata di sini dalam ketiga kalimat berikut
(a) Tadi dia duduk di sini
(b) ”Hujan terjadi hampir setiap hari
di sini”, kata walikota Bogor.
(c) Di sini, di Indonesia, hal seperti itu
sering terjadi.
Pada kalimat (a) kata di sini menunjukan
tempat tertentu yang sempit sekali. Mungkin bisa dimaksudkan sebuah bangku,
atau hanya pada sepotong tempat dari sebuah bangku. Pada kalimat (b) di sini
menunjuk pada sebuah tempat yang lebih luas yaitu kota Bogor. Sedangkan
pada kalimat (c) di sini merujuk pada daerah yang meliputi seluruh
wilayah Indonesia. Jadi dari ketiga macam contoh diatas referennya tidak sama
oleh karena itu disebut makna nonreferensial.
c.
Makna Konstruksi
Kontruksi berarti susunan dan hubungan kata dalam
kalimat atau kelompok kata. Makna suatu kata ditentukan oleh kostruksi dalam
kalimat atau kelompok kata (Alwi Hasan 2007:590). Makna konstruksi itu terdapat
di dalam konstruksinya, misalnya, makna milik yang diungkapkan dengan urutan
kata di dalam bahasa Indonesia. Di samping itu, makna milik dapat diungkapkan
melalui enklitik sebagai akhiran yang menunjukan kepunyaan seperti pada contoh
berikut:
- Itu istri saya
- Wanita itu istri saya
- Istananya jauh dari sini
- Di mana rumahmu ? dst.
Dengan demikian makna konstruksi akan timbul bila
telah tersusun dengan kata atau morfem
lain.
d.
Jenis Makna
Jenis makna
dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan
jenis semantiknya dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal.
Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata dapat dibedakan adanya makna
referensial dan nonreferensial. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah
kata dapat dibedakan adanya makna konotatif dan denotatif. Berdasarkan
ketepatan maknanya dapat dibedakan adanya makna istilah atau makna umum dan
makna khusus. Selain pembagian tersebut, jenis makna dapat pula digolongkan ke
dalam dua jenis, yaitu (a) makna leksikal dan (b) makna kontekstual.
(1)
Makna Leksikal
Makna
leksikal (leksical me3aning, sematic meaning, external meaning) adalah
makna kata yang berdiri sendiri baik dalam bentuk dasar maupun dalambentuk
kompleks (turunan) dan makna yang ada tetap seperti apa yang dapat kita lihat
dalam kamus. Makna leksikal dapat digolongkan
menjadi dua
jenis, yaitu (a) makna konseptual yang meliputi makna konotatif, makna afektif,
makna stilistik, makna kolokatif dan makna idiomatik.
(2)
Makna Konseptual
Makna
konseptual yaitu makna yang sesuai dengan konsepnya makna yang sesuai dengan
referennya, dan makna yang bebas asosiasi atau hubungan apa pun. Makna
konseptual disebut juga makna denotatif, makna referensial, makna kognitif,
atau makna deskriptif. Makna konseptual dianggap sebagai faktor utama dalam
setiap komunikasi.
(3)
Makna Generik
Makna
generik adalah makna konseptual yang luas, umum, yang mencakup beberapa makna
konseptual yang khusus atau sempit. Misalnya,
sekolah dalam kalimat “Sekolah kami menang.” Bukan saja mencakup
gedungnya, melainkan guru-guru, siswa-siswa dan pegawai tata usaha sekolah
bersangkutan.
(4)
Makna Spesifik
Makna
spesifik adalah makna konseptual, khas, dan sempit. Misalnya jika berkata “ahli bahasa”, maka yang
dimaksud bukan semua ahli, melainkan seseorang yang mengahlikan dirinya dalam
bidang bahasa.
(5)
Makna Asosiatif
Makna
asosiatif disebut juga makna kiasan atau pemakaian kata yang tidak sebenarnya.
Makna asosiatif adalah makna yang dimilki sebuah kata berkenaan dengan adanya
hubungan kata dengan keadaan di luar bahasa. Misalnya kata bunglon
berasosiasi dengan makna orang yang tidak berpendirian tetap.
(6)
Makna Konotatif
Makna konotatif
muncul sebagai akibat asosiasi perasaan kita terhadap kata yang diucapkan atau
didengar. Makna konotatif adalah makna yang digunakan untuk mengacu bentuk atau
makna lain yang terdapat di luar makna leksikalnya.
(7)
Makna Afektif
Makna
afektif merupakan makna yang muncul akibat reaksi pendengar atau pembaca
terhadap penggunaan bahasa. Oleh karena itu, makna afektif berhubungan dengan
gaya bahasa.
(8)
Makna Stilistik
Makna
stilistik berhubungan dengan pemakaian bahasa yang menimbulkan efek terutama
kepada pembaca. Makna stilistik lebih
dirasakan di
dalam sebuah karya sastra. Sebuah karya sastra akan mendapat tempat tersendiri
bagi kita karena kata yang digunakan mengandung makna stalistika. Makna
stalistika lebih banyak ditampilkan melalui gaya bahasa.
(9)
Makna Kolokatif
Makna
kolokatif adalah makna yang berhubungan dengan penggunaa beberapa kata di dalam
lingkungan yang sama. Misalnya kata ikan, gurami, sayur, tomat
tentunya kata-kata tersebut akan muncul di lingkungan dapur. Ada tiga
keterbatasan kata jika dihubungkan dengan makna kolokatif, yaitu (a) makna
dibatasi oleh unsur yang membentuk kata atau hubungan kata, (b) makna dibatasi
oleh tingkat kecocokan kata, (c) makna dibatasi oleh kecepatan.
(10)
Makna Idiomatik
Makna
idiomatik adalah makna yang ada dalam idiom, makna yang menyimpang dari makna
konseptual dan gramatikal unsur pembentuknya. Dalam bahasa Indonesia ada dua
macam bentuk idiom yaitu (a) idiom penuh dan (b) idiom sebagian. Idiom penuh
adalah idiom yang unsur-unsurnya secara keseluruhan sudah merupakan satu
kesatuan dengan satu makna. Idiom sebagian adalah idiom yang di dalamnya masih
terdapat unsur yang masih memiliki makna leksikal.
(11)
Makna Kontekstual
Makna
kontekstual muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dengan situasi. Makna
kontekstual disebut juga makna struktural karena proses dan satuan gramatikal
itu selalu berkenaan dengan struktur ketatabahasaan.
(12)
Makna Gramatikal
Makna
grmatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat digabungkannya sebuah kata
dalam suatu kalimat. Makna gramatikal dapat pula timbul sebagai akibat dari
proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi dan komposisi.
(13)
Makna Tematikal
Makna
tematikal adalah makna yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis, baik
melalui urutan kata-kata, fokus pembicaraan, maupun penekanan pembicaraan.
(14)
Realasi makna adalah hubungan antara
makna yang satu dengan makna kata yang lain.
(15)
Sinonimi adalah nama lain untuk benda
atau hal yang sama. Sinonimi yaitu suatu istilah yang mengandung pengertian
telaah, keadaan, nama lain.
Contoh:
pintar, pandai, cerdik, cerdas, cakap, mati, meninggal, berpulang, mangkat
wafat
Sinonimi
tidak mutlak memiliki arti yang sama tetapi mendekati sama atau mirip. Hal-hal
yang dapat menyebabkan terjadinya sinonimi adalah penyerapan kata-kata asing,
penyerapan kata-kata daerah, makna emotif dan evaluatif. Kata bersinonimi tidak
dapat dipertukarkan tempatnya karena dipengaruhi oleh (a) faktor waktu, (b)
faktor tempat atau daerah, (c) faktor sosial, (d) faktor kegiatan dan (e)
faktor nuansa makna.
(16)
Homonimi adalah kata-kata yang sama
bunyi dan bentuknya tetapi mengandung makna dan pengertian yang berbeda. Faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya homonimi adalah (a) kata-kata yang berhomonimi itu
berasal dari bahasa atau dialek yang berlainan, (b) kata-kata yang berhomonimi itu terjadi
sebagaimana hasil proses morfologis.
a.
Homonimi yang homograf dan homofon
adalah sama bunyi sama bentuknya.
Contoh: bisa
® sanggup, dapat
bisa ® racun ular
jagal ® pedagang kecil
jagal ® orang yang bertugas menyembelih binatang
padan ® banding
padan ® batas
padan ® janji
padan ® curang
padan ® layar
b.
Homonimi yang tidak homograf tetapi
homofon adalah bentuknya tidak sama tetapi bunyinya sama.
Contoh: bang
® bentuk singkatan dari abang
bank ® lembaga yang mengurus uang
sangsi ® ragu
sanksi ® akibat
syarat ® janji
sarat ® penuh dan berat
c.
Homonimi yang homograf tidak homofon
sama bentuk tetapi tidak bunyinya.
Contoh:
teras ® hati kayu atau bagian dalam kayu
teras ® pegawai utama
teras ® bidang tanah datar yang miring atau lebih tinggi dari yang lain
(17)
Antonimi adalah nama lain untuk
benda lain pula atau kebalikannya.
a.
Oposisi kembar yaitu perlawanan kata yang
merupakan pasangan atau kembaran yang mencakup dua anggota.
Contoh:
laki-laki >< perempuan
kaya >< miskin
ayah >< ibu
b.
Oposisi gradual yaitu penyimpangan
dari oposisi kembar antara dua istilah yang berlawanan masih terdapat sejumlah
tingkatan antara.
Contoh: kaya
dan miskin, besar dan kecil
Pada kata
tersebut terdapat tingkatan (gradual) sangat kaya – cukup kaya – kaya – miskin
– cukup miskin – sangat miskin, sangat besar – lebih besar – besar – kecil –
lebih kecil – sangat kecil.
c.
Oposisi majemuk yaitu oposisi yang
mencakup suatu perangkat yang terdiri dari dua kata. Satu kata berlawanan
dengan dua kata atau lebih.
d.
Oposisi relasional yaitu oposisi
antara dua kata yang mengandung relasi kebalikan, relasi pertentangan yang
bersifat saling melengkapi.
Contoh:
menjual beroposisi membeli
suami beroposisi istri
utara beroposisi selatan
e.
Oposisi hirarkis, oposisi ini
terjadi karena setiap istilah menduduki derajat yang berlainan. Oposisi ini
pada hakikatnya sama dengan oposisi majemuk. Kata-kata yang beroposisi hirarkis
adalah kata-kata yang berupa nama satuan ukuran (berat, panjang, dan isi),
satuan hitungan, nama jenjang kepangkatan dan sebagainya.
Contoh:
meter beroposisi dengan kilometer
kuintal beroposisi dengan ton
f.
Oposisi inversi, oposisi ini
terdapat pada pasangan kata seperti beberapa – semua, mungkin – wajib.
Pengujian utama dalam menetapkan oposisi ini adalah apakah kata itu mengikuti
kaidah sinonimi yang mencakup (a) penggantian suatu istilah dengan yang lain dan
(b) mengubah posisi suatu penyangkalan dalam kaitan dengan istilah berlawanan.
Contoh:
beberapa negara tidak mempunyai pantai = tidak semua negara mempunyai pantai.
(18)
Polisemi adalah relasi makna suatu
kata yang memiliki makna lebih dari satu atau kata yang memiliki makna yang
berbeda-beda tetapi masih dalam satu aluran arti.
Kata berhomonimi adalah kata-kata
yang sama bunyi dan bentuknya.
Contoh: bisa
® dapat
bisa ® racun
Sedangkan
polisemi adalah relasi makna suatu kata yang memiliki makna lebih dari satu
atau kata yang memiliki makna berbeda-beda tetapi masih dalam satu arti.
Contoh:
kepala
a.
bagian tubuh dari leher ke atas
b. bagian dari suatu yang terletak
di sebelah atas atau depan yang merupakan hal yang
penting c.
pemimpin atau ketua
(19)
Hiponimi
Dua cara
untuk menentukan bahwa suatu kata tergolong polisemi atau homonimi, pertama
melihat etimologi atau pertalian historisnya. Kata
buku misalnya,
adalah homonimi yakni buku yang
merupakan kata asli bahasa Indonesia yang berarti ‘tulang sendi’ dan buku yang berasal dari bahasa Belanda yang
berarti ‘kitab, pustaka’. Kedua, dengan mengetahui prinsip perluasan makna dari
suatu makna dasar.
a.
Hiponimi ialah semacam relasi
antarkata yang berwujud atas bawah, atau dalam suatu makna terkandung sejumlah
komponen yang lain.
b.
Hiponimi adalah semacam relasi
antarkata yang berwujud atas bawah, atau dalam suatu makna terkandung sejumlah
komponen yang lain. Kelas atas mencakup sejumlah komponen yang lebih kecil,
sedangkan kelas bawah merupakan komponen yang mencakup dalam kelas atas.
Contoh: Januari, Februari, Maret, April hiponimi dari kata bulan. Kelas atas
disebut hipernim, contohnya, ikan hipernimnya tongkol, gabus, lele, teri.
2.
Kategori Makna leksikal
Dalam studi
gramatika kategori kata merupakan hal yang tidak pernah lepas dari pembicaraan. Boleh di
bilang hampir tidak ada buku tata bahasa, baik yang tradisional maupun yang
bukan, yang tidak membicarakan masalah kategori itu. Begitu penting, ruwet, dan
kompleksnya persoalan kategori ini, sehingga tidak selesai- selesainya dibicarakan
orang dan tidak
pernah ada
kesepakatan di antara para ahli tersebut (Lihat misalnya Harimurti 1986 dan Ramlan
1985).
Namun, seara umum kategori gramatikal yang
banyak di ikuti, membagi kata menjadi dua kelompok besar, yaitu (1) kelompok
yang disebut kata penuh (full word)
dan (2) kelompok yang disebut partikel atau kata
tugas (fungtion word). Ke dalam
kelompok pertama termasuk kata dari kelas verbal, nominal, ajektival, dan
adverbial; dan kedalam kelompok kedua termasuk kata-kata yang di sebut
preposisi, kongjungsi, dan interjeksi. Tetapi perlu dicatat bahwa dalam bahasa
indonesia ada sejumlah morfem dasar yang belum berkategori baik gramatikal
maupun sementikal, misalnya morfem acu,
juang, henti, kibar, kitar, dan
remang (lebih jauh lihat Harimuti 1986).
Secara gramatikal morfem-morfem
tersebut tidak dapat muncul dalam satuan-satuan sintaksis tanpa bergabung dulu
dengan morfem-morfem tertentu, baik afiks maupun morfem dasar lainnya. Secara
semantik morfem-morfem itupun dianggap tidak bermakna, sehingga dalam kamus
poerwadarminta (1982) maupun kamus besar
bahasa Indonesia
(1988) morfem-morfem tersebut memang didaftar sebagai lema (entri) tetapi tidak
diberi makna. Yang diberi makna adalah bentuk derivasinya.
Dalam
pembicaraan berikut akan dicoba mendeskripsikan leksikon bahasa indonesia
berdasarkan kategori semantiknya dengan menyebutkan ciri-ciri mana (komponen
makna) yang menonjol dari setiap kelompok leksem, tetapi dengan tetap berpumpun
pada kategori gramatiknya.
1.
Kategori Nomina
Kata-kata atau leksem-leksem noinal dalam bahasa
indonesia secara semantiik mengandung ciri makna [+Benda (B)]; ddan oleh karena
itu leksem-leksem nominal ini secara struktual akan selalu dapat didahului oleh
preposisi di atau pada.
2.
Kategori Verbal
Leksem-leksem verbal dalam bahasa
indonesia secara semantik dapat ditandai dengan mengajukan tiga macam
pertanyaan terhadap subjek tempat “verba” menjadi predikat klausanya. Ketiga
pertanyaan itu adalah (1) apa yang dilakukan subjek dalam klausa tersebut,(2)
apa yang terjadi terhadap subjek dalam klausa tersebut, dan(3) bagaimana
keadaan subjek dalam klusa tersebut. Perhatikan ketiga kalimat berikut.
- Dika menendang bola
- Gunung itu longsor
- Nita letih
3. Kategori ajektival
Leksem-leksem ajektival dalam bahasa
indonesia secara semantik adalah leksem yang menerangkan keadaan suatu nomina
atau menyifati nomina itu. Secara sitantik adalah leksem yang dapat diawalikata
ingkar tidak, dapat diawali kata pembanding paling, dan dapat direduplikasikan serta diberi imbuhan se-nya
(lihat Ramlan 1985, Harimurti 1986, dan maeliono 1988). Jadi, leksem-leksem
seperti baik, tua, dan lebar adalah termasuk ajektival karena dapat memenuhi
ketiga kriteria diatas.
4. Kategori pendamping
Yang
dimaksud dengan kategori pendamping adalah leksem-leksem tertentu yang
mendampingi nomina, verba, ajektif, dan juga klausa untuk memberikan keterangan
tertentu yang bukan menyatakan keadaan atau sifat.
a.
Pendamping Nomina
Yang
dimaksud dengan kategori pendamping adalah leksem-leksem pendamping nomina,
antaralain menyatakan :
1.
pengingkaran. Leksem ini hanya satu
yaitu kata bukan yang i tempatkan di
muka nomina tersebut misalnya bukan buku, bukan ayam, bukan guru, bukan mereka,
dan bukan agama.
2.
kuantitas atau jumlah. Jumlah leksem
untuk menyatakan kuantitas agak banyak antara lain:
-
beberapa, untuk menyatakan jumlah yang tidak banyak seperti beberapa orang,
beberapa rumah, dan beberapa perahu. Di antara beberapa dan nominanya lasim juga ditempatkan kata
penggolong seperti buah, butir, ekor, dan lembar.
-
semua, untuk menyatakan jumlah keseluruhan tanpa kecuali, seperti semua
orang, semua kendaraan, dan semua murid.
-
seluruh, untuk menyatakan satu kesatuan, seperti seluruh Indonesia, seluruh
dunia, seluruh kampung, dan seluruh badannya.
-
sejumlah untuk menyatakan jumlah yang tidak tentu, seperti sejumlah orang,
sejumlah anggota perlemen, dan sejumlah penduduk. banyak, untuk menyatakan jumlah yang tidak sedikit,
seperti banyak murid (yang tidak masuk sekolah).
3.
Pembatasan. Leksem adanya hanya dan
saja. Leksem hanya di tempatkan di muka nominanya. Sedangkan leksem saja di
balakang nomina. Misalnya hanyaair putih, hanya dia, hanya sopir, kopi saja,
siapa saja, dan mereka saja.
4.
Tempat berada. Leksem yang digunakan adalah di dan pada. Misalnya di kelas,
di pasar, di Bogor, pada dinding, pada ayah, dan pada tahun. Pipertukarkan pada
pendamping di dan pada seringkali secara bebas dapat dipertukarkan seperti di
tahun atau pada tahun, di ayah atau pada
ayah, tetapi di Bogor tidak dapat menjadi pada Bogor. Perbedaannya adalah di
menyatakan lokasi yang sebenarnya sedangkan pada utnuk lokasi yang tidak
sebenarnya. Bogor adalah lokasi yang sebenarnya. Jadi, dapat dengan pendamping di tetapi tidak dapat dengan pendamping pada.
Sebaliknya agama tidak dapat di agama tetapi dapat pada agama.
5.
Tempat asal. Leksem yang digunakan adalah dari. Misalnyaa dari Jepang, dari
rumah dan dari pasar. Selain menyatakan asal tempat pendamping dari dapat juga
menyatakan bahan seperti dari gula, dari semen, dan dari tanah liat, juga dapat
menyatakan asal waktu seperti dari pagi, dari kemarin, dan dari hari senin.
6.
Tempat tujuan atau dari arah sasaran. Leksem yang digunakan adalah ke dan
kepada. Misalnya ke pasar, ke Bogor, ke sekolah, kepada ayah, kepada polisi,
kepada agama.
7.
hal ata perkara. Leksem yang digunakan adalah tentang, mengenai, perihal,
dan masalah. Pendamping ini lazim digunakan di depan nomima yang berada dalam
suatu klausa intransitif. Misalnya;
-berdiskusi
mengenai nilai-nilai sastra
- berbicara
tentang kenakalan remaja
-berdebat
mengenai Pancasila
8.
Alat. Leksem yang digunakan adalah kata dengan. Misalnya (menulis) dengan
pensil, (memotong) dengan pisau, dan (mengikat) dengan tali.
9.
pelaku. Leksem yng digunakan adalah kata olehyang di tempatkan di muka
nomina. Misalnya oleh pemerintah, oleh anak buahnya, dan oleh ayahnya.
10. batas tempat dan batas waktu. Leksem yang digunakan
adalah kata sampai dan hingga yang di tempatkan di muka nomina tempat atau
nomina waktu. Misalnya sampai Jakarta, sampai pasar, sampai pagi, sampai pukul
2, hingga sore, hingga larut malam, dan hingga tengah hari
b. Pendamping Verba
(1)
pengingkaran
Leksem bukan
hanya digunakan di muka verbal dalam suatu klausa yang dikontraskan dengan
klausa lainnya.
Contoh:
-
dia bukan menangis karena sedih melainkan karena gembira.
- kami bukan membantah perintah Bapak,
hanya meminta waktu untuk mengerjakannya.
Leksem bukan
dapat juga sekaligus digunakan bersama dengan leksem tidak.
Contoh:
i.
Saya bukan tidak dapat
mengerjakannya, tetapi tidak ada waktu untuk melakukannya.
(2) berbagai
aspek. Antara lain aspek selesai(perfektif)
Contoh:
ii.
Mereka sudah makan
iii.
Kami telah mendengarkannya
iv.
Ibu pernah makan daging rusa
v.
Dia masih duduk di SD
vi.
Adik mulai menangis
(3) berbagai
modalitas.
Contoh
pemakaian:
vii.
Mereka belum datang
viii.
Beliau sedang mandi
ix.
Kami akan hadir
x.
Anda boleh menunggu di sini
xi.
Kamu dapat bertanya di sana
xii.
Kalian harus hadir sebelum pukul
tujuh pagi
xiii.
Kita harus membantu mereka
xiv.
Kamu mesti menuruti perintahnya
xv.
Kalian jagan duduk di sini
(4)
kuantitas.
Contoh
pemakaian:
xvi.
Dia sering bolos
xvii.
Kami seringkali melihat dia di sini
xviii.
Dia acapkali tidak hadir
xix.
Adik jarang menangis
xx.
Saya banyak membaca bukunya
xxi.
Kamu kurang memperhatikan
kesehatanmu
xxii.
Dia selalu membayar tepat pada
waktunya
(5)
kualitas.
Contoh
pemakaian:
xxiii.
Beliau sangat menyayangi anak-anak
itu
xxiv.
Dia paling benci kepada saya
xxv.
Tingkahlaku mereka agak meresahkan
hati
xxvi.
Perkataannya cukup menggembirakan
hatiku
xxvii.
Kejadian itu menyedihkan sekali
(6)
pembatasan. Leksem yang digunakan adalah kata saja dan hanya. Leksem saja
diletakkan di belakang verbal, sedangkan hanya di muka verba. Misalnya menangis
saja, tidur saja, melihat Saja, hanya mendium, hanya mencubit, dan hanya
tertawa.
c. Pendamping ajektiva
Leksem
pendamping adjektiva, antara lain menyatakan :
(1) pengingkaran. Misalnya tidak baik, tidak lulus, tidak gemuk, tidak bandel, dan tidak marah.
(1) pengingkaran. Misalnya tidak baik, tidak lulus, tidak gemuk, tidak bandel, dan tidak marah.
(2)
kualitas. Leksem yang digunaka adalah kata-kata sangat, agak, cukup, paling,
sekali, maha, dan serba. Masalnya, sangat baik, agak datar, cukup licin, paling
miskin, pandai sekali, maha mulia, dan serba modern.
d. Pendamping klausa
Leksem-leksem
pendamping klausa ini, antara lain, memberi makna ;
(1)
kepastian. Leksem yang digunakan
adalah pasti, tentu, dan memang, misalnya:
-
Pasti dia hadir
-
Dia pasti hadir
-
Dia hadir pasti
-
Saya tentu akan melunasi utang-utang itu
-
Tentu utang-utang itu akan saya lunasi
-
Memang, dia belum makan dari pagi
- Dia memang belum makan tadi pagi
(2)
keraguan. Leksem yang digunakan
adalah kata barangkali, mungkin, dan boleh jadi. Misalnya:
- Barangkali dia sakit
- Kami mungkin akan datang
- Boleh jadi dia sudah berangkat
(3) harapan.
Leksem yang dugunakana adalah kata-kata moga-moga, semoga, mudah-mudahan,
hendaknya, sebabnya, dan seharusnya. Misalnya:
- Moga-moga mereka tiba di sini
- Semoga anda lekas sembuh
- Mudah-mudahan usulmu diterima
- Kalian hendaknya mematuhi atran lalu lintas
- Sebaiknya dia diberitahu sekarang juga
- Kamu seharusnya tdak berkata begitu
5. kategori Penghubung
Yang
dimaksud dengan kategori penghubung adalah leksem tertntu yang bertugas
menghubungkan, baik kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa,
maupun kalimat dengn kalimat secara koordinatif maupun secara subordinatif.
(1)
Penghubung Koordinatif
(2) Penghubung Subordinatif
SUDUT PANDANG JENIS MAKNA
a. jenis semantik
b. makna leksikal dan gramatikal
11. referen
makna referensial dan nonreferensial
12. nilai
rasa makna konotatif dan denotatif
13. ketepatan
makna kata dan istilah
Makna
Khusus dan Umum
Makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon,
bersifat leksem bersifat kata. Karena
itu dapat pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai referennya,
makna sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang
sungguh-sungguh nyata dalam hidup kita. Makna gramatikal adalah makna yang
hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti afiksasi, reduplikasi, dan
komposisi.
Referens adalah sesuatu di luar
bahasa yang diacu oleh suatu kata. Bila suatu kata mempunyai referen, maka kata
tersebut dikatakan bermakna referensial. Sebaliknya, jika suatu kata tidak
mempunyai referen maka kata tersebut bermakna nonreferensial.
Sebuah kata disebut bermakna konotatif apabila kata itu mempunyai nilai
rasa positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan
tidak memiliki konotasi atau disebut netral.
Makna denotatif sebenarnya sama dengan makna referensial. Makna ini
biasanya diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi
(penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan) atau pengalaman lainnya. Pada
dua kata yang bermakna denotasi sama dapat melekat nilai rasa yang berbeda
sehingga memunculkan makna konotasi.
Jika suatu kata digunakan secara umum maka yang muncul adalah makna kata
yang bersifat umum, sedangkan jika kata-kata tersebut digunakan sebagai istilah dalam
suatu bidang maka akan muncul makna istilah yang bersifat khusus. Istilah
memiliki makna tetap dan pasti karena istilah hanya digunakan dalam bidang ilmu
tertentu.
Relasi
Makna dan Perubahan Makna
Relasi makna atau hubungan makna adalah hubungan kemaknaan antara sebuah
kata atau satuan bahasa (frase, klausa, kalimat) dengan kata atau satuan bahasa
lainnya. Hubungan ini dapat berupa kesamaan makna (sinonimi), kebalikan makna
(antonimi), kegandaan makna (polisemi), kelainan makna (homonimi), ketercakupan
makna (hiponimi), dan ambiguitas.
Secara harafiah, kata sinonimi berarti nama lain untuk benda atau hal
yang sama. Sedangkan Verharr secara semantik mendefinisikan sinonimi sebagai
ungkapan (dapat berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih
sama dengan makna ungkapan lain (Verhaar, 1981).
Sinonimi dapat dibedakan atas beberapa jenis, tergantung dari sudut
pandang yang digunakan. Yang harus diingat dalam sinonim adalah dua buah satuan
bahasa (kata, frase atau kalimat) sebenarnya tidak memiliki makna yang persis
sama. Menurut Verhaar yang sama adalah informasinya. Hal ini sesuai dengan
prinsip semantik yang mengatakan bahwa apabila bentuk berbeda maka makna pun
akan berbeda, walaupun perbedaannya hanya sedikit. Selain itu, dalam bahasa
Indonesia, kata-kata yang bersinonim belum tentu dapat dipertukarkan begitu
saja
Antonimi berasal dari bahasa Yunani Kuno yang terdiri dari kata onoma
yang berarti nama, dan anti yang berarti melawan. Arti harfiahnya adalah nama
lain untuk benda lain pula. Menurut Verhaar antonim ialah ungkapan
(biasanya kata, frase atau kalimat) yang
dianggap bermakna kebalikan dari ungkapan lain.
Polisemi adalah satuan bahasa yang memiliki makna lebih dari satu. Namun
sebenarnya makna tersebut masih berhubungan. Polisemi kadangkala disamakan saja
dengan homonimi, padahal keduanya berbeda. Homonimi berasal dari bahasa Yunani
Kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan homos yang berarti sama. Jadi, secara
harafiah homonimi dapat diartikan sebagai ‘nama sama untuk benda lain’. Secara
semantis, Verhaar mendefinisikan homonimi sebagai ungkapan (kata, frase, atau
kalimat) yang bentuknya sama dengan ungkapan lain tetapi berbeda makna.
Kata-kata yang berhomonim dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu:
Homonim yang:
(a) homograf,
(b) homofon, dan
(c) homograf dan homofon.
Kata hiponimi berasal dari Yunani Kuno yang terdiri dari kata onoma
‘nama’ dan hypo’di bawah’. Secara harfiah hiponimi berarti ‘nama yang termasuk
di bawah nama lain (Verhaar, 1993). Secara semantis, hiponimi dapat
didefinisikan sebagai ungkapan (kata, frase, ata kalimat) yang maknanya
dianggap merupakan bagian dari makna ungkapan lain.
Istilah ambiguitas berasal dari bahasa Inggris (ambiguity) yang menurut
Kridalaksana berarti suatu konstruksi yang dapat ditafsirkan lebih dari satu
arti (Kridalaksana, 1982). Ambiguitas
dapat terjadi pada komunikasi lisan maupun tulisan. Namun, biasanya terjadi
pada komunikasi tulisan. Dalam komunikasi lisan, ambiguitas dapat dihindari
dengan penggunaan intonasi yang tepat. Ambiguitas pada komunikasi tulisan dapat
dihindari dengan penggunaan tanda baca yang tepat. Makna-makna dalam bahasa
Indonesia dapat mengalami perubahan makna, seperti perluasan makna, penyempitan
makna, penghalusan makna, dan pengasaran makna.
E. KELEBIHAN DAN
KEKURANGAN BUKU
Kelebihan buku ini dapat digunakan
diberbagai kalangan tingkat pendidkan. Dari tingkat SMP, SMA, sampai ke
Perguruan Tinggi, dapat mempergunakan buku ini untuk dijadikan sebagai acuan.
Isinya yang lengkap membahas tentang makna kata dapat memperluas wawasan
tentang objek studi Semantik.
Kekurangan
yang terdapat pada buku ini yaitu kurang memberikan contoh kalimat yang terdapat pada setiap jenis makna. Selain
itu kertas dan cetakan tulisannya terlihat buram sehingga kurang diminati untuk
dibaca.
F.
PENDAPAT
PREVIEW
Buku-buku
yang membahas materi pengetahuan secara umum seperti pada buku yang berjudul
Semantik ini, penulis harus lebih terinci memberikan contoh-contoh kalimatnya
terutama dalam menguraikan jenis-jenis dan kategori pemaknaan kata. Membahas
makna kata dalam semantik, konsep pengetahuannya tidak merujuk satu makna kata,
melainkan merujuk pada beberapa jenis dan kategori makna. Oleh karena itu,
membahas makna kata membutuhkan pemahaman yang lebih dalam tentang lingkup
Semantik dan batasannya sehingga pembaca tidak bingung membedakan antara
Semantik dan Pragmatik. Mengapa demikian?. Karena semantik menyinggung beberapa
makna seperti yang telah disinggung pada kesimpulan isi buku ini. Untuk tidak
bingung membedakan Semantik dan Pragmatik pelajarilah buku ini yang amat
bermanfaat dalam pembelajaran dan pengajaran Bahasa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komantarnya bossss